Oleh Eva Noor – CEO, Xynexis International
Apa yang menjadi trending topik saat ini terkait pemblokiran beberapa aplikasi media sosial tentu menjadi perhatian banyak publik pengguna jejaring media sosial Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia sejak munculnya jaringan internet tahun 1998 hingga 2017 memiliki lonjakan pengguna/ user cukup signifikan.
Lonjakan pengguna /user internet saat ini sudah sangat merata bukan saja dari kalangan pebisnis / kantoran dan pelajar, pengguna jaringan internet mewabah diberbagai strata dan golongan . Baik kalangan pelajar, perkantoran /pebisnis , ibu rumah tangga hingga petani sekalipun saat ini menggunakannya.
Tingginya angka pengguna jaringan internet mendorong sektor telko dan bisnis layanan jaringan internet berkembang pesat. Begitupula industri elektronik berbasis gadget yang menggunakan jaringan internet makin pesat merajai pangsa pasar dunia. Ini pula yang menyebabkan tumbuh kembang pengguna mewabah hampir seluruh belahan dunia tak terkecuali Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat lonjakan pengguna internet tahun ini telah mencapai 63 juta pengguna/user . Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Sementara data terbaru dari We Are Social , pengguna jaringan internet dunia mencapai 3,25 miliar. Angka ini naik dari yang tadinya 3,17 miliar menurut data sebelumnya pada bulan Agustus 2015. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan penetrasi 34 persen, kini pengguna internet di Indonesia diperkirakan mencapai 88,1 juta pengguna.
Di era globalisasi, perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT) sudah begitu pesat. Teknologi membuat jarak tak lagi jadi masalah dalam berkomunikasi. Internet tentu saja menjadi salah satu medianya. Bayangkan sampai saat ini Indonesia masih menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India.
Menurut data dari Webershandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, untuk wilayah Indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif. Sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya, 55 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile dalam pengaksesannya per bulan dan sekitar 28 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile per harinya.
Sangat bisa dibayangkan dari sektor telko dan industri perangkat gadget akan down bila kebijakan menutup akses media sosial dilakukan. Secara pendapatan provider terbanyak tentu disuplai dari penjualan pulsa/quota untuk pemakai aplikasi medsos dimana telkom saja memiliki 40 juta subscriber dan diatas 50% nya adalah pengguna jejaring medsos.
Ancaman Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan menutup semua platform media sosial yang masih meloloskan konten negatif baru-baru ini, dirasa mengancam keamanan negara dengan mengawali salah satunya dibuktikan dengan menutup akses Telegram, adalah merupakan sebuah kebijakan yang dirasakan terlalu emosional dan tidak populer.
Ancaman menkominfo menuai berbagai kecaman dari semua pengguna medsos.Dirasakan oleh masyarakat pengguna jejaring sosial sesuatu yang sifatnya menghambat /block sangatlah kurang disuka terlebih sifatnya berupa ancaman. Untuk kasus telegram ini ada hal yang memang sangat serius yang harus diambil tindakan. Dan bisa jadi tindakan memblok tersebut pasti sudah dihitung resiko besar kecilnya untuk kepentingan masyarakat banyak.
Masyarakat banyak itu adalah seluruh penduduk NKRI. Jadi bukan segelintir orang saja. Kenapa saya bilang seperti ini karena isu terorisme, radicalism itu sudah sangat serius di Indonesia ataupun negara lain. Dan yang bisa sampai terjerumus atau masuk jadi simpatisan itu bukan segelintir orang yang bisa berfikir rasional bahwa sosmed itu hanya untuk komunikasi atau berinteraksi sosial. Dan orang yang tidak rasional dalam penggunaanpun menjadi begitu banyak sekali. Jadi kebijakan itu masih dirasa masuk akal demi untuk melindungi masyarakat indonesia.
Kalo semua ditutup seperti cina ya tentunya akan berbeda cerita. Pasar tentu punya power juga untuk berbicara dengan pemerintah. Kita sudah menuju ekonomi digital jadi tidak mungkin mundur lagi. Karena perkembangan ekonomi diseluruh dunia juga sudah lebih dulu kearah digital. Semoga kebijakan pemerintah mendukung digitized di berbagai sektor yang sekarang sedang bertransformasi tidak dihambat dengan sebuah kebijakan yang terburu-buru dan emosional. Kita sudah ketinggalan dari negara tetangga jadi jangan sampai ada kebijakan yang malah bikin kita tidak bergerak atau malah mundur kebelakang.
Pemerintah harus lebih bijak seharusnya menyikapi persoalan teknologi dan psikologis masyarakat, juga dari beberapa hal yang harus dipikirkan masak-masak akan sebuah dampak untung ruginya. Bila pemberlakuan semua aplikasi media sosial di block pastinya akan membuat bangsa ini menjadi jalan ditempat/tidak bergerak. Karena harusnya teknologi dan perkembangan-nya dimanfaatkan semaksimal mungkin, bukan sebaliknya dihambat.
