Disaster Warning System milik Pemprov DKI (Dok. BPBD DKI)

JAKARTASATU.COM – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jadi bahan tertawaan beberapa kalangan karena usulnya yang dinilai kuno dan ketinggalan zaman. Bagaimana tidak ditengah semakin canggihnya teknologi social media sekarang ini, tiba-tiba Anies melontarkan ide sekaligus keputusan untuk memanfaatkan fungsi komunikasi memakai toa (pengeras) suara dari rumah ke rumah dalam melakukan peringatan dini bencana (disaster warning system/DWS) khususnya banjir di Jakarta.

Ide Anies ini dianggap mundur beberapa tahun lampau dimana system dan teknologi konvensional yang memakai toa masih menjadi tren.

Bukan sekedar ide semata, ternyata  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta  langsung berencana memasang enam disaster warning sistem (DWS) senilai Rp 4,073 miliar pada tahun 2020 ini. Rencananya system ini akan berbentuk menara pengeras suara.

“DWS ini akan memberikan informasi berupa suara petugas BPBD, yang dapat menjangkau hingga radius 500 meter. DWS ini akan beroperasi jika tinggi muka air telah berada pada Siaga III,” jelas Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi DKI Jakarta M Ridwan di Balai Kota Jakarta dalam keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Ternyata tak seperti dugaan mereka yang semula menertawakan ide tersebut, BPBD DKI akan memiliki remote station untuk broadcasting warning station (stasiun peringatan dengan pengeras suara/speaker). Dari stasiun itulah kabar peringatan disebar menggunakan DWS dengan jaringan radio VHF. Saat ini sudah terpasang sebanyak 14 DWS.

Pemakaian total anggaran yang sampai milyaran untuk system toa ini juga dijabarkan. Dari rincian total anggaran Rp 4,073 miliar, anggaran untuk enam set radio VHF menjadi yang paling besar, yakni Rp 3,122 miliar. Sedangkan anggaran untuk pengeras suara, 6 set (1 set berisi 4 speaker) 30W horn speaker buatan lokal, sebesar Rp 7,062 juta.

Toa aja kok bisa mahal? “Pengeras ini bukan Toa biasa karena bisa dipantau dari Pusdatin untuk langsung ke lokasi yang ada. Anggaran tersebut sudah ada di e-budgeting,” jelas Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Muhammad Insyaf.

Yang membuat mahal, yaitu menara DWS tersebut memiliki beberapa komponen canggih.Pertama berupa Outdoor Broadcasting equipment: perangkat utama, perangkat yang didesain untuk di luar ruangan, sehingga tahan hujan dan panas.

Kedua berupa Step Down Transformer: peralatan untuk suplai daya listrik, untuk menurunkan daya listrik PLN dari 220V AC ke 100V AC.

Ketiga Horn Speaker: pengeras suara untuk menyampaikan suara dari warning equipment kepada masyarakat sekitar yang berpotensi banjir. Berjumlah empat speaker dalam satu set.

Keempat Storage Battery yang diperlukan untuk menyimpan daya listrik bila peralatan mati karena sumber listrik dari PLN tidak ada. Diperkirakan mampu bertahan sampai 6 jam.

Kelima Antena: diperlukan untuk mengarahkan komunikasi ke master station (Pusdalops BPBD Provinsi DKI Jakarta), komunikasi ini diperlukan supaya Pusdalops bisa mengontrol secara remote ke warning station sewaktu-waktu sesuai kondisi/keadaan.

Keenam Coaxial Arrester: dipakai untuk menangkal petir melalui jalur kabel coaxial dari antena ke warning equipment.

Ketujuh Pole: untuk memasang beberapa perangkat di tiang bila tidak ada tempat untuk memasang di ruangan. Pole ini sangat diperlukan bila warning station menggunakan teknologi radio VHF karena untuk penempatan antena dan speaker, makin tinggi posisi antena akan makin bagus untuk bisa berkomunikasi dengan master station di Pusdalops. |WAW-JAKSAT