Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto, PDI Perjuangan: Bentuk Politisasi Hukum dan Pemidanaan yang Dipaksakan
JAKARTASATU.COM— Ronny Talapessy Ketua DPP PDIP bidang reformasi hukum menyatakan pdiperjuangan PDI Perjuangan menyatakan penetapan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan politisasi hukum dan pemidanaan yang dipaksakan.
Ronny menegaskan, penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto ini hanya membuktikan informasi yang beredar lama bahwa Sekjen DPP PDI Perjuangan akan segera dijadikan tersangka.
“Hal ini juga sudah pernah disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan dalam podcast Akbar Faisal beberapa waktu lalu,” ujar Ronny dalam konferensi pers di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
Kata Ronny, kalau dicermati lagi, pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini dimulai ketika bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi tahun 2023 akhir, kemudian sempat terhenti, lalu muncul lagi saat selesai Pemilu, dan hilang lagi.
“Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi,” jelasnya.
Ronny menyebutkan beberapa indikasi politisasi hukum dan kriminalisasi yang dapat dilihat di antaranya ada upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Selain itu, adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi.
Kemudian juga pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan.
“Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik,” tegas Ronny.
Menurut Ronny, kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman. Seluruh proses persidangan mulai dari Pengadilan Tipikor hingga Kasasi tidak satu pun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDI Perjuangan dengan kasus suap Wahyu Setiawan.
“Kami menduga ada upaya pemidanaan yang dipaksakan/ kriminalisasi mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan sepanjang tahun 2024,” kata dia.
Ronny mengatakan, partainya menduga pengenaan pasal Obstruction of Justice hanyalah formalitas teknis hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe, penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di penghujung kekuasaan Joko Widodo Presiden ke-7 RI.
Bahkan, lanjut Ronny, sikap tegas ini baru terjadi minggu lalu ketika partai mengambil sikap yang tegas dengan memecat antara lain tiga kader yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi.
Politisasi hukum terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan ini juga diperparah dengan bocornya SPDP kepada media massa yang seharusnya bersifat rahasia dan hanya diberikan kepada pihak yang terkait.
“PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu mentaati proses hukum dan bersifat kooperatif,” terangnya.
“PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Yang terjadi saat ini adalah politisasi hukum,” imbuhnya.
Sementara sebelumnya Komarudin Watubun Ketua DPP PDIP bidang Kehormatan menilai, penetapan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengkonfirmasi keterangan Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDI Perjuangan pada tanggal 12 Desember 2024 bahwa PDI Perjuangan akan diawut-awut atau diacak-acak terkait Kongres VI PDI Perjuangan. (Yoss)