EDITORIAL JAKARTASATU.COM: Anies di Downgrade
Eng Ing Eng………
Lembaran baru politik Anies Baswedan kini dipertaruhakan, ada yang berpandangan Anies tak bisa lepas dari politik yang harus terus berpolitik. Jalan Anies yang sangat terjal dan berliku ini — jika mau meyakinkan gerakan perubahan berjalan sustainability atau berkelanjutan– ia harus yang harus dihadapi tantangan. Dan Anies berjalan berat dalam politik yang menghadapi penguasa yang tak suka pada dirinya. Tak suka dalam artian dibelakang jika di depan nampaknya “pura-pura” seperti tak ada masalah. Begitu drama keadaannya. Dramaturginya yang terjadi memang demikian. Karena Ada kekuatan topangan oligarki yang tak terbendung, permainan ini di negeri bernama Indonesia sedang dalam gengaman yang asyik dimainkan rejim yang tak peduli demokrasi. Semua diterabas dan merasa paling kuasa dan jagoan.
Hmmm seorang pengamat politik yang juga pendukung Anies bahkan mendorong Anies agar turba alias turun ke bawah atau kita sebut sebagai Downgrade. Dengan menDowngrade itu ia merinci alasannya agar Anies harus mau ke jilid dua pimpin Provinsi Jakarta. Penuh catatan dan alibi agar Anies untuk pimpin Jakarta kembali adalah semacam ujian dan akan matangkan Anies agar jadi bekal dan maju lagi di Pilpres tahun 2029 nanti dan berlaga.
Apa Anies Mau?
Sholihin MS Pemerhati Sosial dan Politik dari Bandung lebih jenius dan beda pengamat tadi ia melihat, jika saja para pemimpin dan elit-elit negeri ini lebih peduli kepada kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat, tidak egois dan ambisius terhadap jabatan dan kekuasaan, niscaya Indonesia akan keluar krisis multidimensi dan bakal segera menjadi negara yang maju, perekonomian tumbuh dengan baik, negara akan adil, aman dan sentosa, dan rakyat pun makmur dan sejahtera. Nah kelas Anies itu levelnya bukan lagi menteri apalagi Gubernur.
“Tantangan yang harus dihadapi Anies begitu berat, selain harus menghadapi penguasa zalim topangan oligarki taipan dan China komunis yang terus ingin “mematikan” kiprahnya, juga harus menghadapi partai-partai pendukungnya yang lebih berorientasi jabatan, kekuasaan, dan mengalirnya pundi-pundi untuk partai,”tulis Sholihin MS.
Ditambahkan bisa dimaklumi kalau partai-partai pengusungnya lebih berorientasi pragmatis karena berkaitan dengan keberlanjutan kehidupan partai. Barangkali akan begitu banyak badai jika partai harus beroposisi, sehingga tujuan dan filosofi partai bukan lagi berjuang untuk rakyat, tapi demi “mengamankan” partainya dari bidikan penguasa yang imbasnya keberlangsungan partai bakal terganggu.
Pertanyaan selanjutnya PKS juga akan mengambil langkah yang sama dengan Nasdem dan PKB ? Jika ya, berarti Anies memang harus berjuang sendiri.
Banyaknya para pendukung setia Anies yang mengusulkan agar dibentuk ormas, partai politik, ada yang mengusulkan gabung Prabowo-Gibran ada yang mengusulkan Anies kembali jadi Gubernur DKI, dan banyak yang mengusulkan Anies hanya membentuk Gerakan Perubahan saja.
Semua usulan itu tentu baik yang dilandasi karena kecintaan para pendukung kepada Anies. Anies sendiri harus sangat berhati-hati dalam mengambil setiap opsi, karena kalau salah pilih bisa jadi bumerang dan menjatuhkan reputasi Anies.
Catatan Editorial JAKARTASATU.COM malah melihat jika Anies mau ikut di Pilgub Jakarta ini sangat ngeri. Apalagi jika Anies keok alias kalah maka sirna dan pupuskan panggung politik Anies.
Disana ada banyak relawan masih tunggu Anies arahnya kemana, bukan sekadar tunggu aba-aba. Tapi arahan pun terus diharapkan kemana akan bergerak roda ini untuk dikayuh.
Apa akan ada sesuatu yang baru dan semua menunggu Anies bergerak? Dikabarkan pada hari ini (7 Mei) Anies akan mensyukuri miladnya yang ke 55 tahun di rumahnya. Kira-kira apa yang akan jadi opsi dari seorang Anies Baswedan atas gerakan perubahan bangsa ini? Tabik…
(ame/jaksat)