Cahaya Ibu dari Langit
Oleh Uten Sutendy
Sebagai penulis buku biografi, saya pernah menjumpai dan mengobrol akrab dengan orang- orang besar yang memiliki nama dan karya besar. Mulai dari pengusaha nasional Surya Paloh, Kapolri Roesmanhadi, Politisi Yusuf Kala, Konsul Jenderal Rahmat Sah, Raja Dangdut’ Rhoma Irama, dan beberapa tokoh nasional dan lokal lain yang pernah saya tulis. Mereka adalah orang orang yang memiliki reputasi dan nama baik dan menjadi panutan masyarakat.
Sebagian besar orang melihat kebesaran nama mereka merupakan buah dari kerja keras dan karya-karya yang mereka persembahkan kepada dunia dan masyarakat. Entah itu sebagai pengusaha yang memberi lapangan pekerjaan kepada banyak orang, atau politisi yang bisa memberi contoh arti dari perjuangan dan etika berpolitik. Atau karena memiliki karya intelektual dan seni budaya yang menjadi inspirasi banyak orang.
Semua itu benar adanya. Akan tetapi bagaimana seseorang bisa meraih sukses melahirkan banyak karya besar dan mendapat pengakuan publik secara luas. Sebab begitu banyak karya-karya yang dihasilkan oleh banyak orang namun tidak otomatis mengantarkan orang itu ikut menjadi besar dan mendapat pengakuan serta penghargaan dari masyarakat ?
Pertanyaan itulah yang biasanya mendasari saya untuk memulai menulis sebuah buku biografi. Pengalaman menulis buku dan berdiskusi dengan orang orang besar memberikan jawaban yang nyata, bahwa semua orang yang meraih sukses di dunia memiliki akar spritual yang kuat dan terkait langsung dengan ibu yang melahirkannya.
Nabi Muhammad dalam banyak hadist mengutarakan bahwa yang paling utama dan pertama (first thing first ) syarat seseorang ingin selamat dan sukses di dunia adalah menyayangi ibu kandung. Sampai sampai ada hadist yang mengatakan siapa yang paling harus disayangi. Nabi menjawab “ibumu, ibumu, ibumu, ibumu” Setelah itu baru “bapakmu”
Itu artinya, ibu adalah segalanya. Dalam ajaran Kristiani ibu malah digambarkan sebagai sosok Bunda Maria sebagai Tuhan Ibu. Itu artinya eksistensi seorang ibu adalah “pusat” atau “inti” bagi pertumbuhan hidup seorang anak manusia di muka bumi.
Itu pula yang saya lihat dari orang-orang besar dan sukses dalam menjalankan tugas hidup di dunia. Surya Paloh semasa ibunya masih ada selalu menyempatkan diri dekat sama sang ibu. Menyayangi dan melayani ibu sepenuh hati. Kemanapun ibunya mau pergi ia antar dan mendorong sendiri kursi roda ibunya. Apapun keinginan ibunya selalu dipenuhi dan dilayani dengan tangannya sendiri. Demikian juga dengan Rhoma Irama. Sesibuk-sibuknya beliau tiap hari Jumat (kecuali ada show di luar kota) selalu ada di dekat ibunya. Melayani makan. Minum, ngobrol, dan sholat berjamaah sehingga di hari Jumat itu Rhoma Irama tak bisa diganggu.
Seorang Gengis Khan, Raja Mongolia yang dikenal begitu kejam karena senang menaklukan negara- negara lain hingga separuh dunia pernah dikuasainya, selalu bertanya dan minta nasihat kepada sang ibu. Gengis Khan tak akan pernah mau mencapolok negara lain jika belum mendapat ijin atau restu dari Sang Ibu.
Secara pribadi saya bisa merasakan dahsyatnya kekuatan spritual dari faktor ibu. Suatu hari di tahun-tahun awal berumah tangga, saya ditegur oleh sang mertua, mengapa kehidupan saya secara ekonomi sulit berkembang padahal sudah memiliki anak satu. Rumah belum punya apalagi kendaraan. Pekerjaan selalu berpindah pindah. Dan banyak peluang usaha yang hendak mampir hilang menguap begitu saja. Sang mertua berkata: “cobalah minta maaf sama ibumu.”
Sebuah teguran yang menggetarkan hati. Betapa banyak salah kata dan perbuatan saya yang tidak pantas kepada sang ibu.
Maka dengan rasa takut dan malu, suatu malam saya memberanikan diri menghadap ibu dan bapak. Dengan suara bergetar menahan tangis saya berkata: ” hampura, ampun ibu. Sudah terlalu banyak dosa sama ibu,” sambil mencium kaki ibu diiringi tangisan yang meledak.
Entah kenapa, tiba-tiba terasa ada langit gelap di atas kepala. Gelap sekali. Terus langit gelap itu jatuh menimpa tubuhku. Setelah itu langit berubah menjadi terang bercahaya.
Begitulah pengalaman spritual pribadi yang membuat hari-hariku berubah drastis. Setelah peristiwa itu langkah kaki ku mengarungi dunia terasa ringan berkat cahaya Ibu dari langit
(22 Desember, Leuwi Batu Rumpin)
Get the feeling
Mr. Ten