Jaya Suprana
OLEH JAYA SUPRANA *)

UNTUK kesekian kali saya salut atas keteladanan sikap kenegarawanan serta ksatria yang ditampilkan oleh Prabowo Subianto.

Pada pidato menyambut kemenangan Anies-Sandi di Markas Besar Partai Gerindra di tengah suasana curah hujan deras petang hari 19 April 2017, Ketua Umum Partai Gerindra secara khusus menyampaikan penghormatan bagi Ahok dan Djarot sebagai dua putera terbaik Indonesia yang telah mempersembahkan karsa dan karya bakti terbaik bagi bangsa Indonesia.

Memang penghormatan layak diberikan kepada Basuki Tjahaja Purnama berdasar rekam jejak dalam mempersembahkan karsa dan karya bakti bagi bangsa Indonesia sebagai Bupati Belitung Timur, Anggota DPR RI 2009-2014, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta 2015-2017, penerima anugerah Gus Dur Award dan Bung Hatta Anti Corruption Award. Semangat Basuki dalam anti korupsi serta pembenahan birokrasi tidak perlu diragukan lagi. Maka meski kalah dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, bukan berarti karier politik Basuki sudah berakhir.

Kemungkinan diangkat menjadi menteri di dalam kabinet Presiden Jokowi sama sekali tidak tertutup, yang bahkan lebar terbuka untuk berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Kemampuan membenahi birokrasi tampaknya lebih cocok bagi Basuki untuk mengemban tugas sebagai Menteri Penertiban Aparatur Negara atau Menteri Sekretaris Negara.

Sementara rekam jejak pengabdian Djarot Saiful Hidayat juga tidak kalah meyakinkan. Djarot merupakan satu dari segelintir kepala daerah yang mau dan mampu menghayati serta mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan menjadi kenyataan pembangunan tanpa mengorbankan alam dan rakyat.

Sebagai kader PDIP, Djarot benar-benar menghayati makna marhaenisme yang merupakan warisan Bung Karno bagi PDIP sebagai semangat keberpihakan kepada wong cilik. Sebagai Wali Kota Blitar dua masa bakti, 2000-2005 dan 2005-2010, Djarot membatasi kehidupan metropolitan serba mewah seperti pembangunan pusat perbelanjaan atau mal modern dan gedung-gedung pencakar langit.

Ia lebih suka menata pedagang kaki lima yang mendominasi roda perekonomian di kotanya. Dengan konsep matang yang telah direncanakan, Djarot berhasil menata ribuan pedagang kaki lima yang dulunya kumuh di kompleks alun-alun kota menjadi tertata rapi. Kebijakan yang ia terapkan ternyata berhasil mendongkrak perekonomian di Blitar, tanpa ada mal dan supermarket layaknya kota-kota besar.

Djarot dikenal warganya sebagai wali kota yang merakyat, sederhana, dan gemar blusukan untuk melihat kondisi langsung di lapangan. Bahkan di saat pejabat daerah lain menggunakan mobil terbaru, ia lebih memilih menggunakan sepeda untuk secara langsung melihat kondisi kehidupan rakyatnya. Kota Blitar di bawah kepemimpinannya mendapat gelar adipura 3 kali berturut-turut yakni pada tahun 2006, 2007, dan 2008. Atas kontribusi positif yang telah dibuat sebagai wali kota Blitar, Djarot mendapat penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah pada tahun 2008.

Djarot juga mendapatkan Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan. Djarot Saiful Hidayat adalah seorang tokoh pemimpin bangsa Indonesia yang selalu siap mengejawantahkan sukma terkandung pada sila-sila kemanusiaan adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi kenyataan

*)Penulis adalah penggagas Gerakan Kebanggaan Nasional