Aendra Medita /ist

CATATAN AENDRA MEDITA *)

Pagi ini saya dikagetkan saat buka pintu, ada kucing hitam menatap tajam, sayang sekali kucing itu beranjak pergi saat pintu dibuka. Lalu saya pergi menuju sebuah tempat tujuan yang sudah saya rencanakan.

Kebiasaan saya adalah membuka Whatsapp saat rineh (basa sunda: luang) diperjalanan, terkadang sedikit berkomentar, meski bukan komentar yang dalam dan tajam, dan malam jauh dari analysis kaum intelek. Saya menganggap Whatsapp atau Whatsapp Group (WAG) memang ada banyak informasi cepat, secepat media massa bahkan.

Sudah lama memang saya ingin menuliskan fenomena WAG ini. WAG ini banyak manfaat atau tidak?

Atau paling tidak Whatsapp ini telah banyak membuniuh korban komuniaksi yang luas yang semoat berjaya di massanya yaitu SMS. SMS memang tak mati total, namun harus diakui terkadang SMS saat ini dilirik sbelah mata, karena malasjawab atau bahkan tak ada pulsa.

Sementara Whatsapp tanpa pulsa tentu dengan ada kuota, atau pakai jalur WIFI. Teknologi adalah langkah baru membuka inovasi kedepan dan mengurung atau bahkan menjadikan barang antik setelahnya juga tak menutup kemungkinan menjadi vintage atau hanya catatan sejarah yang lewat.

Kembali ke WAG, WAG ini membuka ruang baru dan cepat berputar tanpa garis pembatas. Jika ada orang tergabung maka WAG semua bisa mengkonsumsi informasi di WAG tersebut dengan cepat. Gambar, video, teks, bahkan sekadar MEME ada di WAG. WAG dibuat dengan mudah dan cepat. kadang juga ada info dulu semisal “Kami akan segera membuka sebuah Whatsapp Group dengan nama “XXXXXX” Sekarang mengundang Anda. Jika ya silakan gabung. dst, dst.

WAG & Copas Politik

Situasi saat ini adalah majemuk bahkan paradoks menurut saya ini terbaca dalam WAG. WAG membuka tabir semua kecemasan dan kondisi, politik, ekonomi, dan bahkan isu aktual di masyarakat menyebar cepat dari WAG.

Jika kata Asseal (1998) Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu, kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen. Konsumen saat ini memang merespon kemunculan produk apa lagi dalam komunikasi besar yang cepat informasinya. Maka WA adalah yang sementara ini paling depan. Sementara jika di korelasikan dengan politik, maka politik adalah elemen yang semuanya bisa terkandung dalam ramuan yang ada.

Konteks kekinian semua bisa di asumsikan ke dalam politik, meski pun politik yang mana dulu. Karena budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi maka peran politik memang cenderung paling dominan dalam negara.

Saya kenal dengan teman saya yang a-politik dulunya dan tak mau bicara politik. Eh saat ini di WAG teman saya ini bicara politiknya paling lantang. Bahkan berani dan analysisnya cerdas. Pikiran dia genial dan tajam menukik pandangannya, komentarnya jernih berani mengomentari WAG yang sering Copas alias Copy Paste informasi.

Budaya Copas ini menjadikan ada kecerdasan yang menipu namun terselubung. Ada juga kebodohan yang baku. Artinya tak bisa mikir dengan pola gayanya yang Copas, yang seperti ini tak lama kalau cerdas, karena dia harus menunggu copy lain yang baru di paste.

Di WAG ribuan bahkan ratusan ribu copas berseliweran. Dan bahkan yang benar menjadi seolah dipertanyakan, dan yang salah tololnya saat ini dibenarkan.

Fenomena lain terjadi adalah mengoreng Copas ini menjadi viral dengan asumsi bahwa itu benar padahal kibul yang dikemas, tujuannya tak tahu, apakan ingin menutup isu yang nyata atau menimbulkan kegaduhan saja sehingga makna yang riil kekinian terabaikan.

