JAKARTASATU.COM — Julukan Jokowi adalah boneka kini menjadi kenyataan. Jokowi sebaga presiden kini banyak blusukan, menghadiri undangan-undangan dan tidak punya pemikiran yang strategis.
Sungguh nasib kurang beruntung bangsa Indonesia. Setelah dipimpin 10 tahun oleh presiden SBY, anak manis Amerika, kini presiden Jokowi setali tiga uang. Bahkan lebih parah. Jokowi tidak mampu menghadapi trio macan yang kini memegang kekuasaan riil di istana. Siapa mereka? Surya Paloh, Andi Wijayanto dan Jusuf Kalla. Megawati sebenarnya masuk juga dalam lingkaran pengendali istana. Cuma karena intelektualnya kurang, Mega jadi kurang berperan di sana.
Siapa Surya Paloh? Laki-laki brewok kelahiran Aceh ini dikenal ideologis. Ia ingin dikenang sebagai penerus ide-ide sekuler Soekarno. Gayanya bicara juga dimirip-miripkan dengan Soekarno. Sayang intelektualitasnya masih kalah dengan presiden pertama itu.
Surya Paloh
Surya Paloh lahir di Kutaraja, Banda Aceh, 16 Juli 1951. Ia adalah pengusaha pers dan pimpinan Media Group yang memiliki harian Media Indonesia, Lampung Post, dan stasiun televisi Metro TV (tahun 2000). Ia sekarang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Nasional Demokrat. Surya Paloh aktif dalam politik dan dia adalah mantan Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar periode 2004-2009.
Sewaktu mahasiswa, selain berbisnis, Surya juga menekuni politik. Surya pernah membuat organisasi massa Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekretariat Bersama Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PP-ABRI Sumatera Utara. Organisasi semacam ini di Jakarta pada tahun 1978, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).
Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas (1986). Pada tahun 1989, Surya Paloh bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia. Di samping Media Indonesia dan Vista yang terbit di Jakarta, Surya juga bekerjasama menerbitkan sepuluh penerbitan di daerah. Kesepuluh media tersebut adalah Harian Atjeh Post dan Mingguan Peristiwa di Aceh, Harian Mimbar Umum di Medan, Harian Sumatra Ekspres di Palembang, Harian Lampung Pos di Bandar Lampung, Harian Gala di Bandung, Harian Yogya Pos di Yogyakarta, Harian Nusa Tenggara dan Bali News di Denpasar, Harian Dinamika Berita di Pemimpin Perang BanjarBanjarmasin, serta Harian Cahaya Siang di Manado.
Meski kelahiran Aceh, Surya dikenal sebagai abangan. Beberapa wartawan menyatakan bahwa Surya jarang shalat, bahkan kadang ‘minum-minum wine’. Karena itu tidak heran bila Metro TV diserahkan pengelolaannya ke mayoritas non Islam di jabatan-jabatan pentingnya.
Andi Wijayanto
Andi Wijayanto lahir 3 September 1971. Ia tadinya adalah seorang pengamat pertahanan dan politikus Indonesia. Ia menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dalam pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla sejak 3 November 2014. Sebelumnya ia sebagai Deputi Tim Transisi Presiden Jokowi. Anak Theo Syafei –Theo dikenal sebagai Kristen Radikal di PDIP- ini juga dikenal sebagai pengamat terorisme. Dalam analisa-analisanya, ia seringkali terlihat sinis dengan kelompok Islam militan.
Dosen tetap pada FISIP di Universitas Indonesia itu memiliki hubungan sangat dekat dengan PDIP, sedekat hubungan ayahnya Theo Syafei dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Andi, demikian biasa dipanggil, juga memiliki pengaruh kuat di lingkungan internal partai pengusung pasangan capres Joko Widodo – Jusuf Kalla.
