Benang Merah Tragedi 1998-Jokowi dan Prabowo Presiden

Optic Macca

Peristiwa Tempo Dulu, Kekinian semua bakal menjelma menjadi sejarah yang akan berulang.

Kasus tahun 1998 akhir orba, telah marak kembali, bukan para korbannya bangkit kembali dari kubur, lalu menuntut tragedi kekejaman terhadap mereka kala itu.

Karena, saat ini sedang tumbuh bak jamur-jamur pasca usum hujan. Nampak publik dijejali warta berbagai media kekinian ditaburi berita model transisi pra reformasi atau zaman menjelang proses sejarah tenggelamnya orde lama dibawah presiden Alm. Soeharto.

Dan agar tidak mengurangi atau menambah bumbu penyedap berita, ditempel media berikut ini, baik pewarta yang sering disebut sebagai media “abal-abal,” bahkan ada kompas “media elit”. Entah lah siapa pemilik trigger idea, wujud implementasi tuntutan politik, jelang eksekusi kepada jabatan Jokowi dua bulan lebih sedikit, entah substantif tuntutan pure proporsional keberlakuan eksistensi nyata hukum atau proporsional kursi ? wallahu’alam !

https://x.com/eradotid/status/1821158457330065479?t=-JCj0m-id2tKj_dfz8Um8Q&s=08

https://nasional.kompas.com/read/2024/08/08/08472171/dugaan-jebakan-di-pertemuan-elite-gerindra-dan-keluarga-korban-penculikan-98?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Referral&utm_campaign=Bottom_Mobile

Maka bangsa ini utamanya Penguasa selaku stakeholder pemerintahan baru sebentar lagi, silahkan ambil hikmahnya dengan pola evaluasi JAS MERAH diantaranya jangan sisakan kesalahan penguasa “tempo dulu” berulang, yang enggan berpedoman terhadap rule of law, tidak mau berkaca dengan sejarah yang selalu berulang, kemudian menjadi PR bangsa dan negara, plus minus aroma tambahan atau pengurangan bumbu.

Oleh karenanya demi mencegah peristiwa yang bakal menghadirkan provokasi yang dapat menimbulkan kegaduhan, dan korbannya lagi-lagi hanya kepada umumnya rakyat kecil bangsa ini, karena di tataran grassroot muncul pro kontra, fitnah dan adu domba. Maka segera setelah menjadi presiden RI. Prabowo Subianto proses hukum dan tangkap Jokowi, termasuk antek-anteknya dari semua kalangan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan berlaku tegas merujuk ketentuan (due process of law) sehingga tidak tebang pilih (equality before the law) yang kesemuanya harus mengedepankan objektivitas, mesti profesional, proporsional, agar hasilnya akuntabel sehingga rule of law sebagai panglima serius dipatuhi.

Oleh karenanya model pribadi-pribadi atau individu yang memiliki masalah hukum, contoh Jokowi, Gibran, Kaesang, Bobby, Kahiyang, Muhaimin (politisi dan publik figur), Anwar Usman dan Rekan Rekan hakim (yudikatif), politisi Zulhas, Hartarto (eksekutif dan politisi), semua mesti ditebas oleh proses hukum. Termasuk Puan (legislatif) bahkan Jimly AS, Mahfud MD. Yaqut, Bamsoet dan Mattaliti jika ditemukan memiliki masalah hukum harus diselesaikan dengan profesional serta presisi. Agar jangan sampai sampah sejarah hukum justru menimbulkan peristiwa chaotic bergilir dan berjilid.

Maka bangsa ini utamanya Penguasa selaku stakeholder pemerintahan baru saat ini ambil hikmah JAS MERAH evaluasi, diantaranya dengan pola segera proses hukum tangkap Jokowi berikut kroninya. Jangan sisakan kesalahan penguasa “tempo dulu” berulang, karena tidak semata-mata berkehidupan hukum dengan segala aspeknya, politik, ekonomi sosial dan budaya, tidak sesuai rules of the game, tidak mau berkaca dengan sejarah yang selalu terulang, kemudian menjadi PR kembali dengan implementasi irama provokasi.

