Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn TNI) Moeldoko/IST
OLEH: Aznil Tan, aktivis ’98

 

Sadis dan sungguh memalukan…!

Sudah kami duga Moeldoko pasti memainkan isu bahwa kami (khususnya saya) sakit hati karena tidak lolos oleh Tim assesment masuk KSP.

Isu itu sengaja dihembuskan untuk melemahkan ketika kekritisan saya mengungkap ketidakbecusan Moeldoko dalam pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Untuk menjaga idealis dan konsistensi para aktivis anti KKN dan komitmen mengawal Visi Indonesia Maju maka perlu saya  sampaikan ke publik  kronologis yang sesungguhnya dan dapat saya pertanggungjawabkan baik secara moral dan hukum sbb :

1. Bahwa pada tanggal 21 November 2019 sebanyak 5 orang Aktivis 98 (Wahab Talaohu, Sayed Junaidi Rizaldi/Pak Cik, Eli Salomo, Ali Sutera, dan saya sendiri/Aznil) menemui Kepala KSP Moeldoko di Bina Graha untuk menjalin komunikasi dalam rangka menindaklanjuti pernyataan Bapak Presiden Jokowi membuka kesempatan kepada para Aktivis 98 sebagai pelaku sejarah reformasi Indonesia untuk turut memajukan Indonesia Maju.

2. Dari hasil pertemuan sekitar 10 menit tersebut, Moeldoko meminta 2 orang sebagai Tenaga Ahli Utama untuk turut membantu KSP dan beliau juga mengatakan bahwa posisi deputi sudah penuh.

Kemudian Wahab dan Eli Salomo menegaskan kembali ke Moeldoko,

“Sebagai Tenaga Ahli Utama kan bang Jenderal….?”

Kemudian Moeldoko mengiyakan konfirmasi Wahab dan Eli Salomo tersebut.

Setelah mendapat konfirmasi kepastian dari Moeldoko kemudian teman-teman sepakat merekomendasikan Sayed Junaidi Rizaldi dan Aznil untuk mengisi posisi sebagai Tenaga Ahli Utama KSP

3. Pada hari Kamis tanggal 11 Desember 2019 pihak tim SDM KSP melalui WhatsApp meminta kami untuk hadir mengikuti seleksi pada tanggal 18 Desember 2019.

Pemberitahuan itu terasa janggal karena kami bukan melamar sebagai karyawan KSP. Dan bahwa kami tidak pernah memasukkan surat lamaran kerja.

Meskipun begitu, kami tetap positif thinking mengikuti proses formalitas tersebut. Sebab ketika saya konfirmasi ke pihak Tim Seleksi mengatakan bahwa test seleksi tersebut hanya menyangkut tentang seputar latar belakang kami.

4. Pada tanggal 18 Desember 2019 kami datang mengikuti seleksi ala KSP tersebut yang terdiri-dari 2 sesi, yaitu tertulis dan wawancara.

Ketika kami mengikuti tes tertulis, pada lembaran soal ada tulisan berbunyi “Seleksi Tenaga Ahli Madya Deputi IV KSP dengan target posisi Tenaga Ahli Bidang HAM.”

Melihat kejanggalan tersebut sempat saya dan Pak Cik mempertanyakan kepada salah seorang tim seleksi dan bermaksud untuk tidak mengikuti proses seleksi.

Hal tersebut tidak sesuai dengan komitmen awal Moeldoko meminta kami sebagai Tenaga Ahli Utama KSP.

Tim Seleksi bernama Annisa Zara menyarankan kami untuk nanti mempertanyakannya sewaktu sesi wawancara dan beliau sendiri mengaku tidak tahu tentang hal itu.

Kami kembali berpositif thinking dan mengikuti tes tertulis tersebut yang berisi pertanyaan bersifat politik (sulit diukur salah atau benarnya), apalagi kami diberikan password WiFi KSP untuk bisa akses internet.

