UU PEMILU YANG BARU
by Zeng Wei Jian
Semalam, 20 Juli 2017, beberapa fraksi DPR-RI memutuskan UU Pemilu. Salah satu narasinya, Presidential Treshold 20% Kursi DPR atau 25% Suara Pileg (2014).
Empat fraksi (Gerindra, PKS, PAN, Demokrat) memilih Walk Out. Saat menuruni eskalator, Anggota Dewan Partai Gerindra disambut iring-iringan Mars Garuda Yaksa.
Ketok Palu dilakukan Ketua DPR-RI slash warga kehormatan NU cum tersangka mega korupsi e-KTP (Gus Nov).
Seorang netizen menulis: Hasil Sidang Paripurna tidak syah. Ta-Tib Sidang Paripurna menyatakan “Dalam pelaksanaan Rapat Paripurna dipimpin oleh pimpinan DPR dan dihadiri oleh paling sedikit 3 (tiga) orang pimpinan DPR.”
Saat pengambilan keputusan, Sidang Paripurna dipimpin Gus Nov dan Fahri Hamzah (PKS). Minus Fadli Zon. Ex petenis Irawati Moerid berkata, “Fahri Hamzah gagal menjadi Semut Sulaiman”. Maya Amhar menyebut Fahri Hamzah sebagai “Pisao Bermata Dua” (a blade?).
Profesor Yusril Izha Mahendra langsung merespon. “Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan,” katanya.
Alasannya, UU Pemilu ini melanggar Pasal 6A ayat (2) UUD 45 yang menyatakan:
“Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”
Saya kira, kata “sebelum” mesti diperhatikan. Bila Pemilu Serempak dilaksanakan, maka angka treshold tahun 2014 digunakan sebagai tiket. PDIP dan Golkar yang kemungkinan besar anjlok di Pileg 2017 akan tetap punya priviledge besar mengusung Calon Presiden.
Menurut Prof Yusril, Pemilihan Umum yang dimaksud berdasarkan Pasal 22E ayat 3 UUD 45 menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Anggota Dewan produser UU Pemilu (baru) memaknai pemilu sebagai “Pemilu Lima Kotak” (Serentak). Rujukannya adalah Slamet Effendi Yusuf, Mantan Ketua Rapat Amandemen UUD 1945 sekaligus Mantan Wakil Ketua PBNU.
Mantan Anggota Dewan Dua Periode dari PPP, Habil Marati (Hamar) menyatakan Para Fraksi pengusung UU Pemilu (baru) melanggar sila ke 4 Pancasila. “Ngaku pancasila tapi anti pancasila piye toh iki,” kata Hamar (Miras?).
Selain melanggar Pasal 6A UUD 45 dan Sila ke 4, sejumlah netizen menyatakan UU Pemilu (baru) ini melawan putusan MK No. 108/PUU-XI/2013 dalam uji materil UU No. 42 thn 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Terhadap UUD 1945 yang memutuskan bahwa dalam Pemilu Presiden Wakil Presiden tidak diperlukan lagi Presidential Treshold dan Parlementiary Treshold.
Sosmed rame menuding Presential Treshold 20% ini sebagai strategic conspiracy menggolkan Calon Tunggal (Jokowi). Tudingan ini dibantah Cahyo Kumolo. Alasannya, Pilpres lalu juga menggunakan prosentase ini.
Menurut saya, UU Pemilu ini memang menguntungkan Mas Joko. Pasangan Calon Prabowo-Agus Yudhoyono nyaris impossible dibanding kombinasi Joko Widodo-Agus Yudhoyo. Bila demikian, tidak tertutup kemungkinan ada skenario Calon Tunggal (Joko-Agus) di Pilpres 2019.
THE END