Aendra Medita/ and

CATATAN Aendra MEDITA *)

JUDUL tulisan diatas nampaknya klasik atau kuno atau semacam pernyaatan lama. Atau hanya unngkapan lapuk, tapi saya gelisah saat Prabowo Subianto Presiden ke 8 melempar wacana memberikan maaf untuk koruptor dengan syarat, uang hasil korupsi harus dikembalikan terlebih dahulu ke negara. Baru dua bulan menjabat sebagai Presiden, sudah banyak koruptor yang ditangkap. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, Prabowo telah memberi kesempatan kepada koruptor untuk bertobat.

“Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya nggak ketahuan,” ujar Prabowo saat bertemu dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar di Mesir di tayangkan Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).

Hal ini menarik dan sangat “paradoks” dengan ucapan Prabowo sebelum dilantik (tapi presiden terpilih) ini saat penutupan Rapimnas Gerindra di Jakarta, Sabtu (31/8), Ia juga begitu semangat menyinggung pemberantasan korupsi. Mantan Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Gerindra itu menyatakan akan menyisihkan anggaran khusus untuk membasmi korupsi dan bahkan, dengan suara tinggi khas jenderal TNI, akan mengejar koruptor dengan pasukan khusus hingga ke Antartika. Wow…. Begini dia ungkap “Kalaupun dia [koruptor] lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk nyari mereka di Antartika,” ujar Prabowo saat itu.

Prabowo menilai, korupsi adalah hambatan utama kebangkitan bangsa. Artinya, syarat utama mewujudkan Indonesia Maju adalah dengan menekan perilaku koruptif.
“Kalau bisa, kita habiskan korupsi dalam waktu singkat, minimal kita tekan, kurangi, kurangi, dan kurangi. Kita tidak akan kompromi dengan korupsi,” ungkapnya lagi.
Narasi Prabowo di atas memang tampak penuh api membasmi korupsi. Terlebih diksi ‘mengejar koruptor ke Antartika’ tak hanya sekali itu saja muncul dalam pidatonya. 
Korupsi Bukan Budaya Indonesia

Eng..Ing…Eng…..!! Halo…korupsi bukanlah budaya Indonesia loh. Nilai-nilai luhur bangsa kita, seperti gotong royong, kejujuran, dan integritas, sangat bertentangan dengan praktik korupsi. Korupsi adalah penyakit sosial yang merusak tatanan moral dan ekonomi bangsa, dan Korupsi bukan bagian dari jati diri bangsa kita.

Perlu disampaikan bahwa korupsi muncul karena keserakahan individu, lemahnya penegakan hukum, dan sistem yang tidak transparan. Untuk dapat mengatasinya, kita perlu kembali ke nilai-nilai dasar bangsa dan memastikan sistem hukum yang kuat. Indonesia akan lebih baik jika semua elemen masyarakat bersatu untuk melawan korupsi dan menegakkan nilai-nilai luhur tersebut.

Korupsi terjadi karena kombinasi dari faktor individu, sistem, dan budaya yang saling mendukung praktik yang salah. Beberapa alasan utama mengapa korupsi ada: Keserakahan dan Moralitas Individu dimana Beberapa orang menginginkan kekayaan secara cepat tanpa peduli akibatnya. Nilai krisis moral dan kurangnya nilai kejujuran dan integritas menyebabkan orang menghalalkan segala cara untuk keuntungan pribadi.

Lemahnya Penegakan Hukum dimama hukuman sangat ringan akhirnya tidak ada efek jera karena hukuman untuk korupsi sering kali tidak sebanding dengan dampaknya. Korupsi dalam sistem hukum dimana jika aparat hukum juga terlibat, sulit untuk menghentikan korupsi.

Hal tidak transparan di birokrasi berbelit-belit akibatnya proses yang rumit sering menciptakan celah untuk suap. Lemanya pengawasan sampai minimnya kontrol terhadap anggaran dan keputusan mempermudah penyalahgunaan wewenang. Akibatnya  terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi, ketidakadilan dan orang yang merasa tertindas atau tidak adil secara ekonomi sering tergoda untuk mencari jalan pintas. Ketergantungan pada elite bahkan oligarki dan kelompok kuat ekonomi-politik sering memanfaatkan kekuasaan mereka untuk mempertahankan posisi.

Nah kembali lagi bahwa Korupsi bukan Budaya maka jangan toleran terhadap Korupsi. Jika masyarakat cenderung memaafkan atau menganggap korupsi “wajar,” praktik ini akan terus berkembang.  Nepotisme dan kolusi: Ketergantungan pada hubungan pribadi daripada meritokrasi memperburuk situasi.

Solusi Hapus Korupsi

Solusi untuk Menghapus Korupsi adalah penegakan hukum yang tegas, berikan hukuman berat dan pastikan tidak ada yang kebal hukum. Hukum harus tegas lagi jika peneggak hukum terlibat. Transparansi sistem kini harus digitalisasi layanan publik untuk meminimalkan interaksi langsung yang membuka peluang suap.  Harus edukasi moral dan tanamkan nilai-nilai kejujuran dan anti-korupsi sejak dini di masyarakat. Peran rakyat harus aktif mengawasi pemerintah dan melaporkan tindakan korupsi.

Nah korupsi bisa dihentikan jika kita bersama-sama menolak dan melawan segala bentuknya, mulai dari hal kecil hingga sistemik.

