JAKARTASATU.COM – Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki melepaskan kekuasaan pada Kamis. Mundurnya Maliki mengakhiri delapan tahun kekuasaan penuh gejolak, juga membuka lembaran baru politik di Irak melawan pemberontak Sunni ISIS.
Langkah Maliki mengempiskan potensi krisis di Irak, sesudah ia sempat menentang penunjukan politikus lain sebagai penggantinya. Ia juga mengerahkan pasukan keamanan ekstra di sekitar Baghdad, upaya yang sempat dinilai sebagai awal suatu kudeta.
Lengsernya Maliki membuka jalan bagi Amerika Serikat (AS) membentuk transisi politik yang demokratis dan damai, pertama dalam sejarah modern Irak. Selain itu, terbentang pula jalan yang lebar bagi pengerahan lebih banyak bantuan militer AS ke Irak.
Pemerintahan Presiden AS Barack Obama mendesak pembentukan pemerintahan Irak baru. Lewat pemerintahan yang dibentuk dengan cepat dan inklusif, Irak diharapkan dapat melumpuhkan ISIS serta memulihkan persatuan nasional.
Kerelaan Maliki terjadi sesudah dirinya dihujani tekanan dari anggota Syiah lain dalam pergerakan politiknya, sosok religius Syiah, juga Iran.
“Saya katakan kepada rakyat Irak, saya tak akan menjadi alasan pertumpahan satu tetes darah pun,” kata Maliki dalam konferensi pers dengan didampingi anggota koalisi politiknya.
Dalam sehari, pandangan dan langkah Maliki berubah drastis. Sehari sebelumnya di depan pendukung, ia berjanji tak akan melepaskan kekuasaan, hingga pengadilan tinggi Irak mengeluarkan putusan mengenai keluhannya.
Pengunduran dirinya yang tiba-tiba menggambarkan seberapa kuat pemberontak Sunni menggerogoti sistem politik yang kaku di Baghdad.
Dalam pemilihan parlemen April silam, pemilih ingin koalisi Maliki membentuk pemerintahan yang plural dan sehat. Permintaan lepas dari kritik bahwa pemerintahannya terbentuk berdasarkan kepentingan politik, kedekatan secara sektarian, serta dukungan dari negara- negara berpengaruh di Timur Tengah, seperti Iran.
Namun, ketika ISIS bergerak ke selatan dari Mosul hingga mendekati Baghdad pada Juni, personel militer Irak—yang penuh kepentingan politik—mulai melarikan diri. Para pendukung Maliki pun menjauhkan diri.
Pekan silam, pemberontak ISIS bergerak lebih jauh ke utara. Politikus semakin mendesak Maliki segera mundur.
“Terdapat upaya serius dalam 48 jam terakhir agar Maliki mundur, juga menarik gugatan dari pengadilan tinggi,” papar Bahr al-Aloum, anggota Syiah dalam parlemen. Aloum sempat menjabat menteri perminyakan Irak. “Saya pikir ia [kali ini] betul-betul yakin. Ini adalah pilihannya sendiri. Tak satu pun mendesaknya untuk mundur.”
—Dengan kontribusi dari Ali A. Nabhan, Safa Majeed, Tamer El-Ghobashy, Dion Nissenbaum, dan Nour Malas.
(WSJ/JKST)