Adhie Massardi: Megawati vs Joko Widodo, Firli Korban Permainan Tali

JAKARTASATU.COM— Pusaran konflik Megawati vs Presiden Widodo kian kencang. Setelah MK, KPU, Bawaslu, TNI dan Polri dibuat jungkir-balik, kini giliran KPK yang pontang-panting. Ketua KPK Firli Bahuri ikut merasakan dampaknya.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengatakan mengamati panggung politik nasional seperti sedang menyaksikan politik pemainan tali. Permainan tradisional anak-anak. Presiden Joko Widodo megang satu ujung tali. Ujung lainnya dipegang Ketum PDIP Megawati Sukarnoputeri. Tali itu lalu mereka putar-putar. Jakarta, Kamis 7/12/2023

“Ganjar-Mahfud dan para pengikutnya, serta Gibran-Prabowo Cs (Gibran disebut duluan karena lebih dominan) dan koalisi parpol pengusungnya, berlompatan di atas tali itu,” ujar Adhie

“Beberapa institusi penting negara seperti Mahkamah Konstitusi, KPU, Bawaslu, TNI, Polri dan Aparatus Sipil Negara (ASN) juga terjebak dalam pusaran permainan tali (politik) yang kian menegang itu,” tambahnya

Menurut Adhie paling sial memang Polri. Gegara kepergok ngontrol kantor PDIP Solo, harus jumpalitan menjelaskan eksistensi dan netralitasnya. Memang tak banyak yang percaya. Hanya waktu yang bisa meyakinkan netralitas Polri.

“Tapi paling dramatis dan paling asyik ditonton memang jumpalitannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Meskipun Presiden Widodo sudah pontang-panting ngubah UU KPK sehingga akhirnya bisa nyeret KPK ke “rumpun eksekutif”, ke haribaan Presiden, tapi institusi anti-rasuah itu tidak serta-merta berada di ujung telunjuknya,” ungkap Adhie

Lanjut Adhie, Ketua KPK Firli Bahuri yang kini di-nonaktifkan tampaknya lebih milih ngikuti irama tali yang diayunkan Megawati. Kisah nyata Ketum PDIP yang secara demonstratif mematut-matut dasi di leher Firli Bahuri di hadapan khalayak ramai saat acara kenegaraan di Senayan (16/8/23), menjadi indikasi kuat akan dugaan itu (dekat Megawati).

Ketika Agus Rahardjo (Ketua KPK 2015-2019) dibentak (Presiden) agar hentikan kasus e-KTP yang libatkan Setya Novanto tapi tidak digurbris, mungkin masih bisa ditoleransi. Sebab KPK ketika itu statusnya independen.

“Tapi sekarang kan KPK sudah dijaring masuk dalam rumpun eksekutif. Sedang pemimpin eksekutif tertinggi itu ya Presiden. Apa kata dunia jika ketua KPK tidak nurut sama Presiden? Ada apa dengan Firli Bahuri? Jadi benar dia orang Megawati?,” tukasnya

Kata Adhie, bukan urusan kita (rakyat biasa) untuk investigasi mencari kebenaran apakah Firli itu orang Megawati atau telunjuknya Presiden Widodo. Catatan pendek ini dibuat hanya agar kita tidak usah tanya kiri-kanan: “Kenapa Presiden harus bentak-bentak Ketua KPK?”

“KPK memang instrumen paling ampuh untuk bikin lawan politik lumpuh. Tapi juga bisa ampuh untuk bikin koalisi tetap utuh. Paham maksud kalimat ini?,” inbuhnya

Tapi kenapa Firli Bahuri banyak buang waktu, muter-muter nyari bukti, tidak lekas men-TSK-kan Anies Baswedan? Akibatnya, sekarang menjadi sandungan lumayan serius di ajang pilpres.

Adhie sebut “Kesalahan” Firli yang lain menyangkut laporang dugaan KKN Gibran dan Kaesang yang dilaporkan sohib saya Ubedilah Badrun

Lanjutnya, alih-alih ditutup dengan alasan tidak cukup bukti, eh KPK malah bikin info-grafis dan diagram skandal KKN dua anak Presiden itu. Seperti disodorkan sebagai ancaman. Akibat lainnya, Gibran dan Kaesang, dua anak muda yang bak meteor di langit politik nasional, tak bisa lepas dari kasus itu.

“Kalau begitu, berarti Firli Bahuri dikriminalisasi dengan tuduhan meras SYL itu, dong?,” ucapnya

Koordinator PIB ini mengemukakan kita tidak usah repot-repot nyari tahu apakah (tuduhan meras SYL) itu kriminalisasi atau diskriminasi. Sebab kalau tuduhan itu toh benar, tapi jika Ketua KPK non-aktif itu (masih) kesayangan Presiden, mungkinkah polisi, apalagi hanya setingkat Kapolda, berani men-TSK-kan Firli?

Adhie ungkapkan kunci untuk ungkap kasus (Firli Bahuri) ini bisa ditelusuri ke Boyamin Saiman, bos Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Kawan saya yang wong Solo ini desak Polri agar lekas menjarakan Firli Bahuri. Bisa saja dikabulkan.

“Toh beberapa pekan sebelumnya Arkaan dan Almas, dua anak Boyamin, minta kepada Mahkamah Konstitusi untuk ngabulkan permohonan mereka agar Gibran, anak Presiden Widodo, eh dikabulkan,” tandas adhie

“Akhirnya, lain lubuk lain ikannnya, lain yang berseteru lain pula korbannya.” pungkasnya. (Yoss)