PRESIDEN HARUS BATALKAN GRASI TERHADAP ANTASARI AZHAR​

Oleh  Ferdinand Hutahaean​

Manuver hukum berbau politik yang dilakukan oleh Antasari Azhar dengan melaporkan proses penyelidikan ke Bareskrim Polri kemarin 14 Pebruari 2017 sehari sebelum hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta adalah satu perbuatan yang tidak mengakui 7 tingkatan proses pemegakan hukum pada dirinya yaitu Penyelidikan oleh Polri, Penyidikan oleh Polri, Pengadilan tingkat pertama, Banding, Kasasi dan dua kali Peninjauan Kembali yang kesemuanya mengukuhkan dan menguatkan vonis bersalah dengan pidana penjara 18 tahun atas pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. ​Dengan perbuatan tersebut, maka Grasi atas nama Antasari Azhar harus gugur dan dibatalkan karena sudah tidak memenuhi norma pemberian Grasi.​

Grasi adalah hak subjektif yang dimiliki oleh Presiden . Pengertian GRASI adalah wewenang dari kepala negara untuk memberikan pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim berupa menghapus seluruhnya, sebagian atau mengubah sifat/bentuk hukuman itu. Menurut kamus besar bahasa indonesia, ​GRASI sebagai ampunan yang diberikan kepala negara terhadap seseorang yang dijatuhi hukuman.​

Menurut pasal 1 undang-undang no 22 tahun 2002, GRASI adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. ​GRASI bukan merupakan suatu upaya hukum, karena upaya hukum hanya terdapat sampai pada tingkat Mahkamah Agung, sehingga Grasi tidak menghilangkan perbuatan pidana dan tidak menghapus perbuatan pidananya.​

Artinya pengajuan grasi adalah didasari pengakuan bersalah dan pengakuan terhadap semua proses hukum maka diajukanlah pengampunan dalam bentuk pengurangan hukuman dan perubahan hukuman.

Dengan penjelasan tersebut, Antasari Azhar secara jelas telah melanggar prinsip dasar pemberian Grasi dengan melaporkan proses penyelidikan yang disebutnya sebagai rekayasa dan kriminalisasi. Antasari Azhar juga dapat dikategorikan menyalahgunakan grasi.​

Seharusnya Antasari Azhar tidak melakukan manuver mekaporkan proses penyelidikan dan menyatakan proses hukumnya adalah rekayasa atau kriminalisasi.

​Dengan dilanggarnya prinsip-prinsip pemberian Grasi tersebut maka sudah selayaknya Presiden mencabut dan membatalkan Grasi yang diberikan kepada Antasari Azhar karena akan menjadi preseden buruk bagi kepastian hukum kedepan. Presiden Jokowi sebagai kepala negara harus memberikan kepastian hukum dan tidak justru membiarkan terpidana melecehkan proses hukum yang sudah berlangsung dan selesai.​

Jakarta, 15 Pebruari 2017