Jabatan Menteri Digunakan Menjadi Pundi-pundi Partai Dan Sumber Korupsi ?
Oleh Memet Hakim
Pengamat Sosial Dewan Penasihat Aliansi Profesional Bangkit & Aliansi Pejuang dan Purnawirawan TNI
Mungkin inilah yang terjadi sekarang ini, semua partai berebut kekuasaan dengan segala cara untuk menjadikan posisi Presiden, Menteri, dll sebagai pundi-pundi partai. Celaka memang jika benar mindset para politikus seperti ini, wajar jika Kementerian dan Badan dijadikan tempat korupsi atau tempat menggali uang hasil pajak uang dikumpulkan secara paksa itu. Presiden Baru beban dan tantangannya berat sekali tetapi mulia jika niatnya bersi dan tulus untuk rakyat. Dua puluh hari lagi menjelang pelantikan presiden baru, jangan sampai salah langkah, karena akibatnya akan memanjang selama 5 tahun.
Jika tujuan menjadi Presiden untuk menjaga agar bisnisnya lancar misalnya, menjadi Menteri atau Kepala Badan agar bisa korupsi dengan leluasa, jadi Ketua KPK, Jaksa Agung agar bisa memeras tersangka, atau menjadi Kapolri agar dapat menjadi pelindung konglomerat, judi, pengaman dan pengedar narkoba serta prostitusi, tidaklah salah jika segala cara seperti penyuapan, curang dan intimidasi berkembang di di negara tercinta ini. Indonesia akan celaka jika pola pikir para politikus dan aparat seperti ini. Bangsa Indonesia yang telah merdeka 79 tahun ini masih dijajah secara ekonomi oleh etnis/bangsa lain, dijajah secara politik oleh partai-partai dan dijajah secara sosial oleh bangsa sendiri yang menjadi para pejabat.
Ngeriiii sekali jika pola pikir para pimpinan Nasional tidak berubah, masih ingin merampok duit rakyat. Para Menteri yang bertugas mengelola keuangan selama 2 periode ini benar benar seperti lintah penghisap darah rakyatnya, Menteri Keuangan tahunya hanya menaikkan pajak jika anggarannya dirasakan kurang, sangat tidak kreatif. Padahal Menkeu sendiri pernah menyampaikan bahwa para pengusaha besar justru sulit bayar pajak, akhirnya rakyat kecil yang ditindas. Nah uang hasil pajak inilah yang perebutkan oleh partai, pejabat dari partai dan para wakil partai di DPR. Mengerikan sekali kan, tapi itu adalah fakta.
Untuk merubah paradigma diatas Presiden Baru harus dapat memberikan contoh baik dan memimpin para ketua partai yang tergabung di dalam KIM plus supaya tidak berpikir untuk korupsi dibawah pimpinannya. Perubahan cara berpikir ini akan memudahkan presiden baru bekerja dan mempercepat pembayaran hutang resmi negara, caranya antara lain :
1. Setiap Menteri yang diangkat dari partai harus mau melepaskan dirinya dari jabatan di partai, termasuk Presiden sekalipun, agar terputus hubungan langsung Kabinet dengan partai.
2. Menempatkan Menteri profesional di Kementerian yang terkait uang banyak dan menempatkan Menteri dari partai di kementerian yang minim anggarannya. Dengan demikian diharapkan niat untuk mencuri anggaran berkurang.
3. Memperkecil bocornya anggaran, khususnya yang menyangkut biaya pembangunan. Misalnya dana proyek yang biasanya mengalir ke Kementerian dan DPR atau oknumnya ditiadakan, Jika masing-masing 10 % saja sudah 20 %. Jika anggaran 2.000 trilyun*) x 20%, maka minimal 400 trilyun dapat dihemat untuk membayar hutang. *) APBN dikurangi Anggaran Belanja Pegawai
4. Memperkecil porsi anggaran di Pemerintahan Pusat dari 70 % menjadi 30 %, artinya ada 70 % dana dialirkan ke daerah, sehingga terjadi pemerataan pembangunan dan pendapatan. Akibat dari kebijakan ini dana yang dapat dikorupsi di pusat semakin sedikit, tetapi pengawasan untuk daerah harus diperketat. Kendali pemerintah pusat akan semakin efektip.
5. Hukuman terkait korupsi diperberat, UU yang melemahkan pengawasan korupsi agar dicabut kembali. Lembaga terendah seperti RT, RW, ormas/LSM dan perorangan sampai ke atas perlu dilibatkan secara resmi untuk melaporkan adanya kecurangan atau penyimpangan di tingkat Kelurahan, Kecamatan sampai ke tingkat Provinsi bahkan sampai ke tingkat pusat.
6. Berikan penghargaan bagi pimpinan di daerah ternyata bersih dari korupsi.
7. Gali potensi Royalti di perusahaan tambang, pertanian, minyak dan gas bumi secara terbuka, sejak galian C sampai IUP. Potensi Royalti dari sini sudah diatas 1.200 triliun, cukup untuk bayar utang dan membangun negeri. Cabut UU Ominibus Law dan turunannya yang merugikan Negara.
8. Perkuat BUMN, jauhkan dari praktek-praktek politisasi dan jual beli jabatan, agar kontribusi kepada negara semakin besar. Ambil alih perusahaan swasta yang terbengkalai oleh BUMN. Berikan kesempatan agar BUMN dapat berkembang sesuai UUD 45 yang asli (pasal 33). Diharapkan Pendapatan Non Pajak dari 3% menjadi 30-40%, sehingga pajak (termasuk PBB) yang dikenakan pada para pahlawan, pensiunan, petani, nelayan, peternak yang kekayaannya dibawah jumlah tertentu (misalnya 5 Milyar) dapat dibebaskan, tetapi pendapatan Negara meningkat.
9. Perkuat sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan akar produktivitasnya meningkat dengan menggunakan pajak regresif sebagai pengganti Pajak Progesif. Semakin tinggi produktivitas lahan, semakin rendah pajaknya, akan tetapi jumlah pajak tetap meningkat. Pajak Regresif merupakan reward and punishment system. Dengan pola ini ketimpangan pendapatan akan berkurang, dan bahkan dapat menghapus penduduk dibawah garis kemiskinan yang jumlahnya sekitar 9%.
10. Audit hutang negara yang resmi dan manfaat Proyek Strategis Nasional. Hutang resmi ini akan menjadi beban presiden baru. Hutang tidak resmi dan hutang yang dianggap mengada-ada merupakan kewajiban Presiden Lama untuk membayarnya. Jika PSN seperti PINDAD, PAL dan DI sangat dimengerti dan bahkan perlu didukung perkembangannya, tetapi jika PSN seperti IKN, PIK 2 dan BSD yang tidak ada manfaatnya buat negara perlu dibatalkan.
Sepuluh langkah ini akan mempermudah Presiden Baru bekerja dengan baik dan akan lebih berhasil. Korupsi akan berkurang, partai tidak akan terlalu banyak mencuri anggaran dari APBN dan yang paling penting para Menteri bekerja lebih fokus mensejahterakan rakyatnya bukan fokus mencuri uang.
Bandung, 30 September 2024