Lesser Evil pada Pemilu 2024: Pilih yang Buruknya Paling Sedikit!
Oleh: WA Wicaksono
Storyteller, Analis Iklan dan Pencitraan
Pemilihan Presiden 2024 Indonesia semakin mendekati hari H, semakin terlihat siapa saja pasangan kontestan Pipres yang kreatif, yang cerdas, yang kaya, yang emosinal, yang sabar, yang sok, yang jumawa, yang berani, yang pendendam dan berbagai karakter kepemimpinan lainnya. Semua semakin terlihat dan terbuka seiring semakin aktifnya mereka berkampanye dan menjalani prosesi-prosesi Pemilu lainnya.
Di luar karakter masing-masing kandidat yang semakin terkuak, jika dicermati sebenarnya terlihat bahwa lanskap politik saat ini tidak terlalu berbeda dengan pemilihan sebelumnya, khususnya yang diadakan pada tahun 2019. Seperti temuan yang dikemukakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bertajuk“Jejaring Oligarki Tambang & Energi pada Pemilu 2024″ baru-baru ini diungkapkan bahwa sebenarnya para pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2024 sekarang, banyak yang memiliki latar belakang bisnis, dan sebagian besar tim pemenang mereka juga terdiri dari para pengusaha.
JATAM mengkhawatirkan bahwa hasil ritual pemilihan pemimpin bangsa setiap lima tahun ini nampaknya bisa tetap akan memperkuat cengkeraman oligarki, membuka jalan bagi pembajakan hukum, penjarahan sumber daya alam dan cadangan agraria, serta pengalihan dana publik untuk menjaga atau memperluas kekayaan mereka.
Dus, dalam situasi ini, konsep “Lesser of Evil” sekali lagi bisa menjadi pertimbangan penting bagi pemilih. Masyarakat pemilih harus dapat membedakan opsi mana yang memiliki dampak negatif paling kecil, serta pasangan capres dan cawapres mana yang terkait dengan kerugian terkecil.
Karenanya sebagai bekal untuk membuat keputusan ini, dapat diperhatikan pendukung yang nampak dibalik setiap pasangan capres dan cawapres yang berkontestasi, karena bisa jadi para pendukung inilah yang bisa mencerminkan nilai dan kepentingan dari para kandidat tersebut ketika nanti memenangkan pemilihan. Data lengkap bisa dilihat dilaporan Jatam ini.
Bagaimana dengan pasangan Capres Cawapres, Anies-Muhaimin?
Meskipun tidak terhubung secara langsung, masih terungkap bahwa sebagian besar tim kampanye mereka, baik dari partai politik maupun kelompok non-politik, memiliki keterkaitan dengan bisnis pertambangan dan energi. Keterkaitan tidak langsung ini menimbulkan kekhawatiran tentang pengaruh ekonomi potensial dalam ranah politik, menekankan perlunya kewaspadaan.
Lalu siapa di belakang Prabowo-Gibran?
Para pendukung pasangan ini tampaknya memiliki keterlibatan yang lebih besar di industri pertambangan. Bahkan Prabowo sendiri terlibat langsung, dan wakilnya, Gibran, bersama keluarganya, Kaesang dan bahkan Jokowi, memiliki afiliasi tidak langsung dengan perusahaan pertambangan. Skala keterlibatan dalam sektor ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi konflik kepentingan dan pengaruh kepentingan ekonomi dalam pembuatan kebijakan nanti jika mereka terpilih.
Bahkan Ganjar-Mahfud pun tak kalah keterlibatannya?
Meski tidak memiliki afiliasi langsung, ternyata tim kampanye Ganjar-Mahfud juga banyak terhubung dengan berbagai perusahaan pertambangan dan energi. Akibatnya potensi konflik kepentingan akan tetap ada, dan pemilih harus mempertimbangkan implikasi dari keterhubungan tersebut.
Dalam menerapkan konsep “Lesser of Evil”, warga harus mempertimbangkan dengan hati-hati dampak negatif potensial dari setiap pasangan calon. Menganalisis latar belakang dan afiliasi pendukung dapat menjadi titik referensi untuk menentukan opsi mana yang mungkin memiliki konsekuensi paling minim.
Tentu saja penilaian pertama harus dilakukan pada masing-masing kandidat yang berlaga. Bagaimana kecerdasan mereka dalam menawarkan konsep pemerintahan yang madani, bagaimana keberanian sikap mereka dalam memperjuangkan keadilan, bagaimana kepedulian mereka terhadap kebutuhan masyarakat, bagaimana peluang mereka untuk dijadikan boneka dan disetir oleh tokoh-tokoh yang ada di belakangnya dan berbagai karakter yang dimiliki masing-masing kontestan.
Selanjutnya barulah proses pengambilan keputusan melibatkan evaluasi yang tidak hanya dilakukan terhadap talenta kepemimpinan dan karakter sang kandidat semata, tetapi juga potensi konsekuensi dari hubungan dan afiliasi yang mendukung pencalonan mereka. Dalam sistem di mana pengaruh oligarki mendominasi, pemilih memainkan peran penting dalam memilih pemimpin yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat di atas kepentingan pribadi atau korporat. Pemilihan Presiden 2024 menjadi kesempatan bagi pemilih untuk menegaskan pengaruh mereka dalam mengarahkan bangsa menuju jalur yang mengutamakan keadilan, kesetaraan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Tabik.
Di HUT PDIP ke 52 Tidak Undang Presiden Prabowo, Syaiful Djarot: Ini Acara Sederhana
JAKARTASATU.COM-- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menggelar peringatan Hari Ulang...
Rayakan HUT PDIP Ke-52 Secara Sederhana, Hasto: Temanya "Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam’"
JAKARTASATU.COM-- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menggelar peringatan Hari Ulang...
JAKARTASATU.COM- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hari ini melakukan penyegelan pagar laut di peraitan Tangerang, Banten. Muhammadi Said Didu bersyukur atas hal itu tetapi...
JAKARTASATU.COM- Semua lembaga takut buka identitas pemagar laut di perairan Tangerang, Banten, sepanjang 30 km lebih disampaikan analis kebijakan publik, Muhammad Said Didu.
“Semua instansi...
Irjen TNI Gelar Coffee Morning Bersama Para Kolonel Jajaran Mabes TNI
JAKARTASATU.COM-- Irjen TNI Letjen TNI Muhammad Saleh Mustafa memberikan pengarahan pada acara coffee morning...