Lebih pastilah say ingin menepis bahwa korupsi bukan Budaya Indonesia. Dan sejati budaya kita bangsa ini adalah Kejujuran: Dalam adat istiadat, kejujuran selalu diajarkan sebagai dasar kehidupan bermasyarakat. Nilai Gotong Royong: Prinsip saling membantu untuk kebaikan bersama, bukan mengambil keuntungan sendiri. Keadilan: Adat dan hukum tradisional Indonesia mengedepankan rasa keadilan untuk semua pihak. Sederhana: Hidup sesuai kebutuhan, tidak tamak, rakus apalagi untuk pribadi dan golongan dan yang penting menjaga harmoni dengan sesama.

Korupsi tak akan ada jika hal diatas jadikan panduan diatas dan korupsi bisa dihentikan jika kita bersama-sama sekali lagi menolak dan melawan segala bentuknya, mulai dari hal kecil hingga sistemik.

Pernyataan Prabowo soal koruptor yang cukup hanya mengembalikan uang memang menuai kontroversi. Idealnya, koruptor tidak hanya mengembalikan uang hasil korupsinya, tetapi juga harus ditangkap, diadili, dan dihukum sesuai hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk menegakkan keadilan, memberikan efek jera, dan menunjukkan komitmen serius terhadap pemberantasan korupsi.

Jika seorang presiden mengeluarkan pernyataan seperti itu, ada risiko menciptakan persepsi bahwa tindak pidana korupsi dianggap enteng. Padahal, korupsi merugikan negara dan masyarakat secara luas. Sangat penting untuk menjaga konsistensi dalam menyampaikan pesan yang mencerminkan sikap tegas terhadap korupsi.

Idealnya negara yang baik harus menegakkan proses hukum yang pasti, transparan, dan adil. Hukum harus menjadi pedoman utama dalam menyelesaikan berbagai pelanggaran, termasuk korupsi. Selain menghukum, negara juga perlu memastikan ada mekanisme untuk merehabilitasi pelaku dan mencegah peluang terjadinya kejahatan di masa depan.

Ketika proses hukum berjalan dengan baik, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi hukum pun akan meningkat, yang pada akhirnya memperkuat fondasi negara itu sendiri.

Memerangi koruptor, apalagi yang berhubungan dengan oligarki, adalah langkah penting untuk menyelamatkan demokrasi dan memastikan keadilan sosial. Oligarki sering menjadi kekuatan dominan yang mempengaruhi kebijakan publik demi kepentingan segelintir orang, bukan untuk rakyat banyak.

Penegakan Hukum yang Tegas, tidak boleh ada kompromi terhadap koruptor, termasuk yang berasal dari kalangan oligarki. Tangkap, adili, dan berikan hukuman yang berat sesuai undang-undang. Transparansi dan Akuntabilitas dan sangat perlu pengawasan ketat terhadap kebijakan pemerintah dan sektor swasta agar tidak ada ruang untuk praktik korupsi dan monopoli kekuasaan. Reformasi Sistem Politik dan Kurangi ketergantungan pada dana besar dari oligarki dimana banyak bermain dalam proses pemilu. Demokrasi harus bebas dari pengaruh uang yang merusak.

Rakyat harus aktif mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah dan elite ekonomi, termasuk melalui media sosial, aksi damai, dan kampanye kesadaran publik. dan kalau perlu penguatan Lembaga Anti-Korupsi kasih dukungan penuh kepada lembaga-lembaga seperti KPK atau badan serupa, termasuk independensi mereka, agar mampu melawan korupsi tanpa tekanan politik.

Menghajar korupsi dan oligarki bukan hanya soal memberantas satu-dua pelaku, tetapi juga mengubah sistem yang memungkinkan mereka berkuasa. Ini membutuhkan kerja sama seluruh elemen bangsa: pemerintah, masyarakat sipil, media, dan lembaga hukum.

Jadi  Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menganggap pemberantasan korupsi adalah yang utama. Pokok dari segala masalah yang mesti jadi perhatian Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di 100 hari kepemimpinan yang diambil sumpah sejak 20 Oktober 2024.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, pernah mengatakan dalam data yang dirilis TII, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia terlihat bahwa Joko Widodo memulai pemerintahannya dengan skor IPK 34 pada 2014 dan kini skornya sama 34 di tahun 2023. Artinya, Jokowi tak membawa perubahan apa pun dalam pemberantasan korupsi hingga akhir kepemimpinannya. Warisannya tak lain hanya revisi UU KPK dan TWK yang kontroversi.
Danang menjelaskan, stagnasi IPK Indonesia disebabkan dua komponen utama: demokrasi (politik) dan penegakan hukum atau rule of law. Dalam bidang politik, biaya parpol hingga politik uang masih jadi komponen yang membuat sulitnya perbaikan skor IPK.
Sementara persoalan demokrasi, lanjut Danang, terkait kesamaan di hadapan hukum serta meritokrasi, termasuk juga bisnis. Ia mencontohkan di Indonesia masih lazim orang dimudahkan karena dekat dengan kekuasaan. Sebaliknya, orang yang jadi lawan atau jauh dari kuasa akan dipersulit. Tidak ada keset merah. Jadi kembali lagi soal korupsi memnag bukan budaya, sebab kalau masih ada kongkalikong maka akan hancurlah bangsa ini.
Jadi pesannya untuk Prabowo baiknya jangan dimaafkan para koruptor itu tangkap dulu adili, jangan ujug-ujug dimaafkan karena kan balikin uangnya. Sekali lagi Korupsi Bukan Budaya Indonesia. Tabik…!!!!
*) Analis dan peneliti di Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) dan salah satu penggagas Forum seni budaya Indonesia (FSBI)
Jagakarsa, Jakarta, 23 Desember 2024

LEAVE A REPLY