Indonesia itu penguna aktif sosmed terbesar di Asia. Jadi dampak sosial sudah pasti ada perubahan tapi dampak ekonomi juga banyak perubahannya. Secara ekosistem sosmed membantu kegiatan bisnis diberbagai bidang. Seperti halnya aplikasi Line, WhatsApp dan Telegram itu, sebenarnya juga bisa dipakai dan digunakan untuk alat pembayaran .
Jadi sekarang cara transaksi itu sudah bukan ketemu fisik atau bayar pakai atm dan lain lain , namun sekarang konsumen bisa dengan mudah bertransaksi lewat WhatsApp atau Line dan langsung melakukan transaksi pembayaran lewat Line atau WhatsApp. Dan penguna jenis transaksi seperti itu banyak digunakan Usaha Kecil Menengah untuk berbisnis. Jadi sangat membantu. Atau cara yang umum dilakukan masyarakat sebagai alat informasi dengan mengirim info bukti transfer via line atau WhatsApp.
Dan yang sedang berkembang sekarang bisa langsung bayar lewat line atau WhatsApp karena beberapa bank sudah buat aplikasi untuk transaksi mirip SMS banking tetapi ini mengunakan aplikasi sosmed . Walaupun masih di dominasi transaksi kecil seperti beli pulsa, token listrik dan lain lain tetapi lama-lama akan berkembang marketnya .
Potensi pangsa pasar pengguna jaringan internet khususnya pengguna media sosial yang begitu besar ini sepatutnya pemerintah mensiasati dengan berbagai pendekatan terus menerus selain tetap mengedukasi lewat PSA (Public Service Announcement) yang bijak dengan pendekatan psikologis yang bijak pula tentunya. Edukasi dan sosialisasi juga bisa dilakukan diberbagai sektor mulai dari pendidikan, agama, hingga pada iklan ruang terbuka outdoor agar masyarakat bisa bijak pula menggunakan media sosial untuk kepentingan yang lebih baik.
Perangkat-perangkat hukum dan sangsi yang sudah digodok dan dibuat dari masalah UU ITE dan ancaman pidana lain harusnya itu dilakukan pemerintah kedalam tiap implementasi iklan produk telko, tak terkecuali industri perangkat gadget yang menggunakan jaringan internet ditiap kemasan / packagingnya. Bak iklan berbahaya merokok yang disanding dalam kemasannya sebagai bentuk peringatan dini.
Dengan memacu kesadaran yang baik dari berbagai lini dan bila perlu mewajibkan perusahaan-perusahaan dan instansi terkait dengan berbagai program kampanye “Bijak penggunaan media sosial” kepada masyarakat, itu dirasa pemecahan solusi terbaik daripada sekadar memutus jaringan/blocked aplikasi media sosial.
Dengan pencanangan dan ambisi pemerintah dalam mendorong percepatan Industri E-Commerce di awal tahun 2016 sebagai salah satu bentuk implementasi program pemerintah saat ini yang diusung saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, 16-17 Februari 2016 lalu, dengan membawa misi dua hal penting. Selain berbicara soal upaya menangkal terorisme, kunjungan Jokowi ke AS, juga membahas soal ambisi Indonesia untuk mewujudkan visi ekonomi digital besar di kawasan Asia Tenggara .
Lewat media sosial Facebook, pemerintah Indonesia berharap bisa berkontribusi menumbuhkan ekonomi digital Tanah Air yang sedang tumbuh. Harapan Jokowi saat itu dalam pertemuannya dengan Zuckerberg di markasnya, 17 Februari 2016 , Facebook dapat berkerja sama dalam upaya Indonesia mencapai visi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara yang mencapai US$130 miliar pada 2020.
Bila tahun ini akhirnya pemerintah memutuskan dan mengancam untuk menutup semua aplikasi media sosial tentu ini hal yang sangat aneh dan akhirnya malah mundur kebelakang. Seperti yang tadi sudah di utarakan, ya kita tidak bisa berhenti atau jalan di tempat kita harus maju kalo bisa malah lari krn kita sudah ketinggalan jauh. Di cina pedagang kecil sudah memanfaatkan gadget untuk promosi, jualan dan transaksi. Jadi diharapkan pengusaha kecil menengah di Indonesia juga melakukan hal yang sama nantinya. Secara bertahap kita edukasi dan dukung untuk menjadi UKM yang benar-benar Go digital bukan cuma hanya memasukan UKM ke marketplace nya saja tapi bikin mereka bisa berinovasi juga. ***
|JAKSAT/RED