JAKARTASATU – Ada dugaan bahwa Jaksa Menerapkan Bentuk Dakwaan Alternatif Bukan Komulatif-Alternatif untuk kasus Basuki dilihat terkesan terindikasi Pengaburan
Pasal 156a atau Pasal 156 KUHP : bahwa ada 2 perbuatan yakni:
1. Psl 156, permusuhan terhadap Gol penduduk, yakni Alim dan/atau Umat Islam.
2. Psl 156a, Huruf a Unsur penodaan.
Dalam pasal ini berlaku alternatif, disebut….permusuhan atau penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama.
Salah satu terpenuhi, maka terpenuhi Pasal 156a.
Psl 156 lebih konkrit untuk permusuhan kepada Gol penduduk.
Jadi ada 2 perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri…dan hukuman diambil yang terberat. Namun ada indikasi jaksa terapkan alternatif dalam Dakwaan.
Dng demikian Jaksa terlihat pada Posisi keraguan dalam Dakwaan. Melihat hal ini akar hukum Effendi Saman menilai bahwa harus liat dulu jurisprudensi yang tepat.
“Sebenarnya keraguan bisa jadi karena JPU disatu sisi tidak yakin dengan delik yang dilanggar oleh terdakwa, disisi lain bisa jadi keraguan itu dengan pilihan yang bisa meringankan terdakwa,” ujarnya keadsa Redaksi Rabu 7 Desember 2016.
Menurut Effendi sangat disayangkan jika ada motif lain diluar substansi hukum pasal hukum yang dilanggar. Menurut pendapat saya JPU dan Majelis Hakim yang menangani perkara ini, harus juga memperhatikan perasaan hukum masarakat Perasaa hukum masarakat itu justru adalah esensi keadilan yang harus dipertimbangkan.
“Jutaan umat di seluruh indonesia dan bahkan mendunia mempersoalkan adanya indikasi penistaan agama,” jelas EFfendi.
Masih kata Effendi Harusnya mendesak pelakunya diberikan hukuman yang patut. Dan tidak cukup terdakwa tidak ditahan. “Tapi sepantasnya terdakwa ditahan, unsur memberatkan itu patut dipertimbangkan,” tegasnya.
Ditambahkannya Pasal dan delik komulatif lebih tepat,dan alternatif menurut saya pilihlah pasal yang memberatkan dan adil, kerna terdakwa disamping menista agama islam. “Yang bersangkutan juga adalah non muslim yang jelas melampauwi batas otoritasnya diluar agama yang dia anut.” tandasnya.