JAKARTASATU.COM – Musim hujan kerap disertai dengan musim penyakit, salah satunya Demam Berdarah Dengue (DBD). Di Jawa Barat, sejak Januari sampai awal Maret 2020, jumlah kematian akibat DBD mencapai 15 kasus.
Tiap tahunnya, DBD selalu merenggut nyawa. Masih di Jawa Barat, angka kematian akibat DBD pada 2019 mencapai 49 kasus. Untuk itu, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mentargetkan ke depan Jabar bebas kematian akibat DBD.

Kepala Dinkes Jabar Berli Hamdani mengatakan, menghadapi musim DBD tahun ini pihaknya bekerja sama dengan Dinkes Kabupaten/Kota untuk melakukan pemantauan jentik secara berkala. Kerja sama ini mendorong gerakan satu rumah satu pemantau jentik (Jumantik).
Langkah berikutnya, kata Berli, membagikan serbuk abate sebagai pembasmi telur dan jentik nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor DBD.

“Persediaan abate di semua kabupaten/kota cukup untuk dibagikan ke masyarakat. Tapi, memang perlu koordinator di setiap RT untuk menyalurkan abate,” kata Berli di Bandung, Kamis (12/3/2020).

Berli memastikan keamanan persediaan stok obat-obatan DBD, termasuk infus, di semua fasilitas kesehatan. “Semua obat-obatan tersedia dan lengkap, termasuk infus. Infus ini dapat menangani penderita DBD yang mengalami shock,” ucap Berli.

Menurutnya, semua fasilitas kesehatan di Jabar sudah memahami betul protokol dalam melakukan penanganan terhadap penderita DBD.

Namun yang sering terjadi adalah keterlambatan mengantar anggota keluarga yang sakit DBD ke fasilitas kesehatan terdekat. “Dari 15 kasus kematian itu rata-rata karena keterlambatan,” sebutnya.

Berli mengimbau kepada masyarakat Jabar untuk bergerak dalam mencegah DBD. Seperti melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M Plus (menguras, menutup, memanfaatkan tempat yang berpotensi jadi tempat berkembang biak nyamuk).
Ia mendorong masyarakat melakukan gerakan operasi kebersihan, misalnya Jumat Bersih atau yang sejenisnya. Hal ini akan efektif jika dilakukan bersama-sama dengan tujuan mengurangi perkembangbiakan nyamuk.

Langkah lainnya adalah pengasapan atau fogging. Namun Fogging akan dilakukan di tempat yang sudah positif terjangkit virus deague.

Nyamuk DBD terutama berkembang biak di saat hujan yang diselingi panas. Untuk itu, penyakit DBD perlu diantisipasi. “Nyamuk menetas menjadi dewasa jadi lebih banyak kalau di musim panas dan hujan,” kata Dr Anggraini Alam, dr Sp A(K), di tempat terpisah.

Saat musim hujan lebat, telur nyamuk bisa hanyut terbuang. Begitu juga saat musim panas telur nyamuk juga bisa mati. Sementara jika hujan yang diselingi panas, nyamuk justru punya kesempatan untuk menetaskan telur dan berkembang biak.

Dr Anggraeni menjelaskan, faktor yang membuat orang lebih rentan digigit nyamuk ialah kurangnya mobilitas. Pada musim hujan, orang lebih banyak menetap di suatu tempat. Saat itulah rentan digigit nyamuk.

Kendati demikian, mengantisipasi nyamuk DBD sebenarnya bisa dilakukan dengan operasi kebersihan yang dilakukan secara gotongroyong oleh masyarakat. Anggraini menjelaskan, umur nyamuk dewasa ialah 7 hari. Dalam masa itu, nyamuk bisa menggigit maupun bertelur.

Jadi jika operasi kebersihan minimal dilakukan seminggu sekali, maka bibit penyakit DBD akan bisa diminimalkan. “Kalau seminggu sekali dilakukan Jumat Bersih atau apa pun operasi kebersihannya, maka nyamuk dewasa yang hidupnya cuma 7 hari itu bisa hilang dan tidak ada kesempatan untuk bertelur,” katanya.

Menurutnya, operasi kebersihan lebih efektif dari fogging yang butuh biaya tinggi. Pengasapan hanya membuat nyamuk kabur sementara. Sedangkan daya jelajah nyamuk bisa sampai 100 meter persegi. Jadi selama pengasapan nyamuk akan pergi ke daerah lain yang bebas asap. *lIH-BIRO JABAR