[Monash University] Heart Devices Research
[Monash University] Heart Devices Research

Dana Riset Kedokteran Masa Depan (MFFF) Australia hibahkan dana sebesar Rp 511 miliar kepada Monash University untuk mengembangkan perangkat jantung implan dengan durabilitas tinggi dan dapat mengurangi separuh angka kematian akibat gagal jantung.

JAKARTASATU.COM — Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara global yang merenggut sekitar 17,9 juta nyawa setiap tahunnya. Di Indonesia, 1 dari 10 orang menderita penyakit ini, dengan sekitar 651.481 orang meninggal setiap tahunnya. Kebiasaan tidak sehat seperti makan tidak teratur, merokok, dan kurang tidur meningkatkan risiko kardiovaskular di tengah masyarakat, dengan separuh pasien jantung menghadapi kematian mendadak karena penyumbatan pembuluh darah. Selain itu, COVID-19 meningkatkan risiko penyakit jantung atau stroke hingga satu tahun setelah terinfeksi, yang secara jelas menunjukkan adanya hubungan antara virus dan masalah jantung.
Bagi mereka yang menderita masalah jantung akut, perawatan di rumah sakit sering kali tidak terhindarkan. Beberapa bahkan memerlukan perangkat mekanis untuk membantu fungsi jantungnya. Namun, perangkat yang tersedia saat ini belum mampu meniru fungsi jantung alami secara optimal, meninggalkan pasien dengan risiko sesak napas bahkan saat melakukan aktivitas dengan intensitas sedang. Selain itu, transplantasi jantung yang mengubah hidup juga langka dan memerlukan masa tunggu 1 hingga 3 tahun karena kurangnya donor organ.
Namun, sebuah revolusi sedang berlangsung, dimana Monash University memimpin konsorsium penelitian interdisipliner untuk mengembangkan dan mengkomersialkan perangkat jantung implan terkini yang menjanjikan ketahanan, kemanjuran, dan solusi jangka panjang bagi pasien gagal jantung.
Menteri Kesehatan dan Perawatan Lansia Australia, Mark Butler, menyebut Dana Riset Kedokteran Masa Depan (MRFF) setempat telah menghibahkan dana sebesar AU$ 50 juta (setara Rp 500 miliar per kurs 5 Maret 2024) kepada Program Frontier Jantung Buatan pimpinan Monash University, yang berbasis di Pusat Penelitian Kardiovaskular Monash Alfred Baker di The Alfred, rumah sakit tertua dan tersibuk di Kota Melbourne, untuk pengembangan dan komersialisasi tiga perangkat jantung implan yang penting.
Apa yang membuat ketiga perangkat tersebut begitu unik? Memanfaatkan teknologi terdepan, seluruh perangkat penyelamat ini dapat meniru detak jantung alami secara otomatis, baik mempercepat atau memperlambat, sesuai kondisi fisik tubuh, menjadikannya solusi pengobatan pertama yang membantu pasien gagal jantung tetap aktif secara fisik, sehingga memungkinkan mereka menjalani kehidupan lebih normal. Dengan fokus untuk membantu menopang aktivitas sehari-hari sambil seraya mengurangi separuh angka kematian, ketiga perangkat ini menawarkan secercah harapan bagi mereka yang menderita gagal jantung.
Adapun detail dari masing-masing perangkat implan jantung (dari kiri-kanan) tersebut terdiri dari:
Pompa Mini. Berukuran sangat kecil, perangkat yang benar-benar baru ini ditanamkan di dalam jantung pasien yang telah mencapai risiko gagal jantung paling kronis.
Perangkat Bantuan Ventrikel Kiri (LVAD) jenis terbaru yang ditanam tepat di sebelah jantung untuk membantu memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh secara alami.
Jantung Buatan Penuh yang diproduksi bersama oleh Australia dan Amerika Serikat di bawah naungan BIVACOR sebagai pionir produksi implan jantung global.
Menurut Direktur Kardiologi The Alfred, Profesor David Kaye, rata-rata harapan hidup pasien gagal jantung kini serupa dengan pasien kanker, yakni sekitar lima tahun. “Gagal jantung adalah suatu kondisi kronis dan progresif di mana pasien menderita gejala-gejala yang melemahkan, termasuk sesak napas dan kelelahan terus-menerus, yang seringkali memerlukan rawat inap dengan dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien dan sistem kesehatan. Dengan memberikan respons fisiologis otomatis untuk pertama kalinya, seluruh perangkat tersebut akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan, memungkinkan mereka melakukan aktivitas standar sehari-hari tanpa sesak napas,” jelasnya.
Pemikiran serupa disampaikan oleh Wakil Rektor dan Presiden Monash University, Profesor Sharon Pickering, yang berujar, “Program Artificial Heart Frontiers menggarisbawahi komitmen Monash terhadap penelitian dan inovasi yang bertujuan untuk memberikan hasil yang nyata dan signifikan.”
“Hibah MRFF sebesar ini menjadi bukti kekuatan penelitian jantung dan ilmu teknik Monash yang terkemuka di dunia serta komitmen kami untuk bekerja sama dengan berbagai mitra penelitian, industri, pemerintahan, dan komunitas untuk mengatasi tantangan global,” lanjut Profesor Sharon.
Senada dengan kedua pernyataan di atas, Deputy Vice-Chancellor (Research) dan Senior Vice-President di Monash University, Rebekah Brown, menambahkan, “Proyek ini menunjukkan kekuatan penelitian dalam mendorong dan menghubungkan inovasi lintas disiplin akademis, organisasi, dan industri untuk menghasilkan dampak besar di dunia nyata, yang dalam hal ini adalah meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien gagal jantung.”
Lebih lanjut, Direktur Magister Kesehatan Masyarakat Monash University, Indonesia, Profesor Dragan Ilic, menyambut positif inisiatif ini dengan mengatakan, “Penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, namun masih banyak orang yang tidak menyadari fakta ini. Rangkaian perangkat jantung generasi terbaru dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan pasien gagal jantung. Dengan mengatasi masalah kesehatan yang krusial ini, kami optimis dapat berkontribusi memajukan ilmu kedokteran sekaligus membuka jalan menuju Indonesia yang lebih sehat dan tangguh.” |WAW-JAKSAT