Conie Layak Dipidana? Kata Tony Rosyid!

Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Secara pribadi penulis tanggapan atau Penanggap jujur menilai bahwa tulisan Tony Rosyid hari ini, 31 Desember 2024 cukup bagus dan menarik dan extra ordinary  menantang keingintahuan publik”

Kata Rosyid,…”Viral video Conie Rahakundini Bakrie analis militer asal Indonesia yang kini bermukim di Russia. Karena Video Conie menggegerkan jagat Indonesia. Conie mengaku menyimpan sejumlah dokumen dan video yang dititipkan Hasto Kristianto kepadanya. Saat ini, Hasto telah ditetapkan jadi tersangka. Tepat di malam natal. Malam yang ditunggu oleh Hasto dan keluarganya untuk dirayakan. Nasib malang. Hasto jadi tersangka KPK.”

“Apa isi dokumen dan video yang dititipkan Hasto kepada Conie? Menurut pengakuan Conie, dokumen dan video itu berisi tentang kejahatan era kekuasaan Jokowi. Siapa yang terlibat kejahatan itu? Banyak spekulasi, kata Rocky Gerung.”

“Di video dan dokumen itu disebut ada adik-kakak yang terlibat kejahatan. Oh ya? Siapa adik-kakak itu? Analisis publik mulai tergiring ke obyek tertentu. Apakah ini ada kaitannya dengan laporan Ubaidillah Badrun, dosen UNJ beberapa waktu lalu ke KPK? Menarik untuk ditelusuri.”

Lanjut Rosyid;  “Tidak hanya Conie. Sebelumnya, juru bicara DPP PDIP Guntur Romli juga mengaku bahwa Hasto telah membuat puluhan video. Diantaranya tentang kriminalisasi Anies Baswedan dan korupsi para pejabat tinggi. Guntur mengaku sudah melihat video itu. Video itu disertai bukti-bukti mencengangkan dan bisa mengubah peta pemberantasan korupsi, kata Guntur Romli (29/12/2024).”

“Apakah video dan dokumen Hasto ini sebuah ancaman kepada pihak-pihak tertentu? Pihak-pihak yang diduga bisa intervensi KPK. Ya pasti ! Kalau bukan ancaman, kenapa tidak dikeluarkan sekarang saja?”

“Publik membaca, ‘Hasto mau bernego.’ Jika kalian ingin selamat, batalkan statusku sebagai tersangka”.

Kira-kira itulah pesannya, “kata Rosyid”.

Lalu lanjut Rosyid;

“Maka, jika dalam proses berikutnya KPK memperlunak status Hasto, ini tandanya KPK masuk angin. KPK dalam kendali pihak tertentu. Ini hal yang juga biasa terjadi. Pimpinan KPK juga manusia, kata mereka yang tak lagi percaya kepada KPK.”

Tanggapan Penulis (Penanggap):

Serius, apa yang menjadi kandungan dari dimensi informasi kebebasan berpendapat sebagai hak publik terkait apa yang disampaikan oleh Tony Rosyid, sehingga oleh karenanya, penulis tertarik ikut mencermati serta menanggapinya dari sisi perspektif dan logika hukum dengan kupasan yang cukup berpedoman sesuai asas-asas legalitas maupun dengan beberapa teori hukum pidana.

Dan terkait alinea artikel Rosyid yang dianggap oleh pengamat merupakan salah alamat sehingga keliru berat, karena demikian kata Rosyid:

“Jika benar Conie secara sengaja menyimpan video dan dokumen kejahatan seseorang atau sejumlah orang, apakah ini tidak termasuk bagian dari kejahatan itu sendiri? Apakah Conie, dan juga Hasto, tidak dianggap sebagai pihak yang melindungi kejahatan orang lain? Tidakkah ini bisa dipidana?”

‘Kalau Hasto sudah ditetapkan jadi tersangka, KPK mestinya segera menahannya. Apalagi Hasto telah dimungkingkan bisa menyembunyikan barang bukti. Faktanya, video dan dokumen saja bisa disembunyikan ke Rusia.’

“‘Publik juga menuntut Conie untuk tidak melindungi kejahatan orang lain dengan menyembunyikan video dan dokumen itu. Bongkar ! Ini bisa jadi hadiah Tahun Baru buat rakyat Indonesia. Jangan sampai rakyat menggunakan pasal 221 ayat (1) KUHP untuk mendesak aparat hukum menuntut Conie dipenjara 9 bulan karena didakwa telah menyembunyikan dokumen terkait kejahatan orang lain.”

