Petugas Samsat Jakarta Utara menunjukkan stiker Objek Pajak di depan mobil mewah Bentley saat razia supervisi pencegahan pajak mobil mewah di Apartemen Regatta, Jakarta Utara di Jakarta, Kamis (5/12/2019). Badan Pajak dan Restribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta bekerja sama dengan Samsat Jakarta Utara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penindakan terhadap 11 mobil mewah yang menunggak pembayaran pajak/Ist

JAKARTASATU.COM – Badan Pajak Dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Mengaku system penagihan Pajak Kendaraan Mobil Mewah yang dilakukan dengan dating langsung ke alamat wajib pajak atau dari pintu ke pintu berlangsung efektif.

Melalui sistem ini, berdasarkan catatan BPRD DKI Jakarta, sudah ada kurang lebih 400 unit mobil berharga di atas Rp 1 miliar yang membayarkan pembayaran pajaknya. Diperkirakan, total nilai pajak mencapai Rp 10 miliar.

“Aktivitas dari pintu ke pintu saya bisa katakan sangat efektif karena banyak pemilik yang harus membayar penuh dengan cara, seperti menggunakan identitas orang lain atau memanipulasi. Mereka takut dengan laporan pajak tahunannya,” kata Kepala BPRD DKI Jakarta Faisal Syafruddin seperti yang dikutip kompas dotcom (9/12/2019).

Namun menurutnya masih ada sekitar 1,094 kendaraan mobil mewah yang belum dibayar pajaknya dengan potensi nilai pajak Rp36,8 miliar. Sementara itu pada kesempatan terpisah, Kepala Satuan PKB Dan BBN-KB Jakarta Pusat Manarsar Simbolon mengatakan, aktivitas penarikan Pajak Kendaraan Bermotor yang beroperasi dari pintu ke pintu telah meningkat dibanding tahun sebelumnya.

“Biasanya hari Sabtu Rp 15 miliar, sekarang menjadi sekitar Rp 22 miliar (total total). Kami akan gencarkan untuk razia dari pintu ke pintu, termasuk ke beberapa apartemen di Jakarta,” katanya.

Menurut pengusaha dan pengamat sosial, Rizal Bawazier, sulitnya penarikan pajak sebenarnya terletak kepada bagaimana membuat orang rela membayar pajak. “Siapa rela membayar pajak?” tanya Rizal Bawazier. “Tapi kenapa kalau bayar zakat atau sumbangan ke tempat ibadah pada rela,” imbuh Rizal.

Rizal memaparkan, yang harus diganti itu bukanlah Undang-undangnya. Walaupun diganti beberapa kali pun aturan Undang-undangnya pasti akan sama hasilnya. Apakah pemerintah tidak melihat itu sebagai pengalaman.

Bukan dengan cara menaikkan gaji petugas pajak sebesar-besarnya. “Tidak ada pengaruhnya. Toh ada istilah makin tinggi penghasilan maka makin tinggi juga pengeluarannya. Bukan dengan ancaman akan ditahan atau “gijzeling” bagi penunggak pajak. Bukan dengan cara menempel tanda penunggak pajak pada mobil-mobil mewah yang baru-baru ini kita dengar di media-media. Bukan juga dengan ketetapan pajak yang tinggi (yang ujung-unjungnya diajukan keberatan dan banding). Tetapi bagaimana membuat wajib pajak rela membayar pajaknya,” pungkas Rizal Bawazier mengingatkan.|WAW