JAKARTASATU.COM– Ketum KSPSI Jumhur Hidayat menegaskan bahwa aksi massa pada hari ini, Kamis (27/6/2024), di Kemenkeu, Jakarta Pusat, menolak kehadiran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Kami minta bukan ditunda, namun agar dicabut,” orasinya.
Permintaan dicabut, bukan ditunda ini karena di antaranya tidak adanya pengontrol jelas jika dana masyarakat terkumpul. Sedangkan, dalam hitunga-hitungan buruh, dana bisa terkumpul itu bisa mencapai 100 triliun.
“Tidak ada yang mengontrol. Tidak jelas siapa manajemennya,” kata dia.
Tapera akan dikenakan ke buruh pekerja mandiri, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri itu sebesar 3 persen.
Jumhur kemudian menyinggung apa yang dilakukan pemerintah tidak memiliki perencanaan ekonomi dan APBN yang baik, sehingga kata dia, ketika pemerintah membutuhkan dana dan tidak dapat menarik utang maka berupaya mendapatkan dana dari masyarakat.
“Begitu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) jebol tidak punya uang pinjam ke uang luar negeri atau ke masyarakat, yang paling gampang ambil uang rakyatnya,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Jumhur juga khawatir dana yang dihasilkan Tapera berpotensi disalahgunakan, seperti yang terjadi di kasus Asabri dan Jiwasraya.
“Buruh, pekerja mandiri, akan dipotong puluhan tahun dan tidak jelas uang itu kemana,” tegasnya.
KSPSI tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dalam aksi di Kemenkeu. Hadir ribuan pada aksi itu. (RIS)