Marcus Mietzner, peneliti tentang Indonesia dari Australian National University (ANU) menyebut Andi sebagai salah satu figur dan pemikir penting (di hadapan Megawati) pada pemenangan Jokowi – JK. Banyak konsep kampanye hingga debat capres Jokowi yang merupakan pemikiran orisinil Andi Widjajanto. Kapasitas Andi jauh berlipat-lipat melebihi kapasitas capres yang didukungnya. Di waktu kampanye pemilihan presiden Juli lalu, Andi seringkali mendampingi Jokowi. Ia sering duduk berdampingan dengan Jokowi dan ‘membrifing’ materi-materi yang penting untuk kampanye.
Andi pernah kuliah di FISIP jurusan HI di Universitas Indonesia lulus 1996. Kemudian ia mendapat gelar sarjana dari School of Oriental dan African Studies University of London. Ia juga mendapat Master of Sciences dari London School of Economics dan Master of Sciences dari Industrial College of Armed Forces, Washington DC – Amerika Serikat pada 2003.
Andi pernah tercatat sebagai Koordinator di Gerakan Non Blok Study Center dan juga aktifsebgai peneliti di jurusan HI – FISIP UI. Andi juga tercatat sebagai Dewan Editor pada jurnal politik internasional Global. Pernah juga bekerja sebagai Managing Director di PACIVIS, Center for Global Civil Society Studies Universitas Indonesia hingga jabatan Direktur Eksekutif pada PACIVIS dan Direktur Ekonomi Pertahanan di Institut Pertahanan dan Studi Keamanan – UI.
Andi juga tercatat sebagai anggota National Security Task Force, yang diselenggarakan oleh Pro Patria untuk merumuskan Polri Bill, Bill Pertahanan, Angkatan Bersenjata Bill, dan Strategic Defense Review selama 2001-2002. Selama tahun-tahun itu juga, Widjajanto menjadi seorang peneliti di Institut Penelitian Untuk Demokrasi dan Perdamaian (RIDEP) guna menganalisa dan mempublikasikan beberapa artikel pada dinamika keamanan saat ini di Asia Tenggara.
Ia juga pernah menjadi Koordinator proyek dan Fasilitator Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen, yang diselenggarakan oleh PACIVIS selama 2005-2006 terkait rumusan RUU Intelijen Nasional. Pernah juga menjadi dosen di SESKO TNI (Staf Militer dan Komando Tinggi) untuk melakukan postur pertahanan dan Strategis Kepemimpinan Modul.
Pada tahun 2006, Andi menjadi anggota Tim Penelitian “Sistem Pertahanan Nasional Project” yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum Dan Perundang-Undangan untuk meninjau Sistem Pertahanan Nasional Indonesia. Pada tahun itu juga, ia menjadi anggota Delegasi Indonesia dalam “ke-3 Malaysia-Indonesia Colluqioum”, yang diselenggarakan oleh ISIS-Malaysia dan CSIS-Jakarta, Kuala Lumpur, Malaysia, 17-20 Juli 2006.
Sedangkan Jusuf Kalla, orang sudah banyak mengenalnya. Wakil Presiden ini, meski punya kemampuan lobi yang mengagumkan, tetapi karena jabatannya sebagai wakil, ia tetap wewenangnya terbatas. Dalam lobi ke Jokowi, ia kalah dengan Theo dan Andi.
Karena Theo dan Andi punya pengaruh yang kuat ke Jokowi, maka sulit diharapkan Jokowi punya kebijakan yang menguntungkan umat Islam yang mayoritas di negeri ini. Ini nampak dengan kebijakan Jokowi mengangkat Ahok ‘lewat jalan tol’, menaikkan BBM tiba-tiba, mendekat ke Cina dan Amerika, tidak mempermasalahkan kasus Muslim Rohingya ketika bertemu dengan presiden Myanmar dan lain-lan.
Walhasil, melihat kebijakan Jokowi seperti itu, anggota-anggota DPR yang Muslim, mesti lebih keras dan cermat mengawasi pemerintahan Jokowi. Agar pemerintah ini tidak semena-mena terhadap umat Islam. Wallahu azizun hakim. (Izzadina-Sharia.co.id/JKTS)