OTK Bubar Paksa Diskusi Forum Tanah Air, Hendrajit: BIN dan Kapolri Harus Bicara

JAKARTASATU.COM— Forum Tanah Air ( FTA ), gelar Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional  dilaksanakan Magzi Ballroom, Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu, 28/9/ 2024. Diskusi dihadiri Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr. Din Syamsuddin.

Acara ini dihadiri Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Said Didu, Din Syamsuddin, eks Danjen Kopassus Soenarko, Marwan Batubara, hingga Rizal Fadhilah.

Acara tersebut tiba-tiba didatangi sejumlah Orang Tak Dikenal (OTK) merangsek properti FTA dan dibubarkan secara paksa oleh orang tak dikenal tersebut.

Kejadian ini viral di media sosial karena banyak peserta diskusi yang mengabadikan momen tersebut menggunakan ponsel pribadinya.

Terkait hal tersebut, berikut paparan wartawan senior yang mendalami militer dan intelijen. Sekarang pengkaji geopolitik Global Future Institute Hendrajit dalam wawancara khusus dengan jurnalis Jakartasatu.com di Jakarta, Senin 30/9/2024.

Bagaimana pandangan Hendrajit dari sudut kepolisian dan intelijen?.

Yang terlintas di benak saya saat melihat fakta-fakta yang bergulir lewat viral video, sosok-sosok narasumber yang ikut serta lebih kuat daripada tema pertemuan itu sendiri. Sebab dengan menekankan tema “Silaturahmi Kebangsaan dan Diaspora”, terkesan tak ada yang krusial dari pertemuan seperti ini. Malah temanya terlalu umum.

Adapun terkait sosok narasumber, bung Marwan Batubara dan bung Refly Harun sudah saya kenal cukup baik sejak lama. Mereka berdua memang punya pandangan dan sikap yang kritis terhadap kinerja pemerintahan kita. Dan internal pemerintahan ada yang tidak setuju, tapi ada juga yang meski tidak terang-terangan, menyerujuinya. Tapi itu biasa saja. Dan selama bertahun-tahun berlangsung seperti itu.  Namun tidak pernah terjadi peristiwa  seperti yang dilakukan OTK Sabtu lalu.

Mengapa pembubaran acara itu terjadi dan siapa yang menyebabkan itu terjadi?

Maka alih-alih bertanya mengapa hal itu terjadi dan apa serta siapa yang menyebabkan hal itu terjadi, saya lebih suka mengajukan pertanyaan lain, untuk apa hal seperti itu terjadi? Ini jauh lebih menarik. Sebab fakta yang bergulir lewat viral video, seakan mau membangun kesan ke publik ini adalah buah dari operasi intelijen.

Tapi benarkah senyatanya ini adalah operasi intelijen?

Kalau melihat hasil atau produk kerjanya, menurut saya ini malah buah dari kontra intelijen.

Kalau senyatanya ini operasi intelijen, berarti kan tujuannya adalah membungkam dan menetralisir suara suara kelompok oposisi. Apakah tujuan ini berhasil dan efektif? Sama sekali tidak

Bagaimana menurut anda reaksi masyarakat dan para analis atas kejadian ini?

Kemarin sore saja saya lihat ada seratusan orang yang membuat pernyataan sikap mengecam aksi di Grand Kemang. Meski ini masih arus kecil, namun setidaknya spektrum politik yang semula terbatas pada Marwan Batubara, Refly Harun, dan Said Didu. Sekarang meluas. Karena di sana ada Eros Djarot yang budayawan, ada Noerahman Oerip yang mantan diplomat, ada juga intelektual penuh integritas seperti bung Manuel Kaisepo dan Frans Maniagasi.

Dari alur kisah yang bergulir paska pembubaran paksa diskusi tersebut , malah berpotensi menyatukan elemen elemen kritis bangsa secara lebih luas.

Sebagai kajian intelijen sangat menarik. Karena dari kejadian ada dua skenario kemungkinan. Ini paparannya:

Pertama, intelijen sepenuhnya kecolongan. Penyebab paling masuk akal karena tidak tercipta koordinasi yang terpadu antara intelijen BIN dan intelijen kepolisian. Kedua, adanya faksi yang bertentangan di internal intelijen BIN maupun di internal intelijen kepolisian.

Sekarang coba kita urai satu-satu. Konstelasi BIN sejak pak Nyoman jadi waka BIN, relatif padu. Jadi kemungkinannya hanya kedua.

Apakah BIN Kecolongan?

BIN  kecolongan?  Menurut saya ini tidak masuk akal. Sebab kecolongan bisa terjadi jika di badan resmi terjadi perpecahan seperti saat Pak Harto mau lengser dulu. Namun dengan duet BG-Nyoman yang relatif solid, kecolongan nggak masuk akal.

Kalau begitu tersisa satu kemungkinan. BIN melancarkan apa yang buat intelijen sangat tidak asing. Operasi Pemetaan atau Pengintaian tersembunyi. Kalau gagasannya seperti ini, kegagalan operasi intelijen bisa jadi justru langkah awal keberhasilan misi intelijen.

Saya ingat alm jenderal Hario Kecik pernah cerita, CIA dalam membantu pemberontakan PRRI /PERMESTA sebenarnya untuk pemetaan dan pengintaian tersamar. Begitu misi itu tercapai, malah operasi intelijen mendukung PRRI/PERMESTA dihentikan.

Jadi, proyek tetap, yaitu menjatuhkan Sukarno. Tapi operasi diganti dengan nama lain dan pengendali komando yang baru pula. Namun untuk kasus Grand Kemang, saya kira sama sekali tidak cocok antara misi nasional dan dampak dari operasinya.

Apakah operasi BIN bermaksud menggelembungkan arus gelombang opisisi? Rasanya itu bukan prinsip kerja intelijen yang baku.

Kalau maka layak disorot konstelasi di internal intelijen kepolisian dan di internal kepemimpinan kepolisian umumnya. Saya lihat justru di sini sisi rawannya sejak terbongkarnya kasus Sambo. Faksionalisasi antar pimpinan polri yang sebetulnya sudah jadi rahasia umum,  berakibat lemahnya koordinasi dan rentang mata rantai komando operasi di lapangan. Alhasil bisa berdampak ke unit intelijen kepolisian

Alhasil, rentannya koordinasi dan rentang kendali komando yang berakibat terjadinya insiden Grand Kemang, membuka celah dua kemungkinan. Pertama, intelijen kepolisian memang kecolongan. Atau sedari awal ada pihak-pihak tertentu yang membelokkan skenario operasi intelijen menjadi operasi kontra intelijen.

Artinya agak berkebalikan dengan yang saya bilang sebelumnya. Kali ini justru Proyeknya yang berubah, tapi operasinya malah tetap. Namun ketika proyek berubah operasi tetap, maka ada perubahan orang orang yang mengendalikan komando. Misi berubah maka para aktor berganti. Tapi namanya operasi intelijen, biasanya luput dari perhatian kita, kalau tidak jeli.

Dengan begitu, Pak BG sebagai kepala BIN dan Pak Listyo sebagai Kapolri harus memberikan keterangan sejernih-jernihnya atas peristiwa itu. Dari situ publik punya bahan bahan informasi yang lengkap untuk menilai. Apakah ini misi penguasa atau jangan-jangan malah menggambarkan adanya keretakan yang serius di ring satu pemerintahan yang akan segera berakhir masa baktinya  tiga minggu lagi. (Yoss)