Nah alinea artikel Tony Rosyid yang penulis kutif, ini lah yang butuh pelurusan hukum dalam koridor intelektual dan menjaga prinsip-prinsip moralitas, selain cerdas dalam berpikir juga berani dalam bertindak selaras dengan teori penanggap yang men-sitir teori senior aktivis muslim Prof. Dr H. Eggi Sudjana, SH., MSi (bakal terbit) OST JUBEDIL (OBJEKTIF, SISTEMATIS TOLERANSI JUJUR BENAR DAN ADIL), dan agar publik tidak terlalu larut dalam kekeliruan yang lebih jauh, sebagai korban diksi yang sekedar asumsi yang lalu lalang di berbagai media online.

Selanjutnya patut dipertanyakan apa  dasar hukum Tony Rosyid yang substansinya menyentuh dimensi peran serta masyarakat di dalam frase “rakyat dapat menggunakan pasal 221 ayat (1) KUHP?”

Karena penggunaan terhadap pasal KUHP (221) sebagai undang–undang dalam konteks ketentuan yang mengatur perihal hukum pidana materil (KUHP). Wajib mengacu kepada hukum pidana formil/ KUHAP atau tata cara pelaksanan untuk menuju pasal yang bakal dituduhkan. Ini lah sebagai dasar teori hukum sebagai alas pijakan hukum (konstitusional).

Untuk itu, jangankan sekedar Conie atau Hasto, sebagai individu publik (masyarakat yang memiliki hak berkebebasan menyampaikan pendapat, protes dan kritisi, bahkan majas lembut/ satire sampai yang sarkastik (asal kata sark dan asmos dalam bahasa Yunani) adalah merobek, mencabik-cabik daging) yang andai memiliki bukti kejahatan lalu menyampaikannya kepada publik, terlebih dalam hal ini baik Conie maupun Hasto tidak menyebutkan secara jelas spesifikasi kasus perkaranya dan identitas para pelakunya bahkan tidak menyentuh inisial !? Hanya menyebut “memiliki bukti dan akan membongkar para pejabat”.

Sedangkan kalimat a quo yang disampaikan oleh kedua individu (Conie dan Hasto) adalah mencapai titik dimensi tak terhingga, bak bilangan asli, sehingga sulit diilustrasikan kepada personal atau kelompok siapa-siapa saja subjeknya yang dapat dialamatkan, kecuali hanya tuduhan bahkan sampai awang-awang, sakin abstraknya. Selebihnya ada apa dengan Hasto, sehingga dihubungkan dengan kasus abal-abal (not important).

Selain dan selebihnya tidak ada batasan hukum atau pelarangan seorang Tersangka/ TSK untuk tunduk dan patuh kepada sistim hukum positif atau hukum yang berlaku (ius konstitutum) terkait kebebasannya untuk bebas berbicara dan menyampaikan pendapat dan informasi yang dirinya ketahui kepada publik, baik secara satire, maupun sarkasme individu maupun kelompok, ditengah publik maupun di atas gunung atau di angkasa  (Jo. Pasal 28 UUD 1945 Jo. UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Jo. UU. 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyampaikan pendapat asal kan implematasi nya tidak merupakan fitnah (delik laster)

Sedangkan didalam asas-asas hukum pidana pada pasal hak ingkar bagi tersangka dan terdakwa, sekalipun berbohong sesuai pada tahapan acara, kepada penyidik maupun kepada JPU. Hal substansial ingkar ini justru diatur dalam Pasal 52 Jo. Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Detailnya bahwa hak menyangkal atau ingkar adalah hak para tersangka di hadapan penyidik, bahkan merupakan hak para terdakwa kepada JPU dihadapan majelis di persidangan, sebaliknya jika dianggap kebohongan, maka fungsi penyidik pada saat penyidikan, dan pada saat tuntutan oleh JPU, saat  menjadi terdakwa.

Justru untuk menemukan kebohongan dengan bukti-bukti serta keterangan saksi atau kesaksian, tidak serta merta hakim dapat men-judge sekalipun perkataan adalah keterangan bohong, untuk dinyatakan sebagai sebuah asli kebohongan tentang apa-apa yang disampaikan oleh para tersangka atau dari pera terdakwa.

