Kantor Pusat Jiwasraya/IST

Oleh Ahmad Khozinudin, S.H.
Ketua LBH PELITA UMAT

Persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi objek penyidikan Kejaksaan Agung R.I., bermula dari terjadinya gagal bayar polis produk asuransi JS Saving Plan milik nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) senilai Rp 12,4 triliun yang mengemuka ke publik. Polis ini sedianya jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 tapi manajemen mengungkapkan belum bisa melakukan pembayaran.

Dalam proses pemeriksaan, Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian. Investasi pada aset yang berisiko tinggi demi mengejar high return disinyalir menjadi salah satu sebab utama Jiwasraya mengalami gagal bayar.

Potensi Kerugian sementara yang dihitung oleh Kejagung nilainya mencapai Rp 13,7 T. Nilai ini akan sangat mungkin bertambah, karena perhitungan Kejagung masih belum paripurna.

Terlebih lagi, untuk memperoleh kerugian yang bersifat fixd, pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh Kejagung. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga resmi Negara yang memiliki otoritas penuh berdasarkan undang-undang untuk menghitung besarnya kerugian negara pada kasus Jiwasraya.

BPK sendiri masih melakukan pemeriksaan dan penelaahan. BPK baru akan mengumumkan resmi ihwal pemeriksaan investigasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Rabu (besok), 8 Januari 2020.

Menurut Kejaksaan Agung, terdapat sebanyak 22,4% dana kelolaan Jiwasraya diinvestasikan dalam bentuk kepemilikan saham. Dari angka itu sebanyak 95% dana kelolaan justru ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Selain penempatan dana kelolaan pada investasi saham, dana kelolaan juga yang ditempatkan pada reksa dana namun menggunakan manajer investasi yang berkinerja buruk. akibatnya, Jiwasraya sampai Agustus 2019 menanggung potensi kerugian Rp 13,7 triliun.

Masalah Korupsi pada BUMN

Ada seba