AKHLAK, BUMN, PERTAMINA & KONSER BRUNO MARS DI SINGPURA
INILAH yang saat ini terjadi di bumi Indonesia. Ada sebuah kasus yang penuh mengelikan sekaligus sangat kontroversi. Sebuah badan usaha negara dengan konsep yang baik yaitu Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif yang kalau dirajut menjadi AKHLAK dan inilah unsur ini membentuk fondasi nilai-nilai dan pilar utama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Hmmm Ideal memang… Tapi yang menjadi masalah adalah konsep aktivitas sehari-hari ini menjadi paradoks karena tak menjadi AKHLAK yang sebenarnya menyusul salah satu adab yang tak santun yaitu meludah.
Adalah orang ini bernama Arie Febriant  melakukan aksi tak beradab nalis tak berakhlak  bahkan tak terpuji yaitu meludahi perempuan pengemudi mobil. Dalam video yang menunjukkan ulah  Arie jadi viral di media sosial  bahkan dan menuai kecaman.
Kasus terjadi pegawai Pertamina juga bikin tak elok dimana memarkirkan mobilnya sembarangan saat  beli takjil di kawasan Masjid Darul Falah Petukangan Utara, Jakarta Selatan pada Jumat (5/4/2024).
Dalam video itu jelas hal  tak terpuji Arie sangat buruk wajar atau memnga selayaknya perbuatan  Arie yang punya jabatan  Assistant Manager Crude Oil Domestic Supply dipecat Pertamina. Memang Arie sendiri sempat mengunggah video permintaan maafnya di media sosial. Tapi apakah itu adab yang berAkhlak?
Yang menarik lagi ada kasus yang dianggap kecil dibandingkan dengan fenomena para penguasa, pejabat, politisi, dan tokoh-tokoh yang rela menjilat ludah sendiri demi keuntungan pribadi atau golongannya. Mereka tega mengkhianati amanah rakyat demi kepentingan sesaat, tanpa memikirkan dampak bagi bangsa dan negara dan seperti lupa bahwa dunia ini akan milik mereka saja. Media ini menulis bahwa  kasus-kasus ini menunjukkan betapa pentingnya mengedepankan adab dan akhlak dalam interaksi sehari-hari, terutama di era digital di mana segala tindakan dapat dengan mudah terekspose dan menjadi bahan perdebatan publik. Kehadiran media sosial menjadi cermin bagi individu dan institusi untuk mempertahankan integritas dan moralitas dalam setiap tindakan.
Lebih jauh lagi, kejadian ini juga menjadi refleksi atas fenomena yang lebih besar, yaitu ketidakadilan dan keseragaman dalam penegakan hukum dan norma-norma sosial. Dimana, seringkali, para tokoh publik, penguasa, pejabat, dan politisi lebih mudah membenarkan tindakan-tindakan yang seharusnya dihukum atau dikritik secara tegas, demi kepentingan pribadi atau golongan mereka.
Soal meludah kasus selebgram Indonesia Una Dembler di negara tetangga Singapura menunjukkan betapa sebuah tindakan sepele seperti meludah bisa memicu gelombang perdebatan yang luas, tidak hanya di media sosial tetapi juga dalam konteks hubungan antarbangsa. Kejadian ini membuka ruang diskusi mengenai adab dan akhlak, terutama bagi publik figur yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat.
Kasus Una Dembler yang meludahi penonton saat antri konser Bruno Mars di Singapura tersebut menjadi viral dan membuka kotak Pandora tentang kebiasaan buruk meludah. Denda meludah SGD 1.000 yang diterimanya bukan menjadi sorotan utama, melainkan perilaku tidak terpuji yang memalukan bangsa di mata dunia.
Alasan emosi karena dilempar nasi goreng pun tak diterima begitu saja oleh netizen, bahkan justru terkuak fakta lain tentang Una yang dituding berbohong dan sebenarnya dirinya telah menyerobot antrian. Waduh malu dong….!!!
Dari dua kasus ini kita lihat tentu saja perilakunya tersebut dianggap satu mencoreng citra perusahaan dengan slogan AKHLAK sebagai identitas corporate culture. Pertamina gitu loh….sebagai perusahaan BUMN yang terkena dampak buruk dan negatif dari perilaku karyawannya tersebut. Sudah bagus respons cepat dari Pertamina yaitu membebastugaskan karyawan tersebut serta permintaan maaf publik merupakan tindakan yang tepat untuk meredam kemarahan publik.
Hal kedua buruk bangsa ini atas ulah seorang tapi malu senegara karena meludah di negar orang malunya, tak beradab. Masalah ludah bukan hal sepele. Meludah adalah tindakan mengeluarkan ludah dari mulut tenggorokan dengan paksa atau sengaja untuk membuang segala fluida. Tindakan meludah  ini dianggap kasar dan merupakan tabu sosial di banyak bagian dunia, termasuk Barat.
Kasus-kasus ini menunjukkan betapa pentingnya mengedepankan adab dan akhlak dalam interaksi sehari-hari, terutama di era digital di mana segala tindakan dapat dengan mudah terekspose dan menjadi bahan perdebatan publik.
Media ini pun menulis bahwa  kasus ludah Una Dembler dan karyawan Pertamina menjadi cerminan betapa pentingnya membangun kesadaran akan adab dan akhlak di tengah arus informasi dan interaksi yang semakin kompleks. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan tugas bersama dalam menciptakan masyarakat yang lebih beradab dan berintegritas.
Kasus-kasus ini menjadi refleksi moral bagi kita semua. Bahwa meludah saja, baik secara literal maupun kiasan, adalah tindakan yang tidak terpuji dan dapat membawa dampak negatif. Lalu bagaimana dengan mereka yang secara vulgar seringkali menunjukkan perilaku seperti menjilat ludah sendiri? Tentunya hal ini akan terasa lebih menjijikkan.
Perilaku para penguasa, pejabat, politisi, dan tokoh yang menjilat ludah sendiri demi keuntungan pribadi lebih berbahaya daripada meludah secara literal. Sayangnya tak banyak yang mampu menyadarinya.
Dan yang menjadi kebiasaan buruk saat ini adalah meludah yang ditelan sendiri ini lebih banyak meski dia telah berujar dengan berbusa ludah.
Tapi sudahlah mereka sepertinya seakan lidahnya lupa bahkan menjadi alibi yang akut. Bukannya ini lebih bahaya selain secara fiisk meludah buruk tadi itu juga tak berkhlak dan tak baik dijadikan panutan. Tak bahaya tah… kalau bangsa ini tak belajar dari kasus yang sudah terjadi apa jadinya…. Tabik…!!!!(A)