Oleh: IMAM WAHYUDI
Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jawa Barat

LINTASAN tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) adalah jawaban aksesibilitas dan koneksivitas ke dan dari Bandara Kertajati yang masih belum “running well”. Tingkat keterisian (load factor) penumpang pesawat terbilang “memble”, nyaris di bawah 30% saja. “No Ops!”, dampak minor di depan mata. Maskapai praktis merugi.

Tercatat 56 penerbangan (in and out) domestik “wajib” bergesar dari “induk”nya, Bandara Husein Sastranegara di Bandung. Melulu pesawat jet berkapasitas lebih 200 penumpang. Dengan hanya 28 slot penerbangan itu, Bandara Kertajati bagai “terkapar” di antara harapan kemajuan dunia penerbangan di Jawa Barat dan kebanggaan yang tertunda sebagai bandara (internasional) terbesar kedua di Indonesia — setelah Soekarno-Hatta International Airport.
*
BUKAN soal operasional Bandara Kertajati yang belum “move on”, kali ini saya hendak menyorot suputar pembangunan proyek tol Cisumdawu. Konon, bakal dikebut pengerjaan dengan target rampung dalam setahun mendatang 2020. Target sebelumnya kadung meleset. Diharapkan rampung 2019, sebelum peresmian operasional bandara atau tidak lama setelah itu.

Kondisi mengulang target rampung dan siap pakai yang tak mulus, ditengarai ada sederet masalah. Sempat tanpa aksi pengerjaan fisik dalam beberapa tahun, sejak pencanangan program — tercatat tiga kali gagal meraih investor — karena dinilai tidak “profitable” yang memungkinkan “break even point” (titik impas) butuh waktu lebih lama.

Masalah dimaksud, seperti sinyalemen Uchok Sky Khadafi, pengamat anggaran politik dan Direktur Center for Budget Analysis (CBA) yang mencium bau busuk korupsi dalam proyek Cisumdawu. Utamanya hal-ikhwal pembebasan lahan, berikut realisasi ganti-rugi kepada eks pemilik lahan yang tergusur.

Seperti diketahui, rentang jalan tol Cisundawu 61,5 km kelak memperpendek jarak dari sekitar 100 km dan waktu tempuh Bandung -Dawuan (lokasi bandara) menjadi hanya 45 menitan. Pembangunannya terbagi enam seksi, meliputi Cileunyi-Tanjungsari (12 km), Tanjungsari-Sumedang (17,51 km), Sumedang-Cimalaka (3,73 km), Cimalaka-Legok (6,96 km), Legok-Ujungjaya (16,35 km) dan Ujungjaya-Kertajati (4 km).
Memiliki dua “tunnel” (terowongan) kembar di kawasan bukit berbatu Cadas Pangeran. Investasi dana Rp 8,41 Triliun, belum termasuk biaya konstruksi.

Tol Cisumdawu milik konsorsium PT Citra Karya Jabar dengan pembagian saham pt Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) 51%, Waskita Toll Road 15%, pt PP 14%, dan pt Jasa Sarana 10%. Pengerjaan dan pembiayaan terbagi, seksi-I dan II oleh pemerintah 10% dari nilai kontrak dan 90% berupa pinjaman dari Cina. Pt CMNP mengerjakan seksi-III hingga VI dengan masa konsesi 40 tahun.

Proses pembangunan yang sudah berlangsung selama hampir tujuh tahun terakhir, sejak peletakan batu pertama di Rancakalong, Desa Citali, Kec. Pamulihan, Kab. Sumedang pada 29 November 2012 ini — ternyata masih meninggalkan masalah. Bahkan cenderung berlarut-larut. Utamanya soal pembebasan lahan dan pembayaran kompensasi warga pemilik semula. Antara lain eks lahan di ruas 4 hingga 6. Anggaran pembebasan lahan mencapai Rp 4,8 Triliun. Pembangunan secara keseluruhan baru mencapai sekitar 70%.
*
PROSES pembebasan lahan dan pembayaran ganti rugi yang berlarut-larut diakui oleh Bupati Sumedang, Donny Ahmad Munir. Pihaknya berkepentingan membentuk Tim Khusus. Dimaklumi sekitar 90% lahan bentangan tol itu berada di wilayahnya, Kab. Sumedang. Tak ayal, masalah klasik mengusik. Tercatat warga tergusur menempuh jalur hukum berupa “class action” mencakup 42 kasus dari 162 bidang lahan, di antaranya 62 bidang sudah dibayar.

Proses hukum konsinyasi dilakukan melalui pengadilan. Artinya sementara proyek berjalan, dana pembayaran ganti rugi dititipkan ke pengadilan hingga keputusan hakim untuk mengeksekusi. Berapa jumlah dana yang “mengendap”, namun diduga bakal ada yang juga “diendapkan” sebagai kelebihan berkisar Rp 150 – Rp 175 milyar. Pengendapan dana lebih itu ditengarai dilakukan oknum pejabat Pemkab. Sumedang hingga Pemprov Jawa Barat.

Indikasi terjadi korupsi itu deviasi harga lahan untuk penetapan ganti rugi. Penilaian harga dari tim independen sebagai final dan pemerintah wajib membayar sesuai nilai tertera. Itu kemudian, dana ganti rugi dititipkan ke pengadilan (konsinyasi) sebagai bentuk metode jaminan masyarakat.

Hal lain, seperti yang dilansir Tribun Jabar, 37 warga Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung memenangkan gugatan di terhadap keberatan atas nilai ganti rugi yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) di Pengadilan Bandung. Majekis hakim mengabulkan gugatan ganti rugi total Rp 194,262 milyar. Masih ada gugatan lain yang sedang diproses pengadilan. Pemilik lahan seluas 134 meter2 dihargai rp 2,4 milyar, sementara dalam posisi diagunkan ke bank senilai rp 2,5 milyar. Nilai gugatan yang diajukan rp 6,8 milyar.

Pembebasan lahan untuk proyek pembangunan, kerap menjadi ladang korupsi. Tak kecuali di sepanjang jalan tol Cisumdawu yang tengah berproses pembangunannya. Ada aroma korupsi di sana. Kita tak ingin korban penggusuran warga hingga terpuruk secara ekonomi, kembali mengulang dampak sosial dari megaproyek Waduk Jatigede. Di kawasan yang sama, Kab. Sumedang. Kita berharap lintasan Cusumdawu bisa rampung sesuai target terakhir. Aksesibilitas ke dan dari Bandara Kertajati pun segera terpenuhi. Namun indikasi korupsi dalam proyek Cisumdawu tak boleh dibelakangkan. Hendaknya KPK segera melakukan telaah seksama melalui prapenyilidikan. Tak ada kata terlambat bagi pemberantasan korupsi.*