Kita harus prihatin dan patut bersedih ketika melihat sikap Pemerintah dan DPR sepakat ngotot akan merubah UU Minerba nomor 4 tahun 2009 yang produk akhirnya akan semakin jauh dari maksud dan tujuan isi pasal 33 UU 1945.

Hal itu terlihat kasat mata dari pergerakan proses RUU Minerba dan Omnibus Law Pertambangan yang sangat cepat di DPR, bahkan menurut wakil ketua Tim Panja DPR Minerba Sugeng Sumarwoto ( Ketua Komisi VII DPR ) sudah selesai secara kilat dibahas 938 Daftar Inventaris Masalah dalam tempo 10 hari, sesuatu yang sangat luar bisa sehingga menjadi layak dicatat di MURI ( Museum Rekor Dunia Indonesia), namun disisi lain sudah lebih 7 tahun RUU Migas tak jelas hasilnya di DPR Komisi VII setelah putusan Makamah Konstitusi pada 13 November 2012 yang telah membubarkan BP Migas.

Adapun aktifitas pembahasan RUU Minerba semakin kencang dibahas setelah ada upaya revisi ke 6 PP nmr 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Minerba gagal alias kandas disaat terakhir mau diteken Presiden, karena ada surat Meneg BUMN Rini Soemarno dan surat KPK yang menyatakan bahwa revisi PP tidak boleh bertentangan dengan UU Minerba.

Maka untuk hal ini, perlu saya mengapresiasi khusus dan salam hormat atas keberanian mantan Menteri BUMN Rini Soemarno telah berjuang untuk kepentingan ketahanan energi nasional melalui BUMN sesuai perintah UU Minerba, meskipun kau akhirnya terdepak dalam kabinet sekarang karena mungkin atas kelancanganmu tersebut, ternyata kau adalah wanita yang hebat dan keberanianmu melebihi keberanian laki laki yang sekarang menjabat Menteri BUMN, untuk hal ini saya berani memberi gelar untukmu adalah ” Cut Nyak Dhien” dari Jogya.

Sikap berbeda diperlihatkan siapapun dia yang duduk sebagai Menteri ESDM dan Dirjen Minerba, contohnya Menteri ESDM saat itu Ignatius Jonan pada Januari 2019 sempat memperpanjang PKP2B PT Tanito Harum menjadi IUPK, tapi kemudian dibatalkan karena ada rekomendasi KPK bahwa itu melanggar UU Minerba, begitu juga dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, tak lama setelah dilantik oleh Presiden, pada November 2019 membuat surat ke Mensesneg untuk mengusulkan revisi ke 6 PP nmr 23 tahun 2010, yang kemudian redup lagi setelah KPK mempertanyakan maksud dan tujuannya kepada Dirjen Minerba Bambang Gatot.

Karena kalau menelisik konsep perubahan yang paling krusial di draf RUU Minerba dan Omnimbus Law Pertambangan adalah muncul pasal pamungkas adalah Pasal 169 a dikatakan 1.Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang belum diperpanjang, dapat diperpanjang menjadi perizinan berusaha ………..2. Luas wilayah pertambangan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah disetujui Pemerintah sebelum UU ini disahkan, maka sudah tentu semua itu tujuannya merubah isi pasal 62 UU Minerba soal batasan luasan maksimum 15.000 ha untuk izin operasi produksi dihapus, kemudian pasal 75 ayat 3, bahwa KK( Kontrak Karya dan PKP2B ( Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) generasi pertama yang seharusnya untuk kontrak berakhir diprioritaskan hak pengelolaan kepada BUMN dan BUMD untuk menjaga ketahanan energi jangka panjang.

Sehingga kalau melihat semua draf perubahan di RUU Minerba dan Omnibus Law adalah kesimpulannya diduga kuat hanya untuk kepentingan 7 pemilik PKP2B generasi pertama yang sudah dan akan berakhir kontraknya, sekarang menjadi hilang peluang emas terhadap BUMN dan BUMD untuk memperoleh tambang PKP2B generasi pertama secara gratis beserta aset aset produksi yang diamanatkan UU Minerba, karena semua itu awalnya merupakan lahan tambang PT Bukit Asam oleh KEPRES nmr 75 tahun 76 oleh Menteri Pertambangan dan Energi IB Sujana pada tahun 1997 telah diserahkan ke swasta asing dan nasional selama 30 tahun.

