JAKARTASATU – Pernyataan aparat kepolisian yang menyebut hacker bukan dari Indonesia menunjukkan bahwa institusi tersebut nampaknya sedang “galau”. Bahkan menurut pengamat IT, Canny Watae pernyataan aparat kepolisian belum dapat dipastikan di kasus Habib Rizieq.
“Para Anons yang ada dalam kelompok Anonymous melakukan aktivitas peretasan mereka bukan atas dasar perintah (directives) “organisasi”, melainkan lebih sebagai upaya mewujudkan ide.
Mengapa pula saya bilang ‘edit-editan’ di sini? Karena kalau toh berhasil meretas masuk ke server layanan WA (untuk mendapat material yang kemudian mereka posting ke internet melalui situs web), mereka bukan mendapatlan tampilan layar-layar hape yang sedang saling berkomunikasi WA(!)
Kalau toh berhasil, mereka hanya akan mendapat data-data digital mentah yang harus mereka susun menjadi ‘seperti tampilan layar hape’. Itulah makanya harus ‘ngedit gambar’. Apakah para Anons akan sampe main ke level itu? Waduhhhh… Itu turun kelas, namanya. Setahu saya, senakal-nakalnya para Anons, kalau mereka ‘nyolong’ material dari satu server, mereka ngambil ‘apa adanya’.
Mereka bukan ngambil data lalu ‘nyusun gambar’. Ha ha ha… Memalukan bagi mereka. Sangat,” tulisnya di akun Facebook miliknya, Kamis (8/6/2017).
Pun, lanjutya, kalau toh berhasil nyolong data dari server WA, Anons harus bisa membongkar enkripsi data terlebih dahulu.
“Mengenai enkripsi sudah saya tulis beberapa hari lalu. Nah, untuk membongkar enkripsi sebelum data bisa diketahui isinya itu butuh ilmu lain lagi. Butuh ilmu kriptografi. Bisa meretas atau menyerang sampai down sebuah situs, tidak berarti bisa menaklukkan enkripsi data.
“Sejauh ini, BELUM ada yang bisa membongkar enkripsi dengan teknik yang diadopsi WA. BELUM ada. Bahkan para insinyur pembuat teknik tersebut hanya punya peluang satu per sekian trilyun trilyun trilyun untuk dapat membongkar sebuah pesan yang telah terenkripsi. Dengan kata lain, hampir tidak mungkin screenshot chat mesum adalah hasil ‘produksi’ the Anonymous.” RI