Joko Widodo Direkayasa Menjadi Pemimpin “Boneka Oligarki”?
By Bob Randilawe, JALA Institute
Sejak awal karir politiknya, Joko Widodo atau Jokowi diduga direkayasa untuk menjadi pemimpin “boneka” yang dikendalikan oleh oligarki. Analisis ini mengungkap sejumlah fakta dan tokoh yang berperan dalam perjalanan politik Jokowi dari Walikota Solo hingga Presiden Republik Indonesia.
Awal Mula Rekayasa Politik
Kapabilitas Jokowi sebagai pemimpin nasional sering dipertanyakan. Peran penting dalam mendukung dan mengorbitkan karir politiknya dimainkan oleh Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan. Pengaruh Megawati sangat kuat di Jawa Tengah, terutama di Solo.
Pada tahun 2005, Jokowi yang saat itu berprofesi sebagai pengusaha furnitur, didukung oleh Megawati untuk mencalonkan diri sebagai Walikota Solo. Kemenangannya membuka jalan bagi Luhut Binsar Pandjaitan, seorang pengusaha dan politikus, untuk mendekati Jokowi. Luhut bersama Gibran Rakabuming Raka (putra Jokowi) dan Bambang (sahabat Jokowi) mendirikan PT. Rakabu Sejahtera, perusahaan yang diduga menjadi alat untuk mendukung finansial dan strategi politik Jokowi.
Peran Hendropriyono dan Operasi Intelijen
Selain Luhut, tokoh penting lainnya yang terlibat dalam rekayasa politik ini adalah A.M. Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Hendropriyono diduga berperan dalam menghapus jejak keluarga Jokowi yang konon memiliki keterkaitan dengan Gerakan 30 September (Gestapu) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tuduhan ini mencuat dari berbagai spekulasi yang tidak pernah terbukti secara resmi, namun tetap menjadi bagian dari narasi politik yang dibentuk untuk mengamankan posisi Jokowi.
Dari Solo, Jakarta dan Istana
Setelah berhasil memimpin Solo, Jokowi diorbitkan menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai wakilnya. Kemenangan ini semakin memperkuat dugaan adanya dukungan kuat dari para taipan yang menginginkan kepemimpinan yang bisa dikendalikan.
Belum selesai masa jabatannya sebagai Gubernur DKI, Jokowi didorong untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2014. Dengan dukungan penuh dari PDI Perjuangan dan koalisi partai politik lainnya seperti Golkar, PKB, dan PPP, Jokowi memenangkan pemilihan melawan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Kemenangan ini semakin mengukuhkan posisi para oligarki yang dikatakan berada di balik pemerintahan Jokowi, dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai operator utama.
Dominasi Oligarki dan Masa Depan Demokrasi
Pemerintahan Jokowi sejak awal diduga dikendalikan oleh oligarki yang terdiri dari para pengusaha dan politisi berpengaruh. Mereka memanfaatkan jaringan politik dan kekuasaan untuk mempertahankan kendali atas kebijakan negara. Koalisi besar yang dipimpin oleh PDI Perjuangan, dengan dukungan dari partai-partai lain, menguasai legislatif dan eksekutif, menciptakan dominasi politik yang sulit ditandingi.
Konstelasi Politik Baru Paska Pilpres 2024
Paska pilpres 2024, terjadi reposisi yang signifikan di perpolitikan nasional dimana nampak secara kasat mata adanya polarisasi dan simpang jalan antara Jokowi (beserta keluarganya) dan Megawati dan PDIP beserta simpatisannya. Simpang jalan tersebut tercermin dari pertarungan di MK dimana 3 hakim MK memberikan “dicenting opinion” atas putusan pelanggaran etik ketua MK yang mengubah batas usia calon wapres.
Bahkan, tokoh PDIP, Prof Gayus Lumbuun, menggugat ke PTUN masalah putusan MK soal batas usia wapres tersebut dan ada kemungkinan dimenangkan oleh PTUN.
Barangkali Megawati dan PDIP sudah berhitung matang, untuk lebih baik bersimpang jalan dengan Jokowi, yang sudah “bersetubuh” dengan oligarki (taipan) dan akan semakin terjerembab lebih dalam. Walau harus dijalan sepi dan beroposisi. Atau dengan bahasa halusnya, berada diluar pemerintahan.
Meski banyak juga pihak yang mempertanyakan pilihan Megawati yang akan berdiri diluar pemerintahan dan bersimpang dengan Jokowi akibat “kalah” pilpres. Sesuatu yang mungkin tidak ideologis.
Data Fakta:
2005: Jokowi terpilih sebagai Walikota Solo dengan dukungan PDI Perjuangan.
2010: PT. Rakabu Sejahtera didirikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Gibran Rakabuming Raka, dan Bambang.
2012: Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta bersama Ahok.
2014: Jokowi memenangkan Pemilihan Presiden melawan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa.
Sumber:
1. “Jokowi’s Rise from Furniture Seller to Indonesia’s President,” BBC News, 20 Oktober 2014.
2. “Inside Jokowi’s Cabinet: Who Are Indonesia’s New Ministers?” The Diplomat, 27 Oktober 2014.
3. “Luhut Pandjaitan: The President’s Most Trusted Minister,” The Jakarta Post, 17 Januari 2017.