Menimbang Risalah Kealpaan

Oleh: Taufan S. Chandranegara, praktisi seni, penulis.

Menimbang Risalah Kealpaan. Tapi, itulah mungkin, habitat dari amuba korupsi, meskipun diserang batuk rejan tetap melambaikan tangan dari dalam laci-laci. Ya sudah, lantas mau apa lagi. Mau bagaimana lagi. Salam hari baik saudaraku.

***

Kritik kadang-kadang terkesan membosankan, karena dari itu ke itu lagi. Lantas pripun? Kritik diperlukan atau tidak? Untuk keseimbangan keimanan.

Semisal, menyoal korupsi tak habis-habis dimakan zaman. Ketika perilaku koruptor gigantik tetap bergulir, kejar mengejar seolah-olah main petak umpet. Diberantas satu, eh alla, die nongol lagi, di tempat sebaliknya.

Tak serupa mata air, sekali muncul berabad-abad, bermanfaat bagi makhluk hidup. Namun sungguh pun mengherankan, amuba korupsi-semirip belek penyakit mata merah, berair mengeluarkan kotoran mata, menular pula, tak sedap di pandang mata.

Akan tetapi, biarlah itu menjadi tugas lembaga terhormat, KPK-OTT KPK. Semoga, senantiasa, tak kenal lelah, tak kenal putus asa. Semoga pula, KPK, tak tercerai berai, karena bosan mengurus replika korupsi, seperti itik bertelur, berkisar tak jauh dari penyalahgunaan wewenang, seputar dana publik, milik rakyat negara tercinta ini.

Tapi, itulah mungkin, habitat dari amuba korupsi, meskipun diserang batuk rejan tetap melambaikan tangan dari dalam laci-laci. Ya sudah, lantas mau apa lagi. Mau bagaimana lagi.

Sebagai publik sebuah negeri berkebudayaan luhur berbudi welas asih, berkewajiban mendoakan, semoga penegak keadilan di lembaga-lembaga terhormat bertugas demi negara dan bangsa, tulus, murni, konsekuen maha bijaksana, berkewajiban, melaksanakan, menegakkan, menegaskan, moral hukum, sungguh, seadil-adilnya, terus menerus, dengan berani, memburu para amuba koruptor gigantik itu.

Jadi? Ya sudah. Publik akan menatap masa depannya, menonton berita selanjutnya di layar kaca. Skeptis? InsyaAllah tidak.

**

Puisi | Zikir Pintu Langit

Zikir! Aku berzikir. Aku berzikir…

Semoga langit tetap biru, awan-awan senja tetap indah. Oksigen masih cukup berlapis ozon di seputar planet bumi. Tak perlu risau. Tak perlu khawatir.

Planet bumi baik-baik saja di garis bujur edarnya. Berkesinambungan dengan rembulan di orbitnya. Matahari masih menyala mencahayai bintang-bintang di ketentuan komposisi tata surya.

Nebula tetap gemerlapan. Meski konon, ‘black hole-pintu langit’, akan terus beranak pinak di bimasakti, sebatas tak terlihat mata makhluk hidup, memandang ke-angkasa.

Zikir! Aku berzikir. Aku berzikir… Semoga pintu langit tak menghisap planet bumi.

Rumah-rumah ibadah bercahaya. Mengumandangkan rasa syukur kehadirat-Mu, atas segala berkah telah berlimpah.

“Ya, Engkau Segala Rahmat, Segala Maha”, pemberi hidup bagi negeri tercinta ini, telah berkelimpahan kemakmuran, kemuliaan-Mu.

Semoga, negeri tercinta ini tetap teguh pada keimanan-Mu. Semoga menjauh segala risalah kealpaan.

Semoga pula, negeri tercinta ini semakin subur, bertambah makmur, atas segala rezeki terus bertumbuh-berkelimpahan untuk bangsanya.

**

Puisi | Zikir Untuk Negeri

Terus berzikir. Menggelar sajadah langit, semoga matahari tetap bersinar, semoga pula rembulan tetap bercahaya, menjaga keseimbangan semesta bagi bumi di pijak, iman berbudi dijunjung.

Zikir! Teruslah berzikir untuk, Indonesia Raya.

***

Jakartasatu, Agustus 04, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.