5. Ketika masuk sesi tanya jawab (pada tanggal yang sama), Sayed Junaidi Rizaldi maupun saya (secara terpisah) langsung mempertanyakan hal tersebut secara tegas kepada tim seleksi yang berjumlah 6 orang.

Mereka mengatakan akan konfirmasi ke Moeldoko.

Lalu mereka bertanya,

“Jika Tenaga Ahli Utama sudah tidak terisi penuh, apakah kami bersedia ditempatkan sebagai Tenaga Ahli Madya ?”

Saya maupun Sayed Junaidi Rizaldi dengan tegas MENOLAK, karena kami  datang bukan melamar pekerjaan ke KSP. Bahwa kami datang ke KSP karena kami diminta oleh Moeldoko untuk membantu KSP sebagai Tenaga Ahli Utama.

Kami menjelaskan bahwa posisi Tenaga Ahli Madya tidak sesuai dengan yang diucapkan ole Moeldoko pada tgl 21 November 2019.

Kami juga menjelaskan bahwa Moeldoko sebagai seorang yang pernah menjadi mantan Panglima TNI pasti  komit dengan ucapannya. Tidak mungkin dia mengingkari ucapannya.

Kami juga menegaskan bahwa posisi Tenaga Ahli Madya tersebut tidak akan membawa arti dalam idealisme kami untuk ikut mengawal Visi Indonesia Maju sebagaimana diucapkan oleh Presiden Jokowi akan kebutuhan pada aktivis 98.

Jika jabatan itu kami terima akan dapat menjatuhkan harkat-martabat para Aktivis 98.

6. Tentang pernyataan Joanes Joko mengatakan bahwa Tim Seleksi KSP  adalah tim independen berasal dari Setneg,  ternyata adalah kebohongan.

Tim seleksi tersebut adalah orang-orang yang tidak asing lagi di KSP, seperti Joanes Joko dan Anisa.

Terrnyata Joanes Joko sendiri sebagai Tim Seleksi dilantik sebagai Tenaga Ahli Madya KSP Deputi IV.

Hal itu sangat janggal sekali dan tidak lumrah dalam dunia rekrutmen.

Dari kronologis yang saya sampaikan diatas maka jelas fakta sebenarnya bahwa Kami lah yang MENOLAK bukan DITOLAK

Ternyata, selevel orang yang pernah menjadi panglima TNI, begitu rendahnya mengatakan kami TIDAK LOLOS SELEKSI? Bahkan menuding saya sebagai orang sakit hati?

Bagaimana rakyat bisa percaya pada omongan dan akhlak orang yang berambisi ingin jadi presiden itu sementara melemparkan kabar bohong ?

“Yang ngga waras sebenarnya siapa…?”

Saya menyadari bahwa pembusukan dilakukan oleh Moeldoko CS tersebut adalah pola-pola lama untuk melindungi dirinya agar opini publik terbalik dan berpihak kepada dirinya. Pola-pola seperti ini pernah dimainkan kepada kami pada waktu 1998 dulu dengan menghembuskan isu bahwa gerakan mahasiswa disusupi komunis. Kami sudah kenyang pola-pola tersebut.

Melalui surat ini saya menantang Moeldoko untuk mengunakan kemampuan intelijennya membusukan saya.

Dengan senang hati dan penuh riang gembira, saya menyambutnya. Semua itu tak akan mengentarkan saya untuk terus menyuarakan kebenaran di republik ini

Ketika orang-orangnya menuding saya sebagai relawan abal-abal, malah menyingkap sebuah misteri skandal baru atas seorang perempuan muda cantik pemilik Bambu SPA bernama Trisya Suherman (Icha). Publik pun bertanya : “Ada apa SPA dengan KSP?”

Saya bersyukur atas penolakan kami lakukan, ternyata ada hikmahnya.

Akhirnya Tuhan Mengungkap Moeldoko Perusak Jokowi

Jika kami tergoda maka sejarah mencatat bahwa kami ikut dalam kebobrokan dan ketidakbecusan Moeldoko memimpin KSP.