Kawan Tras Rustamaji  pada 3 Agustus 2017 pukul 19.28 WIB menulis di Timeline akun Facebooknya dengan cerdas ia menulis sebagai berikut:

Akun penyusup dan akun umpan

Bagi yg sering bermain twitter pasti familiar dengan strategi ini. Ada akun2 yg sengaja dibuat utk menyusup ke kubu lawan, menulis status seperti layaknya akun2 yg mana dia sedang menyamar. Menunggu waktu yang tepat untuk melempar umpan, umpan racun.

Akun penyusup ada di mana2. Di jaman Ahok vs Asbak, mereka ada di 2 kubu. Di masa Jokowi lover vs Jokowi hater, mereka juga masing2 menyusupkan akunnya.

Apa yg mereka lakukan? Jika saatnya tepat, mereka menampilkan gambar hoax! Netizen biasanya lebih cepat menshare meme, foto, atau berita yg “menguntungkan” kubunya. Apalagi akun penyusup ini sangat meyakinkan berada di satu kubu.

Akun penyusup dan pengumpan ini sudah banyak memakan korban, yang paling baru adalah akun penyusup yg menshare foto Ahok yg sedang berenang yg diambil pada tahun 2015.

Banyak orang yg ikutan menshare berita tersebut seolah-olah baru diambil kemarin dgn tambahan bumbu, “Asyik di Mako Brimob ada kolam renangnya”

Hati-hati kawan.

Saya mengamini tulisan Tras karena kenyataannya ini yang seksi lagi digoreng. Bahkan seorang CEO di sebuah perbankan WA kepada saya bunyinya, “Kang mau dibawa kemana informasi saat ini?” Ini mungkin akibat dia melihat share foto itu. Saya hanya menjawab: “Kita saksikan saja mau kemana arahnya kedepan, kita jadi penyaksi saja,” jawab saya. Dan dia pun kirim simbol jempol.

Kasus seupa ada foto yang di share pada sebuah kongres sebuah partai di Bali dihadirkan sang terpidana. Saya menduga sengaja dipantik agar ini ramai lagi seperti kasus berenangnya. Dan ini saya rasa polanya sama. Agar mengaburkan isu lainnya. Hehehe…kenapa jadi begini ya negeriku?

Kisah lainnya seorang aktivis dari angkatan 98 tak perlu saya tulis kelompoknya, karena 98 ini banyak label. Ia berseloroh, bahwa saat ini semua gerakan berubah, tidak ke jalan tidak ke Istana, bahkan tidak ke DPR. Saat ini semua di ranah Medsos.

Saya menilik kisahnya, benar juga tapi masa ia mahasiswa dan aktivias sudah mati kutu?

Atau lupa bahwa perjuangan 98 yang meruntuhkan Orba bukannya ke jalan? Tapi saya sadar, rejim saat ini memang takutnya sama medsos rupanya, dan padahal sukses sebagai peraih medsos dengan banyak timnya yang sering diajak maksi di Istana seleb medsosnya.

Isu besar medsos akan ditutup sempat gaduh. Bahkan bisa di cek yang kena kasus kebencian lewat medsos sudah banyak. Ada juga karena yang lapor soal kebencian yang lapor malah jadi tersangka. belum lagi chat palsu yang rekayasanya sehingga sulit membuktikan karena WAG tidak bisa disadap selain di Capture saja. Hmm.

Tulisan Tras diatas benar adanya analisanya cerdas. Ia bukan melihat viralnya, namun ia menghajar siapa  akun-akun yang mana sedang menyamar itu. Ya tujuannya saya tidak tahu apakah agar isu daya beli dan hutang mengunung ini dikaburkan. Atau bagaimana?

Akhinya saya tutup tulisan ini bagwa WAG adalah informasi cepat. Dan WAG politik memang paling gurih di goreng meski tanpa sambal pedas sekalipun. Sehingga saat saya pun sudah balik lagi ke rumah eh ternayata si kucing hitam itu ada lagi dan saat ini ia hadir tidak tajam lagi matanya dalam menatap ia hanya menjadi meong dan rupanya ia lapar.

*) redaktur senior JAKARTASATU.COM

RAGUNAN, JAKARTA, 6 AGUTUS 2017