Nugroho Prasetyo

JAKARTASATU – Untuk menggugah kembali kesadaran dan keterlenaan kita saat ini akibat euforia reformasi sejak 1998, kata-kata Prof. Dr. Kaelan, M.S. dalam bukunya, “Liberalisasi Ideologi Negara Pancasila”, patut kita renungkan. Guru Besar Fakultas Filsafat UGM itu menyampaikan, bahwa satu-satunya bangsa di dunia yang telah mengubur jati dirinya dalam-dalam adalah bangsa Indonesia.

Bukan hanya liberalisasi politik dan ekonomi, reformasi menyimpan daya rusak besar. Reformasi membuat kita kehilangan jati diri. Reformasi membuat kita tersesat terlalu jauh. Kita menempuh arah yang keliru dalam mencapai tujuan kemerdekaan.

Hari ini, kita menjadi bangsa Timur yang kebaratbaratan. Karena itu, kita harus kembali ke titik berangkat kita, kembali ke roh perjuangan awal saat negara ini didirikan sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

Maka dari itu, kembali ke UUD 1945 merupakan upaya kita untuk menemukan makna terdalam perjuangan para pendiri bangsa, menegakkan kembali rasa nasionalisme kita sebagai bangsa besar, mengembalikan kekuasaan kepada rakyat, memupus kedaulatan modal yang menggerus kedaulatan negara dan mengembalikan semua kearifan lokal sebagai basis norma kehidupan berbangsa-bernegara.

Tirani minoritas sesuatu yang absurd. Pluralitas merupakan fakta. Namun fairness tidak berarti porsi sama rata antara mayoritas dan minoritas. Itu sama saja mengistimewakan minoritas dan sebuah ketidakadilan bagi mayoritas. Yang sedikit harus tahu diri, yang banyak jangan menindas.

Stop menuding-nuding orang lain sebagai kelompok intoleran dan radikal sambil memasang photo Garuda Pancasila sebagai profil WA.

Jati diri kita tak cukup sekedar diwakili dengan kalimat “saya Indonesia, saya Pancasila”.

Berlakulah sikap selayaknya bangsa besar. | NUGROHO PRASETYO