Hizbullah Indonesia:
SAATNYA MELAWAN PRABOWO (7): Diktator Konglomerat – Rezim Mumi-Mumi Hidup: Memimpikan Pak Harto, Ketemu Iblis…
Sri-Bintang Pamungkas
Ketika Pak Harto mulai menaiki Tangga-Tangga Kepresidenan sebagai Diktator untuk 30 tahun lebih, dia adalah Orang Waras yang menggunakan pikirannya secara waras pula. Meskipun ada sifat liciknya, karena menginginkan dirinya bisa dipilih berkali-kali sebagai Calon Tunggal, tetapi dia berusaha keras menjalankan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen. Maka mulailah dia membangun Republik Indonesia berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara untuk menghasilkan Manusia Indonesia yang Utuh dalam Masyarakat Adil dan Makmur. Maka Dibuatlah REPELITA dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahunan.
Langkah-langkah Soeharto dalam membangun Indonesia memang luar biasa, melihat pendidikannya yang hanya sampai SMP. Wajar saja kalau banyak orang menyampaikan kritik-kritiknya: Repelita-repelita Soeharto/Bappenas penuh dengan kata-kata bersayap, tanpa disertai data, apalagi data pencapaian hasil, yang penting demi menjaga kesinambungan Pelita yang sudah ke Repelita berikutnya. Di DPR pun RAPBN, sebagai aktualisasi Repelita berikutnya, tidak pernah diberikan kepada Komisi APBN. Hanya Ketum Partai yang mendapat kopinya, sebuah kenakalan Soeharto yang lain.
Meskipun upaya Soeharto gagal dan dia jatuh, akan tetapi orang macam Wowok (juga presiden-presiden sebelumnya Pasca Soeharto) yang membangun Indonesia tanpa GBHN, dan tanpa Rencana Pembangunan apa pun, karena sejak 2002 UUD1945 dengan GBHN-nya tidak lagi ada, saya anggap sebagai Musuh Negara.
Wowok memang tidak waras, karena itu yang ada hanyalah Mimpi-mimpi sesaatnya tentang Indonesia Emas. Mungkin Wowok sangat bangga dengan Mimpi-mimpinya dan mau menyaingi mantan Mertuanya itu. Tetapi melihat kenyataan yang ada, pada saat dana Negara habis karena Korupsi dan Belanja Negara yang ugal-ugalan, sementara juga tidak bisa membayar utang Negara yang jatuh tempo, pemborosan biaya untuk program akal-akalan, ditambah dengan kekacauan ekonomi biaya tinggi yang dibarengi dengan stagflation (naiknya harga-harga disertai pengangguran meluas) dan berakibat Perekonomian Macet, maka rakyat tidak percaya Mimpi-mimpi Wowok itu akan tercapai menjadi kenyataan…
Belum lagi mempertimbangkan tiadanya Jagoan-jagoan Ekonomi setingkat Teknokrat di jaman Pak Harto, sekalipun mereka harus mengaku gagal, tetapi Rakyat masih penuh harap, dibanding dengan seratusan Mumi-mumi Hidup di sekeliling Wowok, maka Hujan Emas Wowok itu bisa saja berwujud Hujan Batu. Wowok itu ber-Tangan Panas… apa pun yang dipegangnya tidak akan jadi. Dua kali berupaya menjadi Orang Nomor Satu pun tidak berhasil, selain melalui cara-cara curang dengan bantuan Wiwik, Iblis Koruptor 1000 trilyun Nomor Wahid Dunia; orang yang paling di-Musuh-i Negara, setelah para Oligarki Cina Konglomerat, dengan tuntutan hukuman mati!
Belum satu bulan berjalan, Program akal-akalan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak sekolah sudah terlihat tanda-tandanya berantakan. Dari Makan Siang berubah menjadi Makan Pagi; dari 15 ribu menjadi 10 ribu per porsi (mungkin angka ini masih “disunat” lagi). Entah berapa dana yang didapat dari utang kepada RRC, tapi Hashim Djojo, adik Wowok yang menjadi Penasehat Wowok, menyebutkan dananya 70 trilyun, lalu 100, 100 dan 100 menjadi 370 trilyun untuk lima tahun ke depan, dan bisa bikin pertumbuhan 8%+. Sedang di APBN 2025 hanya dialokasikan 71 trilyun, 20 trilyunnya untuk investasi. Dari berbagai sisi, bisa dilihat bahwa MBG ini tidak jelas; tidak dirancang dengan serius, baik dan benar.