Akhirnya terdapat kejelasan dalam teori dan asas-asas hukum pidana, asas tentang hak tersangka atau terdakwa untuk ingkar yang disebut non self incrimination yaitu seorang terdakwa berhak untuk tidak memberikan keterangan yang akan memberatkan/merugikan dirinya di muka persidangan.

Bahkan, teori berdasarkan asas hukum, ada juga faktor kebolehan menyembunyikan terdakwa (tersangka) oleh saudara atau keluarga dalam hubungan (dalam batasan kekerabatan tertentu).

Silahkan baca dan pahami Pasal 221 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa:

Sehingga teori hukum pidana mengisyaratkan bahwa KUHAP pada Pasal 221 ayat (1) tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.

Bagaimana tentang sikap hakim dalam perkara pidana?

Oleh sebab hukum seandainya ditemukan kerancuan atas keterangan (obscuri libeli) dari kesaksian oleh saksi, terdakwa, atau ahli maupun pelapor? Maka para hakim halal menggunakan intuiti, tanpa raisonee (alasan yang mendasari), yakni melalui asas conviction intime (hati nurani) sesuai 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Jo. UU. No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kini sebagai penutup dan kesimpulan dalam bentuk pertanyaan, kenapa kita repot (secara objektif termasuk penanggap) hanya melulu sekedar debatebel yang namun sekedar subjektivitas? Kenapa Tony Rosyid dan kita semua para aktivis tidak mendorong mayoritas rakyat agar melaporkan Kapolri dengan menggunakan pasal 421 KUHP ? Karena Kapolri tidak melakukan amanah dan tanggung jawabnya yang harus berkesesuaian dengan tupoksi? Karena banyak pelaku kejahatan dan tindak pelanggaran yang tidak ditindak lanjuti, termasuk diantaranya SEGALA KEBOHONGAN JOKOWI YANG ESTIMASINYA LEBIH DARI 100 (SERATUS), dan secara teori hukum semua kebohongan yang Jokowi lakukan adalah sebagai pejabat publik eksekutif tertinggi/Penyelenggara negara yang sesuai asas dan teori hukum bukan delik aduan, melainkan delik biasa,
dan belum daluarsa, sehingga KAPOLRI TIDAK BUTUH LAPORAN MASYARAKAT UNTUK MENINDAK PERILAKU JOKOWI, MAKNA SUBTANSIAL DAN ANALOGIS DARI SISI PERSPEKTIF DAN LOGIKA HUKUMNYA ADALAH “KAPOLRI TELAH NYATA-NYATA TELANJANG” MELAKUKAN PEMBIARAN ATAU DISOBIDENCE TERHADAP TUGAS POKOK FUNGSINYA SESUAI DAN MERUJUK PASAL 421 KUHP:

“bahwa seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan (keberlangsungan) sesuatu tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

Lalu ternyata kita sebagai bagian masyarakat, hanya sibuk terkecoh dan saling menyalahi? Bahkan 99,9 persen NATO, tidak mau eksyen. Walau makna dari informasi yang  dilontarkan merupakan wujud kebebasan berekspresi lewat seni kata-kata, sebagai kritisi, protes, termasuk melalui gambar foto atau lukisan porno sekalipun adalah gambaran realitas.

Terlebih seorang Conie yang para aktivis kenal, adalah seorang perempuan aktivis yang cukup intelektual yang berani berkata tegas, lugas dan terkesan apa adanya. Terlebih menyedihkan andai ada yang membandingkan antara kepribadian Conie dengan sosok Jokowi, namun tentunya mungkin bisa jadi (tidak mustahil) terkait sosok Jokowi tentu tak terlepas, ada dalam bagian lontaran kata Conie dalam lembaran bab tentang tokoh penyebab distorsi kehidupan demokrasi bangsa ini.

Untuk itu salam hormat saya kepada rekan aktivis Tony Rosyid dan lainnya siapapun yang turut membaca (apapun pendapat tanggapannya) dan seperjuangan atau tidak, semoga Allah, Tuhan yang Maha Kuasa Atas Segalanya Ridho atas segala perjuangan kita semua. Namun saran hendaknya segala narasi yang datang dari kita sebagai umat bangsa Indonesia LINTAS SARA terhindar dari segala unsur fitnah, karena fitnah sesuai firman Allah SWT merupakan perbuatan keji lagi munkar.