setya-novantoJAKARTASATU — Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, Kejaksaan Agung belum pernah mengumumkan secara resmi adanya penghentian penyidikan perkara korupsi terhadap Setya Novanto terkait skandal cessie Bank Bali pada 1997-1998 silam, yang merugikan negara Rp 546 miliar. Menurut rilis yang disampaikan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho, Kamis (2/10), nama Setya Novanto masih berstatus tersangka.

Dalam catatan ICW, pada 2010 nama Setya terlibat dalam penyidikan kasus penyelundupan beras impor Vietnam sebesar 60 ribu ton. Pada tahun 2012, Setya Novanto juga disebut terlibat dalam korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON Riau. Dalam perkara itu, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal berhasil dipenjarakan.

Dalam kasus lainnya, nama Setya juga diduga punya keterlibatan dalam kongkalikong proyek E-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Bahkan, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin, meminta khusus agar KPK menetapkan Setya sebagai tersangka dalam proyek tersebut.

“Keberadaan Setya Novanto sebagai Ketua DPR pastinya akan memperburuk citra DPR,” ujar Emerson.

Komisi Pemberantasan Korupsi pun sudah sering memeriksa Setya Novanto sebagai saksi banyak kasus dugaan korupsi. Setya, misalnya,beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau, seperti disebutkan Emerson itu. Untuk kasus itu, penyidik KPK juga pernah menggeledah ruangan kerja Setya sewaktu menjadi anggota DPR periode lalu, di Lantai 12 Gedung Nusantara I DPR.

Dalam kasus ini, dugaan keterlibatan Setya bersama anggota DPR Kahar Muzakir (dulu anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar), diungkapkan mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas sewaktu bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

Menurut Lukman dalam kesaksiannya, ia menyerahkan uang US$ 1.050.000 (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar. Penyerahan uang merupakan langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp 290 miliar. Lukman juga mengungkapkan, pada awal Februari 2012, dirinya menemani Gubernur Riau Rusli Zainal untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar. Proposal itu disampaikan Rusli kepada Setya, yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar ketika itu. Untuk memuluskan langkah itu harus disediakan dana US$ 1.050.000.

Setya mengakui adanya pertemuan tersebut. Tapi, katanya, pertemuan itu membicarakan acara di DPP Partai Golkar, bukan masalah PON. Ia juga membantah terlibat dalam kasus dugaan suap PON Riau. Setya membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun.

Setya Novanto juga pernah diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus ini, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, telah divonis pengadilan dengan hukuman penjara seumur hidup. Sumber: asatunews.com/JKST