JAKARTASATU.COM– Kelompok Masyarakat yang tergabung di dalam Indonesia Zakat Watch (IZW) uji materiel Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materiel telah diajukan oleh IZW, disebut merupakan inisiatif masyarakat sipil untuk dapat ikut serta mengawasi pelaksanaan tata kelola zakat di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Barman Wahidatan Anjar, selaku Koordinator IZW, dalam keterangan tertulisnya yang diterbitkan pada Kamis (25/7/2024) kepada media.
Uji materiel ini, kata dia, merupakan upaya kedua kalinya dalam upaya memperbaiki tata kelola zakat dan melindungi hak konstitusional warga negara dalam mengelola zakat.
IZW menilai keberadaan dari permohonan ini merupakan bentuk konkret dari keterlibatan masyarakat sipil dalam memastikan pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan akuntabel.
“Permohonan ini merupakan bentuk kepedulian yang diberikan oleh masyarakat sipil terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan zakat di Indonesia agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat luas,” jelas Barman.
Ketua Tim Hukum IZW Evi Risna Yanti menguraikan kerugian konstitusional yang terjadi dalam UU Zakat.
“Timbul karena superioritas BAZNAS sebagai lembaga negara di bidang pengelolaan zakat. Superioritas ini muncul sebagai akibat kewenangan BAZNAS bersifat multi peran dengan menjadi auditor dan regulator yang merangkap sebagai operator,” kata dia, dalam keterangan yang sama.
Kewenangan BAZNAS yang berbagai macam itu kata dia mulai dari operator, regulator, dan auditor, yang dianggapnya tentu menimbulkan ketidakadilan di tengah LAZ sebagai pengelola zakat karena BAZNAS menjadi superbody dalam pengelolaan zakat.
Evi menambahkan bahwa praktik implementasi UUPZ selama lebih dari 10 tahun telah menunjukkan banyak potensi kerugian konstitusional warga negara dalam mengelola zakat.
“Semisal, adanya dugaan praktik pembedaan perlakuan pengurusan izin organisasi pengelola zakat berbasis karyawan terafiliasi perusahaan swasta dan/atau BUMN,” ungkapnya.
Dalam hal ini, lembaga zakat yang bersangkutan mengalami kesulitan dalam memperoleh izin rekomendasi dari BAZNAS dan Kementerian Agama.
Hal ini kata dia tidak hanya merugikan hak mustahik dan muzakki semata, namun lebih lanjut, pengelola lembaga zakat tersebut berpotensi mengalami kriminalisasi pidana.
“Terdapat 11 Pasal dari 43 pasal yang diuji dalam permohonan ini. Jumlah yang banyak ini menggambarkan bahwa undang-undang ini sudah bermasalah secara sistemik dan seyogyanya perlu untuk diubah secara keseluruhan. Permohonan ini menggambarkan bahwa perubahan dari UU ini perlu dilakukan yang salah satu cara mendorong pelaksanaannya adalah melalui revisi dari undang-undang ini,” tutur Evi.
Keberadaan BAZNAS yang secara langsung melakukan proses pengelolaan zakat tidak hanya bermasalah secara sosiologis dalam perspektif masyarakat pengelola zakat semata karena proses pengelolaan zakat juga bermasalah secara filosofis.
Permasalahan ini muncul karena pengelolaan zakat menyimpangi pemahaman mengenai relasi antara hubungan agama dengan negara sebagaimana penafsiran MK mengenai penerapan pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam UU Perkawinan.
“Dalam UU Perkawinan, MK menafsirkan bahwa relasi antara negara dan agama bersifat simbiosis mutualisme di mana negara tidak ikut campur secara langsung pada pelaksanaan perkawinan sebagai ibadah. Sedangkan, keberadaan BAZNAS mencerminkan kehadiran negara secara konkret dalam pelaksanaan ibadah yang mana mengubah hubungan antara negara dan agama menjadi integralistik,” kata Zamzam Aqbil Raziqin selaku tim kuasa Hukum.
Berbagai usulan penghapusan maupun penyesuaian yang diajukan dalam permohonan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pemohon untuk menciptakan keadilan dalam pengelolaan zakat di Indonesia.
Keadilan yang dimaksud adalah hadirnya kesetaraan dalam playing field dalam pengelolaan zakat di Indonesia, baik bagi BAZNAS sebagai representasi negara dalam urusan pengelolaan zakat maupun LAZ yang hadir sebagai inisiatif masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan zakat.
Dengan demikian, kesetaraan posisi antara BAZNAS dan LAZ dapat memaksimalkan potensinya dalam mewadahi tingginya semangat filantropi masyarakat Indonesia yang merupakan negara paling dermawan di dunia.
Secara garis besar, tujuan dari uji materiil UUPZ adalah pertama, melindungi hak konstitusional warga negara dalam mengelola zakat secara mandiri dan profesional dengan menghilangkan pasal pemidanaan zakat terkait pengelolaan zakat tanpa izin pejabat berwenang.
“IZW mendorong persoalan administrasi perizinan dapat menggunakan pendekatan edukasi, literasi, serta pemudahaan birokrasi perizinan LAZ di Kementerian Agama.”
Kedua adalah, tata kelola zakat yang lebih baik dengan mendorong BAZNAS yang lebih fokus pada fungsi koordinator dan regulator.
“Dalam hal ini, IZW mengajukan permohonan uji materiil terkait fungsi operator (mengumpulkan dan menyalurkan) BAZNAS dapat dihilangkan.”
Ketiga atau terakhir, IZW juga meminta pasal terkait pemberian rekomendasi BAZNAS dalam perizinan lembaga amil zakat dapat dihilangkan dikarenakan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan no. 86/PUU-X/2012. (RIS)