Foto : Istimewa

JAKARTASATU – Bisa jadi dan mungkin ada uang yang mengalir dari pengusaha untuk loby proses penganggaran di DPR. “Tapi gak bisa dibuktikan dan pasti bukan uang negara. Mungkin di proses penentuan harga owner estimate, dari perhitungan inilah pengusaha berani keluar uang di depan. Siapa? Berapa?

Tapi siapa yg terlibat dalam penentuan harga owner estimate? Jawaban pertama tentu PPK pejabat pembuat komitmen?” tulis Fahri Hamzah di akun Twitter pribadinya, Rabu (5/07/2017).

Tapi menurutnya kita sudah punya sistem tender yang hebat bagaimana proses persetujuan dan supervisi kerja PPK, ada banyak lembaga terlibat. “TERPENTING: yang menyetujui dan yang paling bertanggung jawab mengontrol kerja PPK adalah LKPP yang saat itu dipimpin oleh Agus Raharjo. Agus Raharjo adalah ketua @KPK_RI hari ini. Dia adalah Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LPPK) saat itu. Kepala LPPK adalah orang yang paling bertanggung jawab mengawasi jalannya tender proyek besar.

Sebelum saya simpulkan mari tengok pernyataan Nazaruddin tgl 8 September 2011 yang memaki ‘pimpinan KPK Rampok’. Google aja sendiri. Kemarahan Nazar setelah tender selesai 6 tahun lalu panjang penjelasannya.

Dan ini jadi dasar munculnya BAP baru 2017 ini. Tahun 2011 Nazar sedang sangat berkuasa. Sedangkan semua proyek besar pasti diawasi LPPK yang kepalanya Agus Raharjo.”

Menurut Fahri, Agus tahu bagaimana posisi Nazar saat itu. “Agus Raharjo pasti tahu posisi Nazar sebagai penguasa baru di bisnis pengadaan barang dan jasa. Lalu datanglah pengakuan pejabat Kemendagri bahwa Agus Raharjo termasuk yang punya jago dalam tender terbesar dalam sejarah ini.  Lalu jagonya kalah. Nazar juga kalah. Pertanyaan saya, kenapa BAP Nazar dipakai untuk membongkar kasus ini oleh Novel dan Agus?”

Ia pun merasa kecewa dengan KPK karena sudah main tuduh anggotaa dewan. “Kita tutup sampai di sini dulu. Terus terang saya kecewa dengan firnah serampangan kepada DPR oleh setan berwajah malaikat. Fitnah ini akan kembali kepada mereka. Semoga kita dilindungi dari berbuat zalim. Janganlah kebencian membuat kita tidak adil.” | RI/JKST