Logo BIN (Foto/Bisnis.com)

Jakartasatu.com – Selama ini kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) dianggap terbatas sehingga diperlukan penambahan kewenangan namun dalam skala terbatas. Demikian disampaikan peneliti utama Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo dalam diskusi bertajuk “BIN dalam Bingkai Nawacita: Kenapa Wewenang BIN Harus Diperluas” di Cikini, Jakarta Pusat Rabu 7 September 2016.

Karyono menjelaskan yang dimaksud dengan penambangan kewenangan terbatas hanya untuk kasus-kasus tertentu dengan skala ancaman nasional yang membahayakan negara dan keselamatan pemimpin negara atau bentuk tindak pidana ekstrim semisal tindak pidana terorisme.

“Contoh, mengenai ledakan bom yang disebabkan oleh teroris, pihak BIN hanya melaporkan sebelum kejadian. Sementara ketika bom tersebut sudah meledak maka menjadi tanggung jawab Polri. Kami ingin dalam contoh ini perluasan kewenangan yang dimaksudkan adalah anggota BIN diperbolehkan untuk menangkap sementara kemudian menyerahkan ke Polri untuk proses pemeriksaan,” pungkas Karyono.
Peneliti senior ini menjelaskan, penambahan wewenang yang dimaksud sebagai memperkuat koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Kepolisian dan intelijen yang ada di bawahnya.
Saat ini, BIN dinilai hanya memberikan informasi yang seharusnya ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Sebaiknya jika tidak ada tindakan terkait laporan yang diberikan BIN, mereka bisa melakukan tindakan pengamanan dan diserahkan ke pihak kepolisian untuk diperiksa.

“Perlu ada penambahan kewenangan, tetapi terbatas. Koordinasi sangat lemah antara pihak Polri dan Badan Intelijen (Negara), kurang koordinasi, sehingga banyak kecolongan. Nah hal inilah yang harus diantisipasi dengan penambahan kewenangan terbatas,” demikian Karyono. (Bhd)