Konon sasarannya adalah anak-anak sekolah sebanyak 18 juta. Sehingga untuk makannya saja dibutuhkan 180 milyar sehari, atau 54 trilyun setahun… Kalau setiap sekolah ada 300 anak dengan 10 kelas @ 30 anak (atau ambillah 500 anak per sekolah), maka ada 40 sampai 60 ribu (ambillah 50 ribu) sekolah di seluruh Indonesia yang menjadi target. Pertanyaannya, sampai sekarang sudah ada berapa banyak Pusat Pelayanan MBG; apakah Pusat Pelayanan ada di luar sekolah (Usaha Catering, atau Warung Tegal) atau di dalam sekolah (semacam Kantin); bagaimana investasi mendirikan Pusat-pusat Pelayanan…
Semua tidak jelas, tapi dalam sebulan ini konon MBG sudah berjalan, dan hasilnya Kacau! Sudah dipastikan kacau, karena tidak mungkin membikin 50 ribu Pusat Pelayanan di seluruh Indonesia dalam waktu singkat; bagaimana pula sekolah-sekolah di Pelosok Desa?! KADIN saja hanya sanggup mendirikan 1000 Pusat Pelayanan; itu pun baru ide…
Selain tanpa Koordinasi baik dengan Menteri Kesehatan, Menteri Dikdasmen, Menteri Pangan, Menteri UMKM, Pemerintah Daerah, dan lain-lain, Program Nasional MBG memang salah; mestinya tidak perlu ada. Seharusnya Programnya adalah “Membuka Lapangan Kerja Baru”, bagi para Orang Tua anak. Sebab, anak yang sudah bersekolah (usia 7 tahun) tidak perlu tambahan gizi; yang butuh gizi adalah Balita, atau Batuta. Jadi MBG adalah Program Ngawur, pemborosan Uang Negara. Memang Wowok suka ngawur: Diawali Main Perintah, sesudah itu Urus Sendiri…
Kegagalan Food Estates (2019 sampai 2024) juga begitu: Hutan dibabat, lahan dibuka, peralatan mungkin datang, bibit juga mungkin datang, ada sejumlah dana turun, tapi sesudahnya Urus Sendiri. Ketika akhirnya gagal, Kementerian Pertanian dipersalahkan. Mentan sendiri bilang: tidak ada koordinasi! Akhirnya Jagung di Sumut, Sumbar, Sumsel dan Kalteng gagal; Singkong di Kalteng gagal total; Padi di Merauke, Papua, juga gagal. Ratusan ribu hektar lahan pertanian mangkrak; ratusan ribu hektar hutan tropis dibabat habis; Lingkungan Hidup rusak; dan tentunya ribuan trilyun Rupiah, termasuk yang dikorupsi, hilang lenyap. Wowok dan Wiwik mestinya dituntut dengan hukuman berat karena korupsi dan menghancurkan Keuangan Negara.
Kalau mau membangun Manusia Indonesia Seutuhnya, yang perlu mendapat Program Suntikan Gizi adalah Balita, atau Batuta, yang banyaknya setiap tahun sekitar 30 sampai 40 juta, di mana 20 sampai 30 juta kekurangan gizi. Sesudah umur tujuh tahun dan sudah bersekolah, maka mereka sudah lolos dari kurang gizi. Tetapi mereka selanjutnya harus masuk ke dalam Program Sekolah Gratis, minimal sampai SMA. Yang selanjutnya perlu dibenahi adalah biaya di Sekolah Tinggi. Tidak masuk akal, biaya menjadi Sarjana di Indonesia lebih mahal dibanding di AS atau Eropa. Sesudah lulus pun di sini sulit memperoleh pekerjaan… “Wowok Sudah tidak waras, ketemu Iblis Wiwik lagi…”
Jakarta, 17 Maret 2025
@SBP