Foto: Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof Susi Dwi Harijanti, dok. hukumonline

JAKARTASATU.COM– Dua faktor kaum intelektual (harus) turun ketika melihat, merasakan, kondisi-kondisi bangsa dan negara yang tak bisa lagi ditolerir diungkap Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof Susi Dwi Harijanti.

Pertama kata dia adalah karena merupakan tradisi.

Ia kemudian mencontohkan peran, sepak terjang founding father seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir (mereka adalah kaum intelektual) yang berkontribusi pada kemerdekaan Indonesia.

“Kita enggak mungkin menikmati kemerdekaan tanpa kontribusi mereka. Itu yang pertama, karena memang sudah menjadi tradisi. Tradisi bahwa kaum intelektual ini akan turun ketika kondisi-kondisi itu sudah tidak bisa lagi ditolerir,” terang Prof Susi Dwi Harijanti saat interview dengan salah satu media, dilihat jakartasatu.com, Selasa (30/7/2024).

Adapun kedua kata Prof Susi Dwi Harijanti kaum intelektual turun karena melihat bahwa masyarakat itu berada pada situasi yang weak atau lemah dan powerless atau tidak berdaya.

“Jadi itu adalah dua hal utama kenapa pada akhirnya para universitas ini turun semua. Pertama adalah tradisi dan yang kedua kami melihat masyarakat itu lemah. Masyarakat tidak berdaya menghadapi semua tekanan-tekanan ini,” terangnya tambah.

Menurut Prof Susi Dwi Harijanti, hal di atas adalah sebagai bentuk tanggung jawab dari kaum intelektual—harus turun, harus membersamai, harus melakukan pemihakan-pemihakan, terutama ketika masyarakat pada situasi lemah dan tidak berdaya.

“Oleh karena itu, jangan kemudian apa yang kami katakan ini selalu dipandang sebagai noise buat penguasa. Kami katakan, kami tidak lunya kepentingan apa pun terhadap politik, terhadap elektoral. Kami tidak punya kepentingan. Kami tidak punya urusan dengan itu!” tegasnya.

“Tapi kami punya urusan ketika etika, moralitas, itu sudah dihancurkan di mana-man,” imbuh Prof Susi Dwi Harijanti. (RIS)