Oleh: imam wahyudi (iW)
“Seruan Padjadjaran” menggema ke seantero negeri. Saat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati. Sebuah seruan moral dari kampus terhadap sepak-terjang pemerintahan Jokowi. Disuarakan di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jl. Dipati Ukur 35 Bandung, Sabtu ini, 03 Februari 2024.
“Seruan Padjadjaran” sebagai sebuah petisi yang tengah bergulir. Mengkritisi distorsi demokrasi anak negeri kiwari. Bagai terinspirasi masa kejayaan Kerajaan Padjadjaran di Jawa Barat. Semangat Padjadjaran yang disandang universitas ternama sejak 1957.
Kali ini, sebuah seruan moral yang dihimpun civitas akademika Unpad. Meliputi 106 guru besar, dosen dan alumni serta lebih dari 1.000 mahasiswa. “Menandakan, seruan ini mendapat dukungan penuh dari civitas akademika,” kata Guru Besar Unpad, Prof. Susi Dwi Harijanti selalu ketua aksi.
Dalam pengantarnya, Susi mengatakan, “Seruan Padjadjaran” merupakan tanggungjawab dari kaum intelektual untuk merespons kondisi di tanah air tercinta Indonesia.
Seruan serupa dengan tajuk berbeda, berlangsung di sejumlah kampus perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Serentak menyuarakan koreksi terhadap pengebirian hak rakyat dalam berdemokrasi.
“Seruan Padjadjaran” sebagai sebuah petisi itu lahir, setelah akademisi Unpad mencermati dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional jelang Pemilu 2024. Civitas akademika Unpad melihat adanya ketidakpatutan dalam bernegara, pelanggaran etika, dan pencederaan nilai-nilai demokrasi hingga ketidaknetralan Jokowi sebagai presiden.
Petisi dibacakan Ketua Senat Unpad, Prof. Ganjar Kurnia yang juga mantan Rektor Unpad (2007-2015). “Seruan Padjadjaran” kepada semua kalangan untuk mendorong Presiden Jokowi, agar kembali kepada tugas-tugas pemerintahannya, yakni dengan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
“Peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi dan hukum belakangan ini adalah sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ucap Ganjar.
Beberapa hal sebagai tolok ukur menurunnya kualitas demokrasi, yakni Indeks Persepsi Korupsi yang semakin memburuk. Pun pelemahan KPK melalui penempatan pimpinan yang tidak amanah, penyusunan Omnibus Law sebagai pengaman investasi yang prosesnya jauh dari partisipasi publik. Hal lain adalah nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan dalam syarat capres-cawapres.
“Jokowi telah mengabaikan kualitas institusi dalam proses pembangunan kontemporer di Indonesia,” seru Ganjar.
Dalam bagian lain, disebutkan — kualitas institusi adalah pilar dari peningkatan kesejahteraan. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur fisik, tapi merusak tatanan — justru akan membuat mandeknya pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan dan peningkatan ketimpangan. “Praktik kuasa untuk melegitimasi kepentingan segelintir elit akan berdampak pada kegagalan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yang menjadi tujuan bernegara, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, alinea kedua.”
“Seruan Padjadjaran” menyebut, jika kemakmuran hanya satu saja dari empat hal yang dicita-citakan pendiri bangsa selain kemerdekaan, kebersatuan, kedaulatan, dan keadilan. Namun, peristiwa politik belakangan ini mengganggu kelima cita-cita para pendiri bangsa tersebut. “Terfokusnya kekuasaan secara elitis membuat kemakmuran belum dirasakan kebanyakan rakyat Indonesia,” ujar Prof Ganjar.
Petisi Unpad ditujukan untuk menyelamatkan negara hukum yang demokratis, beretika dan bermartabat.***