SUDAHKAH PENGACARA AHOK MEMANGGIL TUHAN SEBAGAI SAKSI?
Oleh Ferdinand Hutahaean
Persidangan penodaan agama yang menyidangkan sang terdakwa penodaan agama besok Selasa 07 Pebruari 2017 sebagai sidang yang ke 9 tentu semakin menarik untuk diikuti. Terlebih kaitannya dengan sidang ke 8 minggu lalu yang menyisakan cerita tentang dugaan penyadapan terhadap jalur komunikasi Presiden RI ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono serta pernyataan pengacara Ahok yang menyatakan bahwa bukti percakapan antara SBY dengan KH Ma’ruf Amin didapat dari Tuhan.
Pasca merebaknya dugaan penyadapan tersebut, pengacara Ahok bekerja keras membangun alibi, membangun pembenaran dengan cerita yang tidak masuk akal bahkan identik dengan kebohongan. Setelah gagal membangun alibi dengan menyatakan bukti percakapan didapat dari sebuah berita media online, pengacarapun mencari alibi lain dengan mengatakan bahwa itu trik untuk mengorek kebenaran.
Adakah kebenaran bisa terungkap dengan menggunakan kebohongan? Tentu tidak, karena kebenaran harus digali dengan kebenaran bukan dengan kebohongan apalagi dengan cara-cara tidak beretika.
Pengacara nampak sangat berhasrat untuk membebaskan Terdakwa Ahok dari dakwaan penodaan agama yang didakwakan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan dengan mengintimidasi saksipun yang seorang Ulama besar dilakoni demi membebaskan sang terdakwa. Tidak cukup hanya berbohong, mengintimidasi saksi, bahkan mencatut nama Tuhan. Begitu rendahnyakan Tuhan bagi pengacara dan Ahok hingga harus dikait-kaitkan dengan dugaan penyadapan terhadap komunikasi SBY dengan KH Ma’ruf Amin?
Daripada menebar omong kosong dipublik dengan sesumbar untuk menghadirkan SBY dipengadilan, lebih baik pengacara Ahok segera mengirimkan surat panggilan sebagai saksi kepada Tuhan yang disebut pengacara Ahok memberikan bukti percakapan SBY dengan KH Ma’ruf Amin. Itu lebih tepat supaya Tuhan menjelaskan bagaimana caranya menyadap SBY dan menyerahkan buktinya kepada Humprey sbg pengacara Ahok dan kemudian Ahok bebas dari segala dakwaan.
Menghadirkan SBY kepengadilan jelas tidak ada relevansinya. SBY bukan saksi pelapor atau saksi ahli bahasa atau saksi ahli agama dugaan penodaan agama Islam yang dilakukan terdakwa Ahok. Persidangan Ahok bukan persidangan dengan perkara penyadapan SBY, tapi persidangan yang menyidangkan terdakwa Ahok dengan dakwaan penodaan agama. Jadi apa relevansinya pengacara Ahok ingin hadirkan SBY sebagai saksi? Tidak ada sama sekali. Jelas upaya itu hanya upaya mempolitisasi persidangan agar seolah-olah SBY lah yang mengakibatkan Ahok jadi terdakwa penodaan agama. Bahwa Ahok jadi terdakwa karena rekayasa politik. Itulah opini yang ingin dibangun. Trik yang tidak elegan dari pengacara untuk membebaskan terdakwa dari ancaman hukuman penjara.
Semakin hari persidangan semakin jauh pemeriksaan dari substansi perkara. Meski pengacara sah saja menggunakan segala cara untuk memenangkan kliennya, tapi tentu tidak boleh dengan kebohongan karena itu melanggar etika kepengacaraan. Pemeriksaan saksi-saksi cenderung jadi politis, berupaya menggugurkan kesaksian dan kapasitas para saksi, padahal perkara sesungguhnya bukan pada keterangan saksi tapi pada rekaman ucapan Ahok di pulau seribu yang sudah diunggah disitus Youtube yang diduga menodakan Agama Islam. Itulah substansi sesungguhnya dari perkara ini bukan pada narasi-narasi BAP.
Daripada pengacara semakin jauh ngelantur dalam berbicara dan membela kliennya, dan daripada pengacara Ahok menghadirkan SBY sebagai saksi yang jelas tidak ada relefansinya sama sekali, mungkin pengacara lebih baik memanggil Tuhan menjadi saksi agar masalah ini selesai. Tapi pengacara dan Ahok perlu ingat, bahwa mungkin saja Tuhan memanggil balik terdakwa dan pengacaranya.
Jakarta, 05 Pebruari 2017