JAKARTASATU – Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra menyebutkan bahwa ada sembilan tokoh yang merumuskan naskah proklamasi, yang sekaligus akan menjadi pembukaan UUD nantinya. Naskah tersebut disepakati pada tanggal 22 Juni 1945.
“Yamin menyebut naskah itu ‘Piagam Jakarta’ yang berisi gentlemen aggrement seluruh aliran politik di Tanh Air. Dengan Piagam Jakarta kompromo tercapai, Indonesia tidak berdasarkan Islam, tapi juga tidak berdasarkan sekularisme yang pisahkan agama dengan negara,” katanya, melalui #CatatanYusril, di akun Twitter @CatatanYusril, Kamis (1/6/2017).
Yusril menyebut, dalam Piagam Jakarta itulah untuk pertama kalinya ditemukan rumusan Pancasila sebagai landasan falsafah negara yang disepakati semua aliran. Ketika proklamasi, naskah Piagam Jakarta tidak jadi dibacakan sebagai teks proklamasi. Teks baru dirumuskan malam tanggal 16 Agustus.
“Teks baru proklamasi yang dibacakan tanggal 17 Agustus adalah yang kita kenal sekarang, ‘Kami Bangsa Indonesia…’ dan seterusnya.”
Namun naskah Piagam Jakarta disepakati akan menjadi pembukaan UUD yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Sebelum disahkan, Sukarno dan Hatta minta tokoh-tokoh Islam setuju kata Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya Dihapus.
“Walaupun kecewa, namun Kasman Singodonedjo dan Ki’ Bagus Hadikusumo akhirnya menerima ajakan Sukarno dan Hatta.”
Jadi, menurutnya, kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara Pancasila dengan rumusan seperti dalam Pembukaan UUD 45 adalah terjadi tanggal 18 Agustus 1945. Dan kalimat Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya akhirnya dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Jadi, hari lahirya Pancasila bukan tanggal 1 Juni, tetapi tanggal 18 Agustus ketika rumusan final disepakati dan disahkan. Pidato Sukarno tanggal 1 Juni barulah masukan, sebagaimana masukan dari tokoh-tokoh lain, baik dari golongan kebangsaan maupun dari golongan Islam.”| RI