Kabar Duka: Guru Besar Fak Filsafat UGM Prof Dr Kaelan MS Meninggal Dunia
JAKARTASATU.COM— Guru Besar Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Kaelan MS meninggal dunia pada Rabu 25 Desember 2024.
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN telah wafat Bapak Prof. Dr. Kaelan, MS pagi ini jam 8.00 di RS Sardjito.
Info pemakaman menyusul.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu’anhu
Semoga almarhum di maafkan segala dosa beliau dan di hisab segala amalan nya. Semoga beliau di wafatkan dalam Husnul Khotimah. Semoga keluarga yang ditinggalkan di anugerahi kekuatan Iman, diberi ketabahan, keikhlasan dan kesabaran. Semoga Allah SWT melimpahkan atas almarhum maghfirah, rahmah, dan Jannah Nya.
Aamiin YRA. Al Fatihah.
Demikian disampaikan kabar duka Sutoyo Abadi.
Foto tersebut di atas Prof. DR. Kaelan, MS bersama Tim Maklumat Yogjakarta, akan membacakan Surat ke Presiden Prabowo Subianto, surat di bacakan oleh Prof. DR. Rochmad Wahab di Musium Jenderal Sudirman tentang “Presiden agar segera mengeluarkan Dekrit Presiden Negara Kembali ke UUD 45 asli”
Mengenang almarhum yang konsiten kritik atas perubahan UUD’45.
Kritik Paling Tajam dari Prof Kaelan atas UUD 45 Perubahan. Dikutip Siaran Pers Ketua DPD RI pada 23/6/2022, pakar hukum Prof Dr Kaelan, MS di Jogyakarta mengatakan UUD 45 bukan diamandemen, tapi diganti.
Argumentasi Prof Kaelan didasarkan pada pendekatan hukum konstitusi. Pendekatan ini selama hampir 20 tahun tidak dihiraukan para defender perubahan UUD 45.
Hukum konstitusi menekankan pada prosedur perubahan. Defender abaikan prosedur sehingga hasil yang mereka bela itu ditolak penempatannya dalam Lembaran Negara karena format tak dikenal.
Prosedur perubahan verfassung anderung, menurut Prof Kaelan, perubahan yang diatur dalam UUD sendiri.
“Menurut saya UUD 45 tidak mengatur verfassung anderung. Verfassung wandelung,” kata Prof Kaelan.
Menurut Prof Kaelan, prosedur perubahan di luar yang diatur UUD.
Dalam teknik perubahan yang dikenal amandemen, tambahan. Kata Prof Kaelan terdapat sekitar 90% pasal-pasal UUD 45 yang diubah/diganti.
Kata Prof Kaelan, bukan amandemen tapi renew, mengganti. Apalagi content pasal-pasal tersebut tidak konsisten dan koheren dengan Pancasila.
Dengan janji mempertahankan Pembukaan UUD yang mengandung kelima sila Pancasila, kaum reformasi seolah hanya mengubah substansi yang tidak prinsip, sejatinya tidak demikian. Reformasi dengan sistemnya sendiri membuat UUD baru.
Mengingat kehancuran demi kehancuran yang timbul akibat pemberlakuan (secara politieke macht) UUD Reformasi, misalnya saja tersebarnya kuman oligarkhi yang pandemic dengan pelbagai varian.
Saatnya untuk memberlakukan UUD 45 asli. Perubahan dengan addendum. Sepatutnya berpikir ulang, pemberlakuan peraturan perundangan, apalagi UUD, dengan politieke macht bukankah itu smokkelijke recht (penyelundupan hukum)?. (Yoss)