Sebagai pendukung Jokowi dan Visi Indonesia Maju maka saya tetap fokus pada tuntutan meminta Presiden Jokowi untuk segera mencopot Moeldoko yang menjadi benalu dan beban politik pada pemerintahan Indonesia Maju.

“Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga.”

Jangan karena ulah seseorang bernama Moeldoko lalu rusak negara ini serta merusak reputasi Jokowi yang telah melakukan perbaikan negara ini.

Jokowi harus segera mempersilahkan Jaksa Agung untuk memeriksa Moeldoko atas dugaan keterlibatan dirinya pada kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri yang telah bikin gempar jagad pertiwi ini.

Memerintahkan Kejaksaan Agung dengan segera membongkar secara jujur dan terbuka atas modus terselubung Moeldoko merekrut mantan direktur keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo yang terkenal jago “patgulipat”.

Jangan-jangan rilis SBY tentang korupsi Jiwasraya mengatakan ada aliran dana pada Pemilu 2019, ada benarnya.

Bisa jadi sebuah perbuatan yang tidak terkonfirmasi ke Jokowi atau konspirasi busuk dimainkan untuk memojokan Jokowi. Mengingat Harry Prasetyo adalah anak buahnya dan memiliki hubung baik sejak dia sebagai Panglima TNI. Ada kemungkinan Moeldoko memanfaatkan statusnya sebagai Wakil TKN dan Kepala KSP untuk meraup keuntungan pribadi. Tidak sulit baginya memerintahkan anak buahnya Harry Prasetyo yang mengetahui rahasia keuangan Jiwasraya untuk mengeruk keuntungan di air keruh.

Ini harus diungkap penegak hukum!

Kedua, meminta penegak hukum ataupun pihak pemerintah terkait untuk segera menindak kepongahan dan kesombongan Moeldoko mempertontonkan NEPOTISME di dalam lingkungan istana atas status magang dan atau merekrut anaknya sebagai Tenaga Ahli Muda KSP yang merupakan sebuah perilaku diharamkan di bumi Pertiwi ini.

Nepotisme adalah sebuah kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Kepada Bapak Presiden yang terhormat, kami memohon sangat …!

Jangan mau pertaruhkan negara ini gara-gara ulah permainan jahat anak buah Bapak memanfaatkan kekuasaan menyalurkan sahwat keserakahannya untuk memperkaya dirinya dan ambisi-ambisi jahat lainnya.  Bahwa kepentingan bangsa dan negara lebih utama harus Bapak selamatkan dibandingkan menyelamatkan seorang bernama Moeldoko yang tidak begitu penting buat republik ini.

Demi stabilitas politik nasional dan komitmen pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme maka Bapak Presiden Jokowi harus segera mencopot Moeldoko sesegera mungkin.

Jangan sampai sejarah mencatat bahwa Bapak ikut melindungi praktik KKN di masa pemerintahan Bapak sebagai Presiden RI. Sementara selama ini Bapak telah memberi keteladanan dengan menjauhkan keluarga Bapak dari lingkaran kekuasaan.

Sekarang lembaga Bapak bentuk yang diharapkan dapat menjadi mata telinga Bapak dalam pengendalian Program-program Prioritas Nasional sedang dalam kondisi tersandera.

Lembaga negara dibiayai oleh uang rakyat tersebut tidak bisa lagi bekerja efektif dan dalam krisis ketidakpercayaan publik. Terekam menjelang 100 hari kerja, KSP hanya sibuk melakukan klarifikasi. Sementara tugas pokoknya terabaikan.

Sebuah kemustahilan KSP bisa berjalan optimal jika pimpinannya dalam belenggu masalah.

Sebelum semuanya terlambat segera tendang MOELDOKO dari istana dan lalu usut tuntas keterlibatan dia dalam kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri !