JAKARTASATU.COM – Ungkapkan sejumlah temuan uang yang diduga hasil gratifikasi saat KPK menggeledah rumah dinas mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, jaksa KPK tunjukkan temuannya sebuah tas karton warna putih bertuliskan “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta” yang berisi uang.
“(KPK menemukan) 1 buah tas karton putih bertuliskan ‘Pemerintah Provinsi DKI Jakarta’. Di dalamnya berisi uang dengan total Rp 659.900.000,” kata jaksa dalam paparannya di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Sayangnya, hingga saat ini belum ada penjelasan dalam konteks apa tulisan “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta” di tas itu dan keterkaitannya dalam kasus korupsi Nurdin tersebut.
Tetapi ternyata tak hanya di tas karton saja, KPK juga menemukan uang lainnya yang tersimpan di berbagai benda, seperti dompet, tas jinjing, koper, ransel, kantong plastik, paperbag, kardus bertuliskan merek air mineral, hingga amplop bertuliskan nama suatu bank.
“Pada saat dilakukan penggeledahan telah ditemukan uang rupiah dan mata uang asing dengan total sejumlah Rp 3.233.960.000, 150.963 dollar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dollar AS yang diduga merupakan bagian dari penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh terdakwa sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2019,” imbuh jaksa.
Jaksa menjelaskan sumber gratifikasi itu berasal dari pemberian sejumlah pengusaha terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi.
Penerimaan tersebut sebagian besar melalui Edy Sofyan yang merupakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.
Selain ada juga yang melalui Budy Hartono yang merupakan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.
Selain itu juga, jaksa juga menyebutkan penerimaan gratifikasi itu juga ada yang berasal dari para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di Kepulauan Riau.
“Penerimaan gratifikasi yang dilakukan terdakwa tersebut merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa dan telah berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku kepala daerah yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar jaksa.
Apalagi penerimaan gratifikasi sebesar Rp 4,22 miliar tersebut faktanya tak pernah dilaporkan Nurdin ke KPK dalam tenggang waktu 30 hari sejak penerimaan.
Dari fakta-fakta yang diajukan jaksa nampaknya Nurdin memang bakal terjerat kasus tersebut.
Namun sekali lagi, apa keterkaitan atau peranan tas karton bertuliskan “Pemprov DKI Jakarta” dalam kasus ini. Semog saja nanti terungkap seiring berkembangnya pengadilan kasus ini. (WAW).