JAKARTASATU– Pemerintahan Joko Widodo dipreteli soal bagaiamana pembangunan di eranya yang digenjot tetapi dianggap tidak memiliki dampak langsung ke masyarakat Indonesia. Bahkan, terkait janji-janjinya, Jokowi dianggap tidak menepatinya, salah satunya soal tol laut.
Jokowi juga dianggap keras kepala soal tidak tepatnya pembangunan kereta apu cepat Jakarta-Bandung. Berikut pernyataan Wakil Ketua Umum partai Gerindra, Ferry Juliantono, Rabu, 15 Nopember 2017 saat acara diskusi yang diadakan oleh KedaiKopi di Jakarta:
“Kita akan dukung pemerintahan Joko Widodo soal infrastruktur jika tepat sasaran. Punya relasi dan dampak siginifikan cepat untuk kemudian bisa menolong masyarakat memiliki tabungan dan meningkat daya belinya.
Tapi kemudian jika yang dibangun infrastrukturnya tidak memiliki dampak ke masyarakat langsung dan siginifikan, dan apalagi infrastruktur yang dibangun untuk kepentingan yang menitip menurut saya perlu diingatkan. Saya tanpa bermaksud ada apa-apa, kasus pembangunan kereta cepat api Bandung-Jakarta, misalnya sudah menerima, entah menerima apa tetapi dikritik pun tetap dijalankan.
Oleh pendapat ahli dan semua orang mengatakan, misal dari segi pembiayaan, dari segi teknis, dari segi sosial dan lain sebagainya ‘Pak Jokowi, ini proyek tidak layak’, tapi tetap ngotot. Ini pertanyaan. Reklamasi pun demikian. Jadi terlihat keras kepala. Saya ingin mengingatkan PDIP, cepat-cepat untuk kemudian sebagai kader PDIP segera dipanggil ini, tentang Nawacita. Tentang perjuangan.
Kalau tol laut, dan itu yang dikampanyekan Jokowi tetapi justru yang dibangun darat terus, nih. Yang melenceng kan tentunya bukan saya. Yang melenceng ini adalah yang ngomong saat ingin membangun tol laut. Apakah trans Jawa dan trans Papua, kereta cepat dan sebagainya
Hubungannya dengan lautnya justru relative tidak ada. Yang salah bukan saya, dan bukan pula Gerindra juga. Yang salah PDIP. Kurang grib-nya. Kemudian munculnya Menteri BUMN-nya, yang mungkin memiliki kepentingan lain. Itulah yang menurut saya menjadi masalah. Sekali lagi, saya tidak bermaksud apa-apa. Ini hanya mengingatkan Presiden saja supaya tidak kehilangan fokus. Kira juga harus evaluasi secara jernih.
Kita bias soal ini, mas, kalau misalkan teman-teman menyampaikan petani akan mendapatkan penghasilan dari infrastruktur tentu tidak demikian. Yang mendapatkan hasil itu kalau penanganan pemerintah ini kepada petani misalkan membangun paska produksinya. Sekarang yang dibutuhkan masyarakat petani adalah itu. Dibutuhkan nelayan itu. Tetapi itu kan tidak dibangu oleh pemerintahan Jokowi. Kemudian soal uang, kredit dan simpan pinjam semua tidak ada. Fasilitas akses untuk itu tidak ada.
Malah dibuat jalan. Ya, jalannya tetap ada, tetapi kan petaninya diragukan menikmati itu. Siapa yang menikmati itu itu (infrastuktur) sebenarnya? Kalau misalkan di Jawa Tengah. Di sana nilai tukar dengan petaninya jatuh.
Coba sekarang kita lihat di tengah kita bangun yang namanya infrastruktur pada saat yang sama nilai petani kita jatuh semua. Pengusaha itu, saya bertemu Kadin, Apindo, semuanya mengeluh . Sekarang susah, kok. Tapi kok masih dikatakan bagus? Saya mencoba pengusahanya yang sekarang menikmatinya, palingan Fadjroel Rachman. Direksi perusahaan BUMN, yang sekarang mendapat pekerjaan-pekerjaan itu.
Kalau pengusaha swasta, saya bertemu dengan pengusaha Asosiasi Swasta Indonesia saja mengeluh. Kadin mengeluh. Hipmi juga mengeluh. Di mana keterlibatan mereka, begitu?
Sekali lagi, kita itu harus kritis. Jangan kemudian yang menikmat infrastruktur tersebut (dengan uang rakyat itu) sebenarnya bukan kita, tapi adalah pihak lain. Jika bicara pengusaha, pengusaha juga ada cluster-nya. Saya sependapat, mudah-mudahan ini dinikmati oleh dunia usaha kita. Tapi jangan-jangan tidak juga ini, mas. Coba tanya Kadin, Apindo, dan Hipmi. Contoh Freeport. Banyak investasi Asing, penanaman modal asing, yang tidak kemudian tidak membawa taraf peningkatan.
Sebab fenomenanya lebih parah lagi. Sudah investasi Asing. Kemudian syarat-syaratnya lebih tidak menguntungkan kita. Tenaga buruh murahnya juga memakai jasa orang kita. Ini tren baru. Saya tidak tahu, apakah ini masih waras atau tidak. Saya hanya ingatkan saja bahwa hal tersebut tidaklah benar. RI