AUDIT “RUMAH KESERAKAHAN” JOKOWI DI COLOMADU
by M Rizal Fadillah
Benar berdasarkan UU No. 7 tahun 1978 mantan Presiden dan atau Wakil Presiden berhak mendapatkan rumah yang layak dengan perlengkapannya. Namum UU ini tidak mengatur besaran atau nilai. Presiden SBY mendapat tanah seluas 1500 M2 di Jakarta. Suharto dan lainnya menerima hadiah negara dalam bentuk uang. Menurut Keppres 81 tahun 2004 besaran harga rumah itu maksimal 20 milyar.
Hebatnya jika sebelum Jokowi nilai maksimal adalah 20 milyar, nah saat Jokowi dibuat aturan dengan harga tidak terbatas. APBN dapat membiayai berapa saja asal luas tanah di DKI Jakarta 1500 M2 di luar setara dengan itu. Aturan dibuat oleh Sri Mulyani melalui Permenkeu No. 120/PMK-06/2022. Ruang korupsi terbuka setelah ada aturan ini.
Jokowi minta sendiri tanah yang kemudian mulai dibangun bulan Juli 2024. Luas tanah 12.000 M2 di Jl Adi Sucipto Colomadu Karang Anyar. Menurut Kades Blulukan Colomadu Slamet Wiyono harga tanah disana dahulu 10-12 juta rupiah per meter, kini katanya 15-17 juta per meter persegi. Dengan harga lama minimal, maka harga tanah yang dibeli APBN untuk Jokowi adalah 120 milyar. Itu baru tanahnya saja.
Dimulai dari luas tanah menurut Permenkeu 120 tahun 2022 antara 1.500 M2 di DKI (masih Ibukota) dengan 12.000 M2 di Colomadu batas Surakarta-Karang Anyar sangat mencolok. Ini perlu audit akan kesetaraannya. Kemudian mengenai pembangunan dengan tanpa pembatasan biaya justru membuka peluang bagi ketidakterbatasan penggunaan dana APBN.
Aturan terdahulu hanya maksimal 20 milyar itu sudah tanah dan bangunan. Kini untuk Jokowi tanahnya saja sudah 120 milyar belum bangunan maka bukan mustahil jika dana APBN yang digelontorkan bisa mencapai lebih dari 200 milyar. Sri Mulyani telah membuka pintu bagi perampokan dana APBN. Bukankah Sri Mulyani itu adalah Menteri atau pembantunya Jokowi ?
Awalnya tanah yang dihadiahkan negara kepada Jokowi hanya 9000 M2 tapi ujug ujug bertambah menjadi 12.000 M2. Ternyata hamparan tanah tersebut terdiri dari 4 patok. 3 patok seluas 9000 M2 dibeli dari Yustinus Soeroso pemilik PO Rosalia Indah dan 1 patok +-3000 M2 dibeli dari Joko Wiyono. Kades Blulukan Slamet tidak tahu siapa Joko Wiyono dan tidak tahu pula transaksi jual beli serta lainnya. Kata Slamet, Joko Wiyono bukan orang blulukan.
Ada bau perkeliruan pada hadiah negara untuk mantan Presiden Jokowi di Blulukan Colomadu ini. Dibandingkan Presiden terdahulu, maka Jokowi telah membuat rekor “keserakahan” mantan Presiden. Tanah paling luas dan pembiayaan APBN paling mahal. Diawali dengan indikasi kongkalikong dengan Sri Mulyani Menteri Keuangan dan Mensesneg Pratikno, pengelola hadiah. Pembelian dan pembangunan adalah tanggungjawab Mensesneg.
Kontraktor pembangunan adalah “pilihan terbaik” asal Denpasar Bali PT Tunas Jaya Sanur. Rupanya Jokowi ingin membangun rumah kerajaan di Colomadu. Rumah sekarang saja sudah banyak didatangi wisatawan yang berfoto-foto dengan sang “Raja Jawa” versi Bahlil. Nah, untuk nilai hingga puluhan atau ratusan milyar proyek negara bolehkah dengan penunjukan langsung ?
Untuk klarifikasi agar tidak ada dugaan korupsi atas hadiah negara kepada mantan Presiden Jokowi, maka BPK atau lembaga lain segera turun untuk mengaudit “rumah keserakahan” Jokowi di Colomadu. KPK dan Kejagung bersiap-siap. Pertanggungjawabkan kepada rakyat dan buktikan bahwa Jokowi itu orang yang lugu dan sederhana.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 12 Januari 2025