Adapun produksi batubara ketujuh PKP2B itu saat ini mencapai sekitar 200 juta metrik ton pertahun atau separuh dari total produksi nasional sekitar 500 juta metrik ton, kalau asumsi keuntungan bersih USD 10 permetrik ton, maka mereka bisa mengumpulkan setiap tahun sekitar USD 2 miliar atau setara Rp 28,5 triliun, sudah berlangsung selama 30 tahun, maka kalau disisihkan 20 % dari keuntungannya setahun saja adalah Rp 5 triliun, apakah senilai itu apabila disiram kepada penentu kebijakan apa tidak gelap mata ?, maka wajar apa yang sudah ditetapkan oleh DEN ( Dewan Energi Nasional) dalam RUEN ( Rencana Umum Energi Nasional ) bahwa batubara dibatasi produksinya saat ini 400 juta metrik ton pertahun, tetapi selalu dilanggar setiap tahunnya bisa mencapai 500 sd 550 juta metrik ton, padahal ketua DEN adalah Presiden.

Perlu juga diketahui cadangan batubara kita hanya sekitar 2% dari total cadangan batubara dunia, tapi ironisnya produksi nasional dan eksport kita termasuk paling tinggi didunia, maka kita dianggap dunia sebagai bangsa yang bodoh, karena tak bisa menjaga kepentingan ketahanan energi jangka panjang.

Meskipun aktifitas RUU Minerba dan Omnibus Law dengan sangat profesional dibungkus rapi dan dibantu media mainstream dengan framing demi kepastian investasi dan menyerap lebih banyak tenaga kerja diduga adalah upaya pembohongan publik, bahkan ada beberapa pemilik PKP2B belakangan ini mendadak genit membuat narasi ” akan melakukan proses hilirisasi berupa proyek gasifikasi”, walaupun nanti kalau sudah diperpanjang oleh Pemerintah dari hasil UU Minerba terbaru, hal itu sangatlah mudah bagi mereka untuk menunda janji itu dalam bentuk membuat hasil studi kelayakan yang hasilnya tidak ekonomis, terus rakyat mau nuntut apa?, apakah kita tidak kapok akan tertipu lagi, apa kita sudah lupa dengan janji janji manis PT Freeport Indonesia akan membangun smelter sejak tahun 2014 dan di back up dengan menempatkan jaminan kesungguhan 5% dari nilai pembangunan smelter hanya untuk mengejar bisa ekspor konsentrat dgn bea dibawah 10% , faktanya sudah lebih 6 tahun semuanya itu belum jelas, dan kemana larinya duit USD 120 juta sebagai jaminan kesungguhan itupun kita tak paham.

Oleh karena itu, timbul pertanyaan aneh mengapa sekarang Pemerintah dan DPR sangat kompak terhadap rencana produk UU Minerba mau Omnimbus Law Pertambangan yang jelas berpihak untuk kepentingan pengusaha PKP2B generasi pertama dan menganak tirikan peran BUMN tambang dan anak usaha PLN yang ditugasi menjaga ketahanan energi nasional jangka panjang, yang pasti sesuai RUPTL 2018 – 2027 bahwa sekitar 60 % masih didominasi energi primer batubara dalam proyek 35.000 MW pada tahun 2026 kebutuhan batubara PLN untuk pembangkit sudah mencapai sekitar 160 juta metrik ton pertahun, maka kita menyaksikan BUMN PLN akan menjadi pengemis batubara, contohnya seperti yang terjadi sekarang terpaksa Pemerintah merevisi ke 6 PP nmr 23 tahun 2010 hasilnya yaitu kewajiban DM0 ( Domestic Market Obligation) oleh taipan taipan batubara, meskipun dalam implementasinya ada juga yang membangkang.

Maka jangan salahkan publik kalau menilai atau menduga bahwa jangan jangan pemerintah dan DPR sudah tersandera oleh taipan taipan batubara terkait sudah mensponsori di pileg dan pilpres, sehingga bisa muncul kebijakan yang menggangu akal sehat sebagai balas budi atau bayar hutang.

Akhirnya tak salah juga kalau rakyat bertanya apa bedanya pemerintah sekarang dengan pemerintahan orde baru?.

Tetapi bagi yang lagi berkuasa jangan lupa, bahwa apa yang kau perbuat hari ini akan dicatat dalam sejarah perjalanan anak bangsa apakah kita benar sebagai pengabdi yang sejati atau pengkhianat sejati terhadap rakyatnya.

Ingatlah, ketika anda dilantik, anda mengucapkan sumpah jabatan dibawah ayat ayat suci sesuai keyakinanmu, rakyat bisa anda tipu tipu, tapi Allah tak bisa anda tipu tipu, karena jangankan yang anda perbuat, yang diniatkan saja Allah Maha Tau.

Diatas langit ada langit.

Direktur Eksekutif CERI

Yusri Usman.