SKETSA PILKADA SERENTAK (4): DANI RAMDAN “KEUKEUH” DAN DITENGARAI “CURI START”
Catatan: Imam Wahyudi (iW)
AMBIGU versus ambivalen. Peraturan tak tuntas dan tegak lurus. Malah membuka ruang abu-abu. Sisi ambigu yang potensial dimanipulasi prilaku ambivalen. Dua sisi yang dalam praktiknya kerap seiring sejalan. Tanpa ragu dan malu.
Dalam hal agenda Pilkada Serentak 2024, serentak pula semua kepala daerah (kepda) harus meletakkan jabatan. Seiring itu serentak lainnya, pengangkatan penjabat (Pj) di seluruh jenjang pemerintahan daerah. Untuk mengisi kekosongan kepda yang habis (dan atau harus berhenti) masa jabatannya. Meliputi gubernur, wali kota dan bupati seluruh negeri.
Disebutkan, para penjabat (Pj) kepda tidak bisa maju dalam Pilkada 2024. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf q Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Begitulah pemahaman umum dan semangat ini mestinya berkelanjutan.
Tidak bisa maju atau frasa lain sebagai larangan. Bersifat tegak lurus dengan maksud tujuan pemberlakuan undang-undang. Tentu, agar tidak ada conflict of interest (konflik kepentingan -pen). Benturan kepentingan pribadi dangan tanggungjawabnya dalam posisi kepercayaan (baca : Penjabat/Pj. Kepda).
Apa lacur, sejumlah Pj. Kepda mengundurkan diri dan lanjut ikut kontestasi pilkada. Tentu, di daerah tempatnya menjadi Pj. Pendek kata “tinggal melanjutkan”. Praktis mengangkangi asas fair play yang seharusnya dijunjung tinggi bersama. Mengabaikan sisi kepatutan dan aspek etik berdemokrasi. Mestinya pula malu dan memalukan.
Pj. Bupati Bekasi, Dani Ramdan (54) menyatakan mundur dari jabatan itu per 15 Juli 2024. Dani yang juga Kepala BPBD Jabar, praktis undur diri sebagai aparat sipil negara (ASN). Rasanya sudah matang kalkulasi. Terlebih sudah sejak lama santer kabar bakal ikut kontestasi pilkada di Kabupaten Bekasi. Di titik ini soalnya, yang memicu diskusi warung kopi.
Masa jabatan (baca: penugasan) Penjabat Kepda berlaku satu tahun. Dani ditugaskan mulai 22 Mei 2022. Diperpanjang untuk setahun lanjutan sejak 22 Mei 2023. Penugasan kedua itu mestinya berakhir 22 Mei 2024. Tapi diperpanjang lagi. Sampai di sini, SK Mendagri tertanggal 22 Mei 2024 itu seolah hendak menjawab teka-teki sebelumnya. Bahwa Dani urung mencalonkan dalam pilkada. Apa yang terjadi hampir dua bulan berikutnya. Ia justru membuat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan Pj. Bupati Bekasi per 15 Juli 2024. Mengagetkan! Terkesan “mempermainkan petugas”. Dia keukeuh mau ikut kontestasi pilkada Kabupaten Bekasi.
Memang, tak ada larangan. Demikian pula dilakukan lima sekretaris daerah. Meliputi Kota Tasikmalaya (Ivan Dickson), Kab. Majalengka (Eman Suherman), Kab. Kuningan (Dian Rahmat Yanuar), Kota Depok (Supian Suri) dan Kota Cimahi (Dikdik S. Nugrahawan). Hal berbeda yang ditempuh Dani Ramdan selaku Pj. Bupati Bekasi.
Tak semata dalam rangka “menjamin hak semua warga negara”. Menyusul Surat Edaran Mendagri tertanggal 16 Mei 2024, bahkan ketika tahapan Pilkada sudah berlangsung. Bahwa pendaftaran pasangan calon dijadualkan 21-29 Agustus 2024. Di sinilah letak ambigu peraturan pilkada, yang tak melulu mengacu Undang-undang 10/2016. Dengan kata lain, telah terjadi “kekisruhan dalam aturan.”
Ahli Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Febrian, SH, MS mengatakan, tidak ada larangan terhadap Pj. Kepda maju dalam Pilkada 2024. Namun adanya ketentuan lain, bahwa Pj. boleh mundur untuk ikut pilkada — juga akan membuat repot pemerintah.
Curi Start
Penjabat atau Pj. adalah “seseorang yang melaksanakan jabatan orang lain untuk sementara waktu.” Jabatan itu berlaku selama setahun.
Dani Ramdan praktis selama dua tahun dua bulan sebagai Pj. Bupati Bekasi. Bukan produk daulat rakyat. Setara hampir separuh masa jabatan (definitif) hasil pilkada yang “cuma” lima tahun. Selama kurun itu, apa pun dimungkinkan bisa dan dapat dilakukan sang Pj. Apalagi sikap ambivalen atas aturan main yang cenderung ambigu.
Dani keukeuh ikut kontestasi. Sejalan conflict of interest_ secara terukur selama kurun itu. Tak kecuali, memboyong kroni dari base camp awal untuk membangun kekuatan dukungan akar rumput. Antara lain menukik ke simpul warga, komunitas formal hingga informal leader. Tanpa antara lain itu, omong kosong berani mencalonkan diri. Mendadak lupa, bahwa Penjabat atau Pj. itu dibingkai “yang melaksanakan jabatan orang lain untuk sementara waktu.”
Kroni yang tidak melulu bagian dari pemangku kepentingan di Kabupaten Bekasi, berbagi peran serupa try and error. Iseng-iseng berhadiah menuju evaluasi dan keputusan akhir. Sejumlah kroni, ditengarai pula bertindak sebagai operator kebijakan, kegiatan dan anggaran yang bersumber dari APBD. Operator sekaligus LO Liaison officer (LO) yang memfasilitasi komunikasi dan atau kepentingan antarpihak di lingkungan pemkab. Pun sinerjitas peran bohir sebagai sumber dana dan ijon garapan proyek maupun nonproyek (atau ranah politis).
Bersamaan itu secara berkelanjutan, para operator tadi menikmati pansos yang menjamin peningkatan taraf hidup (ekonomi). Tak sebatas dukungan mobilitas dengan unit kendaraan keluaran anyar. Pun berlanjut pada aset properti. Cenderung menghamba pada kekuasaan (materi). Berjarak dengan peningkatan kesejahteraan rakyat yang bernasib sial sebagai etalasenya.
Kuat dugaan, Dani dalam kapasitas Pj. Bupati Bekasi melakukan manuver politik pilkada. Bersetubuh di sekujur grey area aturan main yang tak berdaya menyiratkan klausul larangan. Pada gilirannya, dapat diklasifikasi sebagai “curi start” kampanye pilkada. Bila itu adanya, maka dapat dikategorikan “merugikan” para calon pesaing dan lainnya. Calon pesaing yang dipaksa “tiarap” selama masa transisi itu. Tak kecuali bagi para kepda umumnya yang kadung dipangkas masa jabatan sebelum berakhir.
Saat menerima SK Mendagri perpanjangan ke-dua (jabatan ketiga -pen) di Gedung Pakuan, Bandung, 23 Mei 2024 — Dani berjanji akan langsung melanjutkan program yang tengah berjalan untuk dituntaskan. Utamanya program strategis Kabupaten Bekasi. Karuan publik berprasangka baik, bahwa Dani urung ikut berkompetisi.
Bayangkan dua tahun tanpa legitimasi rakyat (baca: pemilu), tapi seolah punya “kesetaraan” jabatan hasil pemilu. Kiranya telah terjadi moral hazard. Suatu prilaku tidak jujur atau karakter merusak yang memicu timbulnya kerugian bagi lembaga pemerintahan daerah dan rakyatnya. Salah satu dampak utama dari _moral hazard_ adalah korupsi.
Jauh sebelum penulis merilis catatan di atas, Direktur Center of Budget Analysis (CBA) — Uchock Sky Kadafi sudah lebih dulu membuat sinyalemen sengkarut dan koruptif di masa transisi kepda Kabupaten Bekasi. Baru dua analisis yang dipapar lewat diskusi bulanan antarpemred media di Jakarta, awal Mei lalu. Meliputi proyek pembangunan arena (lapangan) squash serta pengadaan aquarium di rumah dinas dan kantor trio pimpinan Kabupaten Bekasi.
Proyek lapangan tenis dinding itu bernilai Rp 43 miliar. Direka dalam tiga tahap per tahun anggaran. Mulai 2022 senilai Rp 15,4 M, lanjut 2023 sejumlah Rp 8,7 M dan terakhir dengan nilai Rp 19 M. Ditengarai proses lelang aneh dengan pelaksana yang dipaksakan menang. Karuan melanggar Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Pihak CBA tengah berkoordinasi dengan KPK untuk dilakukan proses penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi itu.
Dani Ramdan yang keukeuh turun gelanggang pilkada, diduga kalkulasi bakal menang. Dukungan politik koalisi dan kesiapan “akar rumput” menguatkan pertimbangan. Maka catatan penulis ini bisa jadi sajian publikasi gratis. Kemenangan (mungkin saja) bisa diraih, seiring tapak jejak akan menyertai perjalanan kepemimpinan Kabupaten Bekasi nanti. ***
– jurnalis senior di bandung.