Tindakan hukum secara rule of law ini perlu digarisbawahi, karena di tataran grassroot muncul pro kontra, fitnah dan adu domba. Implikasinya jika Pemerintahan Baru selaku penguasa inkonsisten, tidak tegas dan berani melakukan proses hukum sesuai ketentuan (due process of law) dan tebang pilih/ tidak ekual, dan tidak mengedepankan objektivitas, tidak profesional dan tidak proporsional, tentu hasilnya tidak akuntabel sehingga implikasinya beresiko sama dengan rezim-rezim masa lalu.

Oleh karenanya mumpung belum kadaluarsa dari sisi tuntutan hukum, model pribadi-pribadi atau individu yang memiliki masalah hukum, contoh Jokowi dan keluarga serta kroninya (para politikus, para tokoh bangsa, anggota eksekutif dan legislatif serta yudikatif) Agar jangan sampai sampah sejarah hukum justru menimbulkan peristiwa chaotic bergilir serta berjilid.

Tanda-tanda bakal korban grass root, wong cilik, atau masyarakat bawah atau rakyat kecil ada nampak jelas bagi yang serius mengamati sebagai gejala-gejala kelahiran sosiologi politik dan hukum, terdapat bayang-bayang jelas aktor kandidat penguasa sudah merapat kepada tokoh besar bangsa ini, yang sudah lama breakup, andai serius dan konsisten semata demi kasih sayang terhadap rakyat bangsa dan negara, idealnya para elit politik di semua pihak “perapat dan yang dirapati mesti transparansi dan akuntabel, apa misi dan visi mereka perihal tentang eksistensi agenda merapat”, mesti dilatarbelakangi berpikir logis dan sehat, karena implikasi dari aksi tentu ada reaksi, ada yang dirangkul tentu ada pihak yang ditinggalkan ? Dan perspektif logikanya, realistis yang ditinggalkan bukan orang-orang bodoh, namun peduli pada nasib bangsa dan cukup lelah berdiskusi, walau kadang berdebat basi, tentu manusiawi sakit hati, kemudian “mencari new induk semang sebagai tempat berteduh”.

Hal hak yang ditinggalkan ini, harap siapapun tokoh-tokoh di tanah air, jangan COBA-COBA. Namun HAK MAU MENCOBA ? SILAHKAN COBA ! karena takdirnya proses alam , sejarah memang berulang, namun tentu goodwill sesuatu resiko dapat di cegah atau diminimalisir.

Sebagiannya yang ditinggalkan tentu akan dirapati, oleh pihak-pihak seteru, ujungnya tidak mustahil selain absolut, lagi-lagi ciptakan benih kritisi, protes dan perpecahan pada multi lini dari sisi kebangsaan (nasionalisme).

Untuk dan selebihnya PERLU NARSUM ULANG ISI PADA ALINEA DI ATAS ARTIKEL A QUO hal “penguasa negara baru segera usai dilantik,” usut dan proses hukum terkait banyaknya pelanggaran disobidience atau tepatnya obstuction of justice atau pembiaran dan atau penghalangan yang dilakukan oleh Joko Widodo dalam banyak sektor penegakan hukum, sehingga wajib secara objektif dan presisi tidak penuh dendam (faktor subjektif), namun dilarang berlaku ewuh pakewuh dan tidak “barter”. Barang dengan barang, barang dengan (jasa) politik atau exchange between goods.

Harap para tokoh bangsa koor konsisten, sadar serentak, jangan lanjutkan bangsa yang hipokrat, yang negatif role model, melulu dibudaki uang dan jabatan semata, sehingga lupa JAS MERAH cicit Kubilai Khan sepupu China Komunis fakta normatif telah diundang untuk intervensi ekopolhuk di tanah air selama 190 tahun, dan asumtif serta prediktif dari berbagai sisi tinjauan ekonomi, politik dan hukum yang berlandaskan traktat perjanjian, mengingat kualitas value profit dan argumentasi timbulkan unsur resiko kerugian bagi sebuah negara adidaya RRC dengan segala bentuk pressure yang mereka miliki, tentunya undangan menetap untuk korporasi asing merampok bakal diperpanjang, andai sudah satu kali norma mirip gen komprador ini terlaksana‼️