Aendra Medita/ist

Secara analisis komunikasi politik tentang prinsip “satu negara, satu pemimpin” yaitu harus dilakukan dengan pendekatan strategis berdasarkan konteks politik, sosial, dan budaya negara yang dimaksud.

Langkah-langkah analisis yang tepat Pertama pemetaan konteks dan tantangan politik — Identifikasi situasi politik saat ini– Apakah ada konflik kepemimpinan, dualisme kekuasaan, atau ketidakstabilan politik yang memicu perlunya prinsip ini.

Kedua analisis sistem pemerintahan, sistem negara (presidensial, parlementer, monarki) mendukung prinsip ini, secara sejarah dan tradisi politik memengaruhi penerimaan publik terhadap ide ini. Sebagai contoh jika ada dualisme kepemimpinan di tingkat eksekutif atau legislatif, komunikasikan bahwa prinsip ini diperlukan untuk menghindari kebuntuan politik.  Secara segmentasi siapa yang paling terpengaruh oleh isu ini (rakyat umum, elit politik, oposisi, atau masyarakat internasional)?

Apakah mereka mendukung, netral, atau menolak prinsip ini? Sesuaikan narasi untuk membangun dukungan kepada rakyat, fokuskan pada manfaat konkret seperti stabilitas dan efisiensi. Untuk para elit politik, tonjolkan perlunya konsolidasi untuk mempercepat kebijakan. Narasi utama- patut tegas bahwa “satu negara, satu pemimpin” adalah solusi untuk memperkuat stabilitas nasional, mempercepat pengambilan keputusan, dan menghindari konflik kepentingan. Contoh di dunia (internasional) (seperti sistem presidensial AS), dan analogi lokal yang relevan untuk memperkuat pesan. Sampelnya “Dalam situasi krisis, satu komando adalah kunci untuk mengatasi tantangan. Seperti halnya nahkoda dalam kapal, kita butuh satu pemimpin yang memandu bangsa ini menuju tujuan dan pembangunan bangsa yang luhur dan bermartabat.

Pendekatan Komunikasi

Pendekan komunikasi publik untuk menyampaikan manfaat prinsip ini. Dengan pesan dengan nilai-nilai persatuan, patriotisme, dan tanggung jawab kolektif.

Dukungan pendekan komunikasi politik ke publik menjelaskan prinsip ini secara sederhana dan menarik sehingga hal ini akan mempu mengelola kritik dalam –Antisipasi jika ada oposisi– ini adalah identifikasi argumen yang mungkin muncul, seperti tuduhan otoritarianisme atau pengabaian prinsip demokrasi. Semuanya harus  menjawab semua dengan berbasis data dan hukum. Bukan ruang terbuka untuk dialog yang libatkan kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk ruang solusi.

Contoh: Jika dituduh otoriter, jelaskan bahwa “satu pemimpin” tetap berada dalam kerangka demokrasi dengan mekanisme pengawasan yang kuat. Bandingan ambil contoh negara yang berhasil menerapkan prinsip serupa, seperti sistem presidensial di Amerika Serikat atau Turki, di mana pemimpin tunggal dipilih langsung oleh rakyat.  Bandingkan dengan sejarah politik lokal untuk menemukan contoh relevan yang dapat mendukung narasi. Nilai pengukuran efektivitas dan monitor respons publik, survei opini, analisis media, dan pemantauan media sosial untuk menilai sejauh mana pesan ini diterima. Jika ada resistensi yang signifikan, ubah pendekatan komunikasi untuk lebih inklusif dan responsif terhadap kritik. Dengan pendekatan ini, komunikasi politik dapat meminimalkan resistensi dan membangun konsensus publik terhadap prinsip “satu negara, satu pemimpin.

Beberapa tokoh komunikasi dunia memiliki pandangan berbeda tentang kepemimpinan politik, termasuk gagasan “satu negara, satu pemimpin.” Harold Lasswell: Komunikasi sebagai Propaganda. Pandangan Lasswell menekankan pentingnya kontrol narasi dalam politik melalui komunikasi massa. Menurutnya, pemimpin harus dapat menyampaikan pesan yang sederhana, jelas, dan emosional untuk memengaruhi opini publik.

Gagasan “satu negara, satu pemimpin” harus dikomunikasikan sebagai solusi untuk stabilitas dan efisiensi, dengan mengontrol simbol-simbol nasionalisme dan persatuan.  “The significant symbols must be used to align people’s emotions with the leader’s goals.

Marshall McLuhan: Media sebagai Perpanjangan Pemimpin. Pandangan McLuhan menekankan bahwa media adalah alat yang membentuk persepsi masyarakat tentang pemimpin. Dalam dunia modern kini, citra pemimpin harus dikelola secara efektif melalui media yang mana relevansi pemimpin tunggal harus memanfaatkan teknologi komunikasi (media, media sosial) untuk membangun citra sebagai figur pemersatu dan efektif. “The medium is the message.” artinya cara pesan disampaikan sama pentingnya dengan isi pesan itu sendiri.

Noam Chomsky punya pandangan sekaligus mengkritik bagaimana elit politik sering menggunakan propaganda untuk memusatkan kekuasaan dengan mengabaikan kepentingan rakyat. “The general population doesn’t know what’s happening, and it doesn’t even know that it doesn’t know. pandangan sekaligus mengkritik bagaimana elit politik sering menggunakan propaganda untuk memusatkan kekuasaan dengan mengabaikan kepentingan rakyat. Dia menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses politik. Gagasan “satu negara, satu pemimpin” harus diawasi agar tidak menjadi alat untuk sentralisasi kekuasaan yang otoriter. Dan ada mekanisme demokrasi dan transparansi.

Dan satu lagi saya ambil tokoh dunia Jürgen Habermas pandangannya menekankan pentingnya ruang publik untuk diskusi dan dialog yang rasional. Kepemimpinan yang efektif membutuhkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Gagasan “satu negara, satu pemimpin” harus dibangun melalui proses diskursus terbuka, sehingga rakyat merasa memiliki suara dalam menentukan pemimpin mereka. “The legitimacy of power lies in its rational justification.”

Pemimpin tunggal dapat dikomunikasikan sebagai solusi untuk memastikan kebijakan efektif dibuat oleh individu yang kompeten, tetapi harus tetap mendapat legitimasi publik. Pemimpin tunggal harus menggunakan pendekatan soft power untuk memenangkan hati rakyat, dengan menunjukkan integritas, visi yang kuat, dan manfaat nyata bagi rakyat.

Dalam komunikasi politik, prinsip “satu negara, satu pemimpin” harus dikemas secara strategis agar dapat diterima dan dipahami secara luas oleh masyarakat tanpa menimbulkan kesalahpahaman atau kontroversi.

Langkah-langkah yang dapat diterapkan: Narasi yang Konsisten dan Jelas  bertujuan untuk menciptakan stabilitas, efisiensi, dan arah kebijakan yang jelas. Hindari narasi yang terkesan otoriter atau anti-pluralisme, fokus pada manfaat untuk kepentingan publik.  Menguatkan Legitimasi Pemimpin  yang sah dan baru. Tonjolkan kualitas kepemimpinan, rekam jejak, dan visi pemimpin untuk memastikan bahwa rakyat merasa percaya dan mendukung pemimpin tunggal ini. Komunikasikan bahwa pemimpin tidak hanya mewakili dirinya sendiri, tetapi juga membawa aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Transparansi dan Akuntabilitas

Pemimpin yang tunggal harus menunjukkan komitmen untuk transparansi dan keterbukaan dalam mengambil keputusan, sehingga publik merasa dilibatkan. Pentingnya mekanisme check and balance, seperti parlemen, media, dan masyarakat sipil, untuk memastikan tidak ada kekuasaan absolut. Simbol-Simbol Persatuan yang pesannya disampaikan simbol-simbol persatuan, seperti bendera negara, semboyan nasional, atau nilai-nilai budaya lokal yang mengedepankan kebersamaan. simbol ini dapat membangun emosi kolektif bahwa pemimpin tunggal adalah representasi semua pihak.

Pendekatan Demokratis dan Dialogis  bahwa meskipun pemimpin negara hanya satu, proses pemilihannya tetap melibatkan partisipasi masyarakat secara demokratis. Publik untuk paham bahwa “satu negara, satu pemimpin” adalah solusi untuk tantangan tertentu, seperti mencegah konflik kepentingan atau mempercepat pengambilan keputusan. Konteks ini dalam artian  dengan sebuah peristiwa politik tertentu yang sedang ada janganlah ada yang curi adegan, tampil dan merasa “rindu tampil” mungkin tindakan masih belum puas.

Komunikasi politik Pemimpin masih dalam ruang yang belum 100 hari masih ada bayangan masa transisi harusnya dihapus, karena kepemimpinan yang Tegas pada pemimpin harus bisa menjawab tantangan masa lalu dengan realita bukan pada PHP-PHP yang sudah terjadi. Pemimpin masa depan fokus pada keberlanjutan bahwa bangsa ini harus mandiri dan punya martabat yang bukan diacak-acak.

Memang merajut kepercayaan di kondisi yang “terpuruk” perlu strategi pemimpin baru menghadapi warisan lama.

Akhirnya bahwa Satu Negara, Satu Pemimpin adalah wajib adanya jadi yang sudah jangan selalu merongrong, dan pengaruhi media bahkan publik, Tak baik demikian itu… Tabik..!!!

*)AENDRA MEDITA adalah analis komunikasi politik yang aktif di PUSAT KAJIAN KOMUNIKASI POLITIK (PKKPI) Konsentrasi dalam bidang Media dan isu kekinian.

Jagakarsa, JAKARTA, 16 Januari 2025