Jajaran Direksi (BOD) Jiwasraya, Salah satunya sekarang bekerja di kantor staf Presiden/Ist

JAKARTASATU.COM – Meskipun salah satu dari jajaran board of director (BOD) Jiwasraya saat ini bekerja di Kantor Staf Presiden, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara tegas meminta agar penegak hukum dan pemerintah mencekal seluruh jajaran Direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2013-2019 karena dinilai ikut bertanggung jawab terhadap permasalahan tunggakan klaim nasabah Jiwasraya yang ruwet saat ini.

Tak sekedar melakukan pencekalan terhadap jajaran direksi tersebut, Komisi VI DPR juga merekomendasikan penyelesaian tunggakan melalui lewat jalur hukum.

“Komisi VI DPR merekomendasikan penyelesaian permasalahan Jiwasraya lewat penegakan hukum tetap dijalankan dimulai dengan melakukan pencekalan terhadap Direksi Jiwasraya periode 2013-2016,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima, Senin (16/12).

Anggota Komisi VI lainnya, Rieke Diah Pitaloka mengatakan selain mencekal direksi, mereka juga mendesak pembentukan panitia kerja (panja) maupun panitia khusus (pansus) untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya tersebut. Rieke meminta, pemerintah tidak hanya fokus pada penyelesaian tunggakan pembayaran klaim kepada nasabah semata, melainkan juga mengusut pihak yang bertanggung jawab atas tekanan likuiditas Jiwasraya saat ini.

“Direksi yang lama mohon bisa ada rekomendasi dari DPR supaya ada pencekalan,” pinta Rieke.

Dukungan terhadap tindakan pencekalan kepada direksi lama hingga kasus Jiwasraya selesai juga ditunjukkan Anggota Komisi VI lainnya Daeng Muhammad. Daeng mempertanyakan keputusan direksi menjual produk asuransi berbasis investasi yang ditawarkan lewat kemitraan dengan bank (bancassurance) yang notabene telah diketahui berisiko tinggi kepada nasabah.

“Pertanyaan besarnya ada apa produk bermasalah dijual untuk menarik uang nasabah. Komisi VI harus memperdalam menjadi rekomendasi bukan hanya penyelamatan uang nasabah tapi juga rekomendasi pelaku pencurian di Jiwasraya,” tanyanya.

Tak hanya mencecar Jiwasraya sendiri, ia juga mempertanyakan kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terungkap bahwa sakit Jiwasraya tersebut telah terindikasi sejak 2015.

“Dari 2015 BPK sudah memberikan hasil audit. Saya juga tidak mengerti apasihkerja OJK. Mereka mengambil uang iuran dari Jiwasraya, tetapi apa kerja OJK, tidak ada penanganannya,” kejarnya.

Nah apakah selain Jiwasraya sendiri, nantinya kasus ini akan turut menyeret eksistensi, profesionalisme dan kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kita lihat saja nanti. |WAW