Pemerhati Pendidikan: PPDB Zonasi Merupakan Bencana Bonus Demografi
JAKARTASATU.COM— Pemerhati Pemdidikan Indra Charismiadji mengatakan apakah saat ini PPDB Zonasi merupakan salah satu yang sedang mengancam bonus demografi?. Bukan. Bukan mengancam malah bencana atau petaka demografi. Bisa dilihat dari bulan capital index 2020 sebelum pandemi anak SMA kelas XI itu sebetulnya setara dengan kemampuan anak SD kelas 6 ditingkat dunia.
Indra berikan contoh pada saat Pandemi, turun lagi 11 bulan kemampuannya. Bagaimana mau bicara bonus demografi , kalau manusia kita tidak terdidik.
Indra menceritakan ketika ada undangan seperti di ruangan Media DPR perwakilan dari Kemendikbud tidak pernah ada yang hadir. Padahal karyawan kementerian Pendidikan kebudayaan dibiayai oleh pajak kita sebanyak 125 orang, masa ngirim 1 orang aja ngga bisa untuk mewakili mereka? Untuk menjelaskan apa yang telah dibuat dan mana pertanggungan jawabnya. Bicara tentang pertanggung jawaban pejabat publik. Apalagi progran Presiden membangun SDM Unggul. Unggul dari mana ?
“Menurut saya yang salah bukan aturan PPDB Zonasi tetapi yang salah itu pemerintah tidak melaksanakan kewajiban konstitusionalnya,” kata Indra saat dihubungi wartawan Jakartasatu, Selasa (14/5/2024).
Dan kesalahan kita kata Indra, sebagai rakyat termasuk wakil-wakil rakyat tidak pernah menuntut pemerintah untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya pasal 31 ayat 2 UUD 45 setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.
“Sederhana kan. jadi tugas pemerintah menyiapkan sekolah yang cukup, bangku yang cukup dan memastikan semua biaya ditanggung pemerintah melalui pajak kita,” jelasnya.
“Kan kita 7 tahun ribut urusan PPDB zonasi karena bangku sekolahnya ngga cukup. Kan cuma itu,” imbuh Indra.
Pemerintah lebih suka bangun kereta cepat, bangun IKN, ngurusin rumput, bangun patung dari pada bangun sekolah. Padahal bangun sekolah kewajiban konstitusi.
Kecuali konstitusinya mau diganti, kan kudu diperbaharui dulu baru mengerjakan yang lain. Saya Tidak mau mengatakan kalau infrastruktur yang dibangun pemerintah itu buruk , bukan. Tetapi penuhi dulu tugas konstiruaionalnya. Kalau tidak dipenuhin berarti pemerintahnya inkonstitusional. Simple. Kan cara berfikirnya.
Indra mengatakan dari level orang KEMENDIKBUD, orang BAPENNAS sampai Presiden, kapan sih akan melaksanakan kewajiban pasal 31 ayat 2 ? Pasti ngga ada yang bisa jawab? Karena apa? Karena ngga ada perencanaan.
Indra mengacu dalam draf RPJPN 2024 dan 2045 tidak ada tentang pembangunan sekolah yang cukup untuk semua anak ditambah lagi pelanggaran konstitusi pasal 31 ayat 3 bunyinya adalah pemerintah mengupayakan satu sistem pendidikan, satu sistem.
“Tapi coba lihat apa yang terjadi sekarang, pemerintah pusat urusan PPDB nih akan menyalahkan pemerintah daerah. Pemerintah daerah koordinasinya sama Kemendagri. Kemendagri mitranya sama Komisi II. Kemendikbud Ristek mitranya dengan komisi X. Itu satu sistem apa multi sistem?,” tutur Indra.
“Pengawasannya sudah berbeda, yang satu komisi II, satunya komisi X. Madrasah dibawah Kemenag, mitranya Komisi VIII. Yang bangun sekolah tugasnya sekarang Kementerian PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia), PUPR dengan Komisi V. Nah kan sudah beda lagi,” terangnya.
Tambah Indra, tapi konstitusi bilangnya punya satu sistem. Nah itu sudah melanggar lagi. Dan hal itu kita biarkan makanya kacau.
“642 triliun anggaran APBN Pendidikan ngga pernah jelas, larinya kemana, bikin sekolah juga ngga. Sementara kita selalu kekurangan sekolah. Akhirnya membuat anak-anak mentalnya rusak, karena diajarin cara korupsi mulai dari SD sampai SDM unggul,” bener Indra.
“Jadi bayar ya, kalau mau masuk sekolah bayar ya. Jadi apakah ini bangsa yang cerdas kalau buat sekolah yang gratis dia harus bayar 16 juta. Pintar ga ga tuh,” tandasnya. (Yoss)