JAKARTASATU.COM – Sambang ke kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa (3/12/2019) kemarin,
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kekesalannya, lantaran hingga saat ini masih ada juga kepala kantor pajak yang menjadi mafia korupsi. Sri tak habis pikir, pasalnya dirinya sudah melakukan reformasi birokrasi untuk mencegah praktik korupsi sejak 15 tahun lampau.
“Kita masih lihat beberapa yang fail. Ada di kantor pelayanan pajak yang masih terjadi korupsi, ada yang sifatnya case, Account Representatives, petugas pemeriksanya main-main atau kepala kantornya jadi mafia. Kita punya dua ekstrim case itu,” keluh Sri Mulyani blak-blakan.
Sri tak bisa mengingkari kenyataan bahwa belum semua kantor atau unit vertikal DJP yang berhasil bebas dan bersih dari tindak korupsi.
Tercatat dari 350 kantor pelayanan pajak yang tersebar di seluruh Indonesia baru 87 yang mendapatkan gelar wilayah bebas korupsi (WBK) dan 19 kantor mendapatkan gelar wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM), padahal Kementerian Keuangan sudah menerapkan kebijakan itu sejak 2015.
Menurut Sri, tindakan tersebut sama dengan pengkhianatan. Pasalnya gara-gara satu orang pelaku saja, namun citra buruk akan diterima oleh seluruh anak buah dan instansinya.
“Setitik itu membuat persepsi kita pajak oh identik begitu, kan kesalkan. Yang 349 kerjanya bener hanya karena satu semua dipersepsi begitu. That’s pengkhianatan, makanya saya kesal banget soal itu,” keluhnya kesal.
Saking kesalnya, Sri Mulyani pernah mengaku tak rela jika ada anak buahnya yang korupsi sekadar dihukum pecat tanpa diberi hukuman pemberat lainnya. Sri Mulyani ingin hukumannya lebih berat.
“Bisa tidak, lebih keras dari dipecat karena tindakannya itu jelas menyakitkan hati kita semua,” ujar Sri Mulyani dalam peringatan Hari AntiKorupsi Sedunia (Hakordia) di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (3/12) kemarin.
Sri juga menyayangkan lambatnya tindak pemecatan terhadap anak buahnya yang melakukan tindak korupsi.
“Kita juga terhalang oleh PP (Peraturan Pemerintah) No. 53, yang membuat kita tak bisa langsung memecat. Untuk itu, saya biasanya langsung memerintah langsung aja pecat, saat itu juga, meski ada PP nya, kita upayakan cari cara lain aja,” tegasnya tanpa ampun.
Lalu apa sebabnya kepala kantor pajak bisa jadi mafia?
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo seperti yang dikutip detikcom (3/12) mengungkapkan bahwa pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memiliki godaan dan tantangan yang berat.
Dus, jika tidak memiliki integritas yang tinggi maka korupsi pun mudah terjadi. Hal ini terbukti karena belum lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap salah satu pejabat di lingkungan DJP.
“Ya saya rasa memang di DJP dan DJBC hampir sama, pasti banyak godaan. Jadi memang godaan dan tantangannya berat,” ungkap Prastowo dalam detikcom (3/12/2019).
Bukti terkini terkait kepala kantor pajak yang jadi mafia karena tak tahan godaan tersebut adalah tertangkapnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (KPP PMA3), Yul Dirga bersama empat orang lainnya yang ditetapkan KPK sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap terkait restitusi pajak PT WAE. Suap diduga terkait pengajuan restitusi pajak PT WAE senilai Rp 5,3 miliar pada 2015 dan Rp 2,7 miliar pada tahun pajak 2016.
Semoga saja tak ada lagi pejabat-pejabat pajak yang menyusul kemudian agar Menkeu Sri Mulyani tak lagi